(Tidak) Menyangsikan Sanksi Komdis
Wednesday, 23 April 2014 | 19:51
Oleh: Eko Noer Kristiyanto
Sejak beberapa hari yang lalu, dunia maya (setidaknya yang saya ikuti) gaduh dengan hujatan-hujatan yang ditujukan kepada ketua komdis PSSI, seakan tak ingin ketinggalan media-media online maupun konvensional turut meramaikan isu utama dikalangan bobotoh PERSIB ini. Semua tentang sanksi yang (kembali) dijatuhkan komdis untuk keluarga besar PERSIB (inc.panpel,bobotoh). Pertanyaannya, tepatkah sanksi yang dijatuhkan oleh komdis ini? sanksi yang saya bahas kali ini terkait denda 10 juta akibat bobotoh menyaksikan laga tandang PERSIB saat dijamu Gresik United, pembatasan ini perlu karena penulis merasa insiden dan sanksi lain tak memiliki korelasi secara langsung.
Semua berawal dari sanksi sebelumnya, terkait kericuhan yang terjadi saat pertandingan persija vs PERSIB yang digelar di stadion maguwoharjo sleman tahun lalu, akibat insiden itu suporter Persib (baca:bobotoh) mendapatkan hukuman dari komdis PSSI selama 12 bulan tidak boleh mendampingi timnya saat menjalani laga tandang. Sanksi ini dianggap tak adil, berlebihan, terlalu mengada-ngada dsb, sampai tahap ini penulis sependapat dengan banyak bobotoh, penulis pun sangsi (ragu) dengan dasar dan penafsiran komdis dalam menjatuhkan sanksi (hukuman) untuk menonton laga tandang ini.
Terhadap sanksi komdis tahun lalu ini banyak bobotoh yang mengecam, menghujat, memaki, menyumpah dan menganggap remeh putusan komdis tersebut. Lalu apakah sikap-sikap itu menjadikan sanksi menjadi tidak berlaku dan meniadakan sanksi hasil putusan itu? Jawabannya tentu saja TEU NGARUH, sehingga walau banyak yang tak setuju dan mempertanyakan namun putusan komdis itu tetap berlaku mengikat. Inilah persoalannya, banyak bobotoh yang tak memahami bahwa “hukum” dalam praktik sesungguhnya adalah sebuah putusan, terlepas dari baik buruknya pertimbangan dalam mengambil putusan itu namun itu telah menjelma menjadi “hukum” dalam arti sesungguhnya sebagai suatu kesepakatan yang mengikat para pihak, dan inilah saatnya semua mematuhi walau dirasa tidak adil. Sehingga setiap pelanggaran dari putusan ini maka akan dianggap suatu tindakan keliru yang tentu saja akan logis jika mendapat sanksi akibat.
Dan itulah yang terjadi, sesuatu yang tak dapat disangkal dan nyata terjadi, bahwa ribuan bobotoh hadir dalam laga away gresik united dan komdis tak perlu memanggil para saksi untuk membuktikan hal tersebut, karena tayangan televisi pun cukup untuk dijadikan alat bukti. Dalam tahap inilah kita harus mengakui bahwa kita yang bertindak bodoh melanggar putusan (walau putusan ini dianggap buruk,tak adil dll) yang suka atau tidak suka telah bersifat mengikat.
Menghormati dan menegakan hukum dalam sepakbola
Dalam konteks sepakbola, dikenal juga “hukum” sebagai kesepakatan-kesepakatan, tak terbatas hukum dalam permainan sepakbola yang biasa disebut “rule of game” namun juga ada hukum-hukum yang berasal dari institusi berwenang dalam dunia persepakbolaan, hukum ini bersifat suatu ketetapan (beschikking) dan juga pengaturan (regelling), dan semuanya sama-sama memiliki kekuatan mengikat untuk seluruh pihak yang terlibat dalam sepakbola baik secara territorial terbatas maupun universal, contoh: aturan FIFA mengikat seluruh klub professional dan seluruh Federasi Sepakbola Negara anggota FIFA, namun aturan PSSI dan PT.LIGA mengikat klub-klub yang mengikuti kompetisi resmi di Indonesia, sedangkan jika klub Indonesia berlaga di level asia maka ada aturan main AFC (Federasi Sepakbola Asia) yang lebih utama.
Termasuk dalam institusi-institusi formil sepakbola adalah komisi disiplin yang memiliki kewenangan dalam memutus dan menjatuhkan sanksi terkait pelanggaran-pelanggaran sepakbola yang terjadi dalam yurisdiksinya. Putusannya bersifat sah, legal, mengikat dan hanya dapat digugurkan oleh putusan dari komisi banding, oleh karena itu jika ingin protes terhadap suatu putusan legal maka tempuhlah cara yang legal pula yaitu banding ke komisi banding, bukannya menghujat, memaki dsb karena jutaan sumpah serapah tak menggugurkan putusan komdis, namun satu ketukan palu di komisi banding dapat melakukannya.
Terlepas dari segala kekeliruan dalam pengambilan suatu putusan, sungguh miris rasanya ketika institusi sepakbola sebagai penegak hukum bersepakbola di negeri justru dihujat, dilecehkan, dan dimaki sedemikian rupa, sekali lagi saya tegaskan..terlepas dari segala kekhilafan, kesalahan, dan kekeliruan dalam proses pengambilan keputusan. Institusi penegak hukum sepakbola seyogyanya kita hormati termasuk juga putusannya, dan ketika putusan yang buruk dan dirasa tidak adil itu telah menjadi “hukum” maka seluruh insan sepakbola harus patuh dan taat.
Ada 3 hal yang memengaruhi penegakan hukum dalam persepakbolaan:
1. Aturan (hukum) nya itu sendiri; dalam hal ini terkait substansi aturan-aturan federasi, statuta dll. Untuk hal ini rasanya sudah baik, karena dibentuk, dibuat oleh orang-orang yang professional, paham, dan mengacu kepada prinsip-prinsip universal.
2. Penegak hukumnya/aparatnya; untuk hal ini kita masih memiliki masalah serius, wasit yang tak berkualitas, pengurus yang terindikasi suap, komdis yang terkadang tak konsisten dalam memberi putusan, contoh: pelanggaran dilakukan oleh seluruh klub/supporter namun hanya beberapa saja yang mendapat sanksi.
3. Budaya masyarakat sepakbolanya/ supporter; kita juga masih memiliki masalah, ketidaksiapan supporter dalam menerima kekalahan, pelanggaran saat menonton sepakbola (lalu-lintas, alcohol, menyogok untuk masuk), hingga tak berjiwa besar menerima putusan sanksi dari komisi disiplin sehingga cenderung menghujat, melecehkan dll.
Oleh karena itu tanggung jawab untuk menegakkan aturan pun sebenarnya ada pada kita para supporter sepakbola, maka sikap dan pandangan saya pun jelas bahwa saya tak setuju dengan sanksi menonton laga away yang dijatuhkan tahun lalu, namun ketika itu telah diputus maka saya menghormati putusan tersebut, sehingga ketika putusan tersebut dilanggar ketika bobotoh menyaksikan laga away kemarin, maka saya justru sepakat dengan sanksi 10 juta yang dijatuhkan komdis, karena disana terdapat pelanggaran yang nyata, dan tanpa penafsiran-penafsiran, dalam hal ini saya tidak menyangsikan sanksi komdis.
Tak Semata Tentang Keadilan
Putusan di dunia keadilannya hanya bersifat relatif, putusan (hukum) tak hanya mengejar keadilan semata, namun juga kepastian hukum (contoh: tak peduli alasannya: pokoknya ada flare nyala=sanksi, penonton luber=sanksi) dan juga kemanfaatan (klub lebih serius membina supporter, panpel lebih sigap koordinasi dsb)
Sebagai penutup saya ingin menceritakan kembali tentang kisah sayyidina Ali dan jubah perangnya, saat itu sayyidina Ali bin Abi Thalib dicuri jubah perangnya oleh seorang yahudi, lalu sayidina Ali pun menangkap si pencuri dan membawanya ke hakim, namun karena tak ada saksi yang melihat si yahudi ini mencuri maka hakim pun memutus bahwa si yahudi adalah pemilik jubah perang. Kemudian apa yang terjadi, sayyidina Ali sebagai orang yang paling berkuasa saat itu menerima putusan hakim walau tentu putusan itu keliru, sayyidina Ali pun menyadari dia tak memiliki saksi dan dia memilih menghormati hukum (putusan hakim) walau dirasa tak adil terlebih sayyidina Ali adalah pemimpin tertinggi saat itu… Melihat kenyataan itu bahwa pemimpin muslim paling berkuasa begitu taat pada hukum walau keliru, si yahudi justru mengaku dan mengembalikan jubah perang itu kemudian mengucap syahadat… Subhanallah
*Penulis berakun twitter @ekomaung
Pendapat yang dinyatakan dalam karya ini sepenuhnya merupakan pendapat pribadi penulis, tidak mencerminkan pendapat redaksi Simamaung.
Ingin tulisannya dimuat di sini? silahkan kirim artikelmu ke email simamaung.com@gmail.com atau redaksi@simamaung.com

Oleh: Eko Noer Kristiyanto
Sejak beberapa hari yang lalu, dunia maya (setidaknya yang saya ikuti) gaduh dengan hujatan-hujatan yang ditujukan kepada ketua komdis PSSI, seakan tak ingin ketinggalan media-media online maupun konvensional turut meramaikan isu utama dikalangan bobotoh PERSIB ini. Semua tentang sanksi yang (kembali) dijatuhkan komdis untuk keluarga besar PERSIB (inc.panpel,bobotoh). Pertanyaannya, tepatkah sanksi yang dijatuhkan oleh komdis ini? sanksi yang saya bahas kali ini terkait denda 10 juta akibat bobotoh menyaksikan laga tandang PERSIB saat dijamu Gresik United, pembatasan ini perlu karena penulis merasa insiden dan sanksi lain tak memiliki korelasi secara langsung.
Semua berawal dari sanksi sebelumnya, terkait kericuhan yang terjadi saat pertandingan persija vs PERSIB yang digelar di stadion maguwoharjo sleman tahun lalu, akibat insiden itu suporter Persib (baca:bobotoh) mendapatkan hukuman dari komdis PSSI selama 12 bulan tidak boleh mendampingi timnya saat menjalani laga tandang. Sanksi ini dianggap tak adil, berlebihan, terlalu mengada-ngada dsb, sampai tahap ini penulis sependapat dengan banyak bobotoh, penulis pun sangsi (ragu) dengan dasar dan penafsiran komdis dalam menjatuhkan sanksi (hukuman) untuk menonton laga tandang ini.
Terhadap sanksi komdis tahun lalu ini banyak bobotoh yang mengecam, menghujat, memaki, menyumpah dan menganggap remeh putusan komdis tersebut. Lalu apakah sikap-sikap itu menjadikan sanksi menjadi tidak berlaku dan meniadakan sanksi hasil putusan itu? Jawabannya tentu saja TEU NGARUH, sehingga walau banyak yang tak setuju dan mempertanyakan namun putusan komdis itu tetap berlaku mengikat. Inilah persoalannya, banyak bobotoh yang tak memahami bahwa “hukum” dalam praktik sesungguhnya adalah sebuah putusan, terlepas dari baik buruknya pertimbangan dalam mengambil putusan itu namun itu telah menjelma menjadi “hukum” dalam arti sesungguhnya sebagai suatu kesepakatan yang mengikat para pihak, dan inilah saatnya semua mematuhi walau dirasa tidak adil. Sehingga setiap pelanggaran dari putusan ini maka akan dianggap suatu tindakan keliru yang tentu saja akan logis jika mendapat sanksi akibat.
Dan itulah yang terjadi, sesuatu yang tak dapat disangkal dan nyata terjadi, bahwa ribuan bobotoh hadir dalam laga away gresik united dan komdis tak perlu memanggil para saksi untuk membuktikan hal tersebut, karena tayangan televisi pun cukup untuk dijadikan alat bukti. Dalam tahap inilah kita harus mengakui bahwa kita yang bertindak bodoh melanggar putusan (walau putusan ini dianggap buruk,tak adil dll) yang suka atau tidak suka telah bersifat mengikat.
Menghormati dan menegakan hukum dalam sepakbola
Dalam konteks sepakbola, dikenal juga “hukum” sebagai kesepakatan-kesepakatan, tak terbatas hukum dalam permainan sepakbola yang biasa disebut “rule of game” namun juga ada hukum-hukum yang berasal dari institusi berwenang dalam dunia persepakbolaan, hukum ini bersifat suatu ketetapan (beschikking) dan juga pengaturan (regelling), dan semuanya sama-sama memiliki kekuatan mengikat untuk seluruh pihak yang terlibat dalam sepakbola baik secara territorial terbatas maupun universal, contoh: aturan FIFA mengikat seluruh klub professional dan seluruh Federasi Sepakbola Negara anggota FIFA, namun aturan PSSI dan PT.LIGA mengikat klub-klub yang mengikuti kompetisi resmi di Indonesia, sedangkan jika klub Indonesia berlaga di level asia maka ada aturan main AFC (Federasi Sepakbola Asia) yang lebih utama.
Termasuk dalam institusi-institusi formil sepakbola adalah komisi disiplin yang memiliki kewenangan dalam memutus dan menjatuhkan sanksi terkait pelanggaran-pelanggaran sepakbola yang terjadi dalam yurisdiksinya. Putusannya bersifat sah, legal, mengikat dan hanya dapat digugurkan oleh putusan dari komisi banding, oleh karena itu jika ingin protes terhadap suatu putusan legal maka tempuhlah cara yang legal pula yaitu banding ke komisi banding, bukannya menghujat, memaki dsb karena jutaan sumpah serapah tak menggugurkan putusan komdis, namun satu ketukan palu di komisi banding dapat melakukannya.
Terlepas dari segala kekeliruan dalam pengambilan suatu putusan, sungguh miris rasanya ketika institusi sepakbola sebagai penegak hukum bersepakbola di negeri justru dihujat, dilecehkan, dan dimaki sedemikian rupa, sekali lagi saya tegaskan..terlepas dari segala kekhilafan, kesalahan, dan kekeliruan dalam proses pengambilan keputusan. Institusi penegak hukum sepakbola seyogyanya kita hormati termasuk juga putusannya, dan ketika putusan yang buruk dan dirasa tidak adil itu telah menjadi “hukum” maka seluruh insan sepakbola harus patuh dan taat.
Ada 3 hal yang memengaruhi penegakan hukum dalam persepakbolaan:
1. Aturan (hukum) nya itu sendiri; dalam hal ini terkait substansi aturan-aturan federasi, statuta dll. Untuk hal ini rasanya sudah baik, karena dibentuk, dibuat oleh orang-orang yang professional, paham, dan mengacu kepada prinsip-prinsip universal.
2. Penegak hukumnya/aparatnya; untuk hal ini kita masih memiliki masalah serius, wasit yang tak berkualitas, pengurus yang terindikasi suap, komdis yang terkadang tak konsisten dalam memberi putusan, contoh: pelanggaran dilakukan oleh seluruh klub/supporter namun hanya beberapa saja yang mendapat sanksi.
3. Budaya masyarakat sepakbolanya/ supporter; kita juga masih memiliki masalah, ketidaksiapan supporter dalam menerima kekalahan, pelanggaran saat menonton sepakbola (lalu-lintas, alcohol, menyogok untuk masuk), hingga tak berjiwa besar menerima putusan sanksi dari komisi disiplin sehingga cenderung menghujat, melecehkan dll.
Oleh karena itu tanggung jawab untuk menegakkan aturan pun sebenarnya ada pada kita para supporter sepakbola, maka sikap dan pandangan saya pun jelas bahwa saya tak setuju dengan sanksi menonton laga away yang dijatuhkan tahun lalu, namun ketika itu telah diputus maka saya menghormati putusan tersebut, sehingga ketika putusan tersebut dilanggar ketika bobotoh menyaksikan laga away kemarin, maka saya justru sepakat dengan sanksi 10 juta yang dijatuhkan komdis, karena disana terdapat pelanggaran yang nyata, dan tanpa penafsiran-penafsiran, dalam hal ini saya tidak menyangsikan sanksi komdis.
Tak Semata Tentang Keadilan
Putusan di dunia keadilannya hanya bersifat relatif, putusan (hukum) tak hanya mengejar keadilan semata, namun juga kepastian hukum (contoh: tak peduli alasannya: pokoknya ada flare nyala=sanksi, penonton luber=sanksi) dan juga kemanfaatan (klub lebih serius membina supporter, panpel lebih sigap koordinasi dsb)
Sebagai penutup saya ingin menceritakan kembali tentang kisah sayyidina Ali dan jubah perangnya, saat itu sayyidina Ali bin Abi Thalib dicuri jubah perangnya oleh seorang yahudi, lalu sayidina Ali pun menangkap si pencuri dan membawanya ke hakim, namun karena tak ada saksi yang melihat si yahudi ini mencuri maka hakim pun memutus bahwa si yahudi adalah pemilik jubah perang. Kemudian apa yang terjadi, sayyidina Ali sebagai orang yang paling berkuasa saat itu menerima putusan hakim walau tentu putusan itu keliru, sayyidina Ali pun menyadari dia tak memiliki saksi dan dia memilih menghormati hukum (putusan hakim) walau dirasa tak adil terlebih sayyidina Ali adalah pemimpin tertinggi saat itu… Melihat kenyataan itu bahwa pemimpin muslim paling berkuasa begitu taat pada hukum walau keliru, si yahudi justru mengaku dan mengembalikan jubah perang itu kemudian mengucap syahadat… Subhanallah
*Penulis berakun twitter @ekomaung
Pendapat yang dinyatakan dalam karya ini sepenuhnya merupakan pendapat pribadi penulis, tidak mencerminkan pendapat redaksi Simamaung.
Ingin tulisannya dimuat di sini? silahkan kirim artikelmu ke email simamaung.com@gmail.com atau redaksi@simamaung.com

nu pasti mah hukum allah urang kudu tunduk jeung taat, ngarana oge jelema nyieun hukum pasti aya titik kelemahanna, artikel anjeun terlalu berliku-liku
sanes berliku tapi teu ka otakan mereun ku didinya.
sarua jeung anjeun so intelek bahasana barijeung acakadut
semoga semua bobotoh cara berpikirnya bisa sedewasa kang eko
Asa jd dosa ath simkuring teh basa kamari make lalajo ka gresik…hampura nya sib simkuring teu apal ari bobotoh te meunang lalajo di kandang batur..eweh nu ngabejaan ath da cobi ath ie penulis mere nyaho sa acan na moal indit meren simkuring teh
teu nanaon lur nu entos mah entos weh… ayeuna mah wayahna ka kang madun teh tiasa janten bobotoh nu dewasa nu tiasa ngemutan bobotoh nu lain nu bertindak anarkis… hayu kang madun jeung sayah oge sakabeh bobotoh, urang jadikeun bobotoh sebagai supoter nu dewasa…
ARI OKNUM BOBOTOHMAH MOAL NGARTIEUN SABAB TEU SAKOLA LAMUN DI BERE NYAHO KALAH KA NGAMBEK SABAB SIEUN DI SEBUT LEUTIK BURIH…. TAAAH JELEMA KIEU NU PALING SUSAH DI BENERRKEUN…..EUWEUH DEUI CARANA KUDU DI RACUN…..ATAWA TEWAKAN TERUS BUI BARI TONG DI BERE DAHAR
sosialisasinya saja yg kurang…….jaringan bobotoh teh loba…naha atuh bisa sampe kieu………sing hade atuh bobotoh teh saling ingetan…
Sok atuh engke hayang nyaho nu datang loba teu….eta teh bobotoh persib nu teu gableg ka era jeung teu satia…..nuhun.
kapayunan urang silih ngingetkeun,meh enggal janten bobotoh nu sejati, sehati ngadukung Persib #bobotohmakemanahKalsel
sugan kapayun na bobotoh dewasa,nyantri,nyunda jeng teuing lah poho deui hehehe #bobotoh jagabaya
Keret celi urang lamun bobotoh nepi ka dewasa kabeh
Pasti angger aya wae nu kalakuanna mahiwal.. dan biasanya mereka, anu biasana merasa pang bobotoh na tea, conth : mawa flare, asup stadion teu meli tiket, nyanyi rasis, dll.
enya ngarasa pang bobotohna, padahal katingali pang kampungan nana, pang belegugna, jeung pang orowodolna ha ha ha
Aing geus teu kuat hayang nonton sepak bola jiga di liga inggris.. euweuh pageran penonton jeung lapangan teh.. Tiap corner euweuh nu babaledogan…
Hapunten aing kasar ngomongna. Keuheul soalna ka bobotoh nu kampungan…
cing ari boboth teh naon hartina atuh? teuleuman heula hartina sing jero jang..!!! karek nonton kalapang, ari rek riweuh mah nonton di imah we siga uing, gelas peupeus ge ngan dicarekan pamajikan..deuleu tah.
ari komdis teh sarua jeung wasit dilapang, sagala keputusanna sifatna mutlak teu bisa diganggu gugat. kitu oge komdis mun aya pelanggaran kudu dihukum, tah mun teu puas ajukeun banding mun ditolak urang kudu narima. inget euy tong sampe kaluar kartu merah jang persib teu pupuguh jadi degradasi gara2 penonton (beda jeung bobotoh) nu teu baraleg
Eta mun bisa mh nyanyian rasis na di kurangan,,, asa na te lagu na eta deui eta deui,,,,