Surat Untuk Bobotoh dan Manajemen
Saturday, 05 December 2015 | 11:45
“Baheulamah lain mere naon Persib ka urang, tapi urang mere naon ka Persib. Geus juara karek dibere duit.” Max Timisela, Legenda Persib.
Setelah harus kehilangan Makan Konate, Persib Bandung kembali harus kehilangan beberapa pemain pilar lainnya. Sederet pemain vital seperti Ahmad Jufriyanto, Abdul Rahman, Supardi, Ilija Spasojevic, sampai Firman Utina, mereka semua memutuskan untuk hengkang dan meninggalkan klub berjuluk Maung Bandung. Kelima pemain itu menyusul Muhammad Riwan, Shahar Ginanjar, dan Vladimir Vujovic, yang sudah terlebih dahulu meninggalkan tim.
Keraguan melanda publik sepakbola di tatar pasundan, skeptisisme pun mencuat ke permukaan. Ada apa dengan manajemen? Haruskah kita khawatir? Tunggu dulu. Untuk apa menghamba pada ketakutan? Apakah nomor di punggung lebih besar dari lambang di dada?
Kepergian pemain tidak perlu dirisaukan. Tugas manajemen dan jajaran staf kepelatihan saat ini adalah kembali menyusun skuad, sekaligus memformulasikan skema dan konsep permainan baru. Yang nantinya akan memberikan dimensi baru dan varian lain kedalam pola permainan tim. Regenerasi.
***
Konyol jika kita, selaku supporter, sekonyong-konyong khawatir. Apalagi memutuskan untuk tidak mendukung Persib lagi. Kemana kalian saat Persib membutuhkan dukungan? Cinta sejati tidak mengenal kondisi.
Toh, kepergian pemain andalan bukan hal yang baru untuk kita semua. Christian Bekamenga, Eka Ramdani, Miljan Radovic, Sergio Van Dijk, Ferdinand Sinaga, sampai yang terbaru, kepergian Makan Konate dan Vujovic, tidak perlu disikapi secara berlebihan. Ikon dan cinta sejati kita semua cuma satu: Persib Bandung.
Jika kita bisa berfikir jernih sedikit saja, gelar juara Persib di perhelatan Indonesia Super League (ISL) musim 2014 lalu adalah hasil dari perombakan skuad di musim 2013. Duet bek Persib kala itu, Maman dan Abanda, harus out. Mbida Messi, Hilton Moreira, Kenji Adachihara , sampai Sergio, mereka semua ikut terdepak dan digantikan oleh pemain baru. Pemain pelapis seperti Aang Suparman, Airlangga Sucipto, sampai Asri Akbar pun harus ikut meninggalkan tim.
Amunisi anyar pun berdatangan. Vladimir Vujovic, Ahmad Jufriyanto, dan Abdul Rahman, didatangkan untuk mempersolid lini belakang. Makan Konate, yang sebelumnya diragukan, menjadi ruh dan jendral baru di lapangan tengah. Belum lagi kinerja apik Taufiq, yang selalu hadir ketika tim membutuhkan bantuannya. Frank De Boer, pelatih Ajax Amsterdam, sampai mengangkat topi untuk permainan elegan pemain bernomor punggung 8 tersebut kala Persib bersua Ajax dipertengahan musim lalu.
Coulibaly Djibril, Ferdinand Sinaga, dan Tantan, mengisi tiga slot di lini depan. Coulibaly? Saya tahu dia mendadak medioker ketika berbaju Persib. Tetapi peduli setan, toh ia mampu menghadirkan gelar juara liga yang sudah lama tak singgah dikota Bandung. Sesuatu hal yang tidak bisa dilakukan oleh Eka, Radovic, dan Sergio sekalipun. Apresiasi tetap harus kita berikan. Ferdinand? Ah, sudahlah.
Bagaimana Proyeksi Skuad Persib Musim Depan?
Kini, tugas Djajang Nurjaman dan para staf pelatih lainnya adalah merenungkan 2 hal paling esensial yang selama ini dilupakan: Regenerasi dan jam terbang pemain binaan.
Apa sebab? Begini, siklus sebuah tim juara akan bisa terus berkembang ketika komposisi skuad yang ada dihuni oleh banyak pemain muda. Dengan kata lain, Persib bisa terus memanen trofi dengan skuad yang terus berkembang setiap musimnya. Berbeda jika barisan skuad yang ada, dihuni oleh pemain-pemain yang tua secara umur. Meskipun hal tersebut adalah relatif.
Kita ambil contoh, pemain yang selama ini dijadikan tumpuan, seperti Supardi, Haji Ridwan, dan Firman, adalah pemain yang berkategori uzur secara usia. Pengalaman dan jam terbang memang diperlukan sebuah tim, tapi ya jangan berlebihan. Presentase nya harus seimbang, berapa pemain muda, berapa pemain veteran, dan berapa pemain yang sedang memasuki usia emas.
Bayangkan, ketergantungan tim berada di pundak pemain-pemain yang hanya bisa memperkuat tim selama 3 musim saja. Tak lebih. Kenapa tidak menggunakan pemain yang lebih segar dan muda secara umur? Untuk sekadar contoh, anggaplah Persib merekrut Evan Dimas dan beberapa pemain Garuda Muda lainnya.
Mereka akan terus berkembang setiap musimnya, Persib pun tidak perlu risau untuk cepat-cepat mencari pengganti. Jika pun pergi, manajemen harus sadar bahwa sudah sepatutnya pemain muda diberikan kontrak jangka panjang. Dengan begitu, tim tidak akan terlalu merugi. Uang transfer bisa digunakan untuk membeli kembali pemain baru yang memiliki kualitas sepadan.
Akan konyol jika saya hanya berhipotesa tanpa memberikan solusi. Saya harap Persib bisa bergerak cepat untuk kembali membangun fondasi skuad. Pengganti Supardi haruslah bek sayap cepat. David Laly, yang sempat diisukan membela Persib, bisa dipertimbangkan. Putu Gede ataupun Alfin Tuassalamony bisa dijadikan opsi lain. Memulangkan Wildansyah pun bukan hal yang harus dikhawatirkan, karena Wildan sudah lebih matang sekarang.
Jika Vujovic bersedia untuk kembali, saya rasa pengalaman dan cv mengkilapnya masih akan banyak membantu tim. Apalagi jika memang ada rencana untuk melakukan regenerasi. Pemain berpengalaman harus tetap ada.
Pengganti Jufriyanto dan Abdul Rahman, yang notabene adalah pemain lokal, akan lebih baik jika diisi oleh pemain muda. Seperti Hansamu Yama, atau jika ingin yang sedikit lebih berpengalaman, Fachrudin Wahyudi Aryanto.
Evan Dimas bisa masuk menggantikan Firman. Secara prospek dan sumbangsih, pemain yang sempat mengenyam pengalaman bersama La Masia di Barcelona tersebut bisa menghadirkan dimensi baru di lini tengah. Ditemani sesosok pemain asing idaman sebagai playmaker, yang saya yakin PT.PBB punya banyak uang untuk merekrut pemain top di posisi tersebut.
Hanya saja, Persib harus membayar transfer fee kepada Surabaya United yang baru lahir di tahun 2015 itu, karena kontrak Evan sendiri masih tersisa 2 tahun lagi. Jika memang sulit dan manajemen enggan mengeluarkan uang lebih, Persib bisa mendatangkan kembali Eka Ramdani.
Kendati sempat menuai kontroversi, peran dan pengalamannya akan mampu membuat Gian Zola atau Hanif Sjahbandi, yang notabene adalah pemain diklat, berkembang pesat. Coba tanya siapa idola Zola? Jawabannya adalah Eka, Atep dan Paul Scholes.
Artinya jelas, sosok Eka masih menjadi inspirasi dan sumber motivasi untuk mayoritas pemain asli Bandung dan Jawa Barat saat ini.
Diposisi winger, Persib bisa mendatangkan pemain sayap murni yang memang masuk dalam kriteria Djanur selama ini. Bayu Gatra Sanggiawan, Wawan Febriyanto, ataupun Andik Vermansyah, yang notabene adalah sahabat karib Taufiq, bisa didatangkan. Dengan begitu, Persib akan memiliki tim berkualitas, yang bukan hanya memiliki kualitas. Melainkan juga memiliki prospek untuk terus berkembang, karena usia mereka yang masih relatif muda.
Optimasi Maung Ngora
Dengan kepergian Konate, Gian Zola, atau bahkan Hanif Sjahbandi bisa mulai menunjukan tajinya. Secara prospek, kedua pemain diklat itu memiliki masa depan yang cerah.
Sebuah kebanggaan jika Persib bisa melahirkan Yusuf Bachtiar, Adjat Sudrajat, atau pun pemain-pemain leheun lainnya.
Hanif Sjahbandi dapat memerankan peran Hariono versi lebih modern. Kendati sudah mengalami evolusi dengan bermain sedikit ber-tekhnik, keserampangan Hariono masih sering terlihat. Mas Gondronk masih sering melancarkan tekel-tekel terlambat. Bahkan cenderung brutal. Tapi gakpapa lah, buat mz gondronk 24 apa sih yang nggak?
Sjahbandi, yang sempat mengenyam pengalaman bersama akademi Manchester United itu, dapat memutus alur serangan lawan, didampingi satu pemain lain sebagai deep-lying playmaker seperti Dedi ataupun Taufiq. Sekali lagi, bonus jika Persib mampu merekrut Evan Dimas.
Pemain yang kini berbaju Surabaya United tersebut adalah “pemain idaman” jika Persib memang ingin mengoptimasi Hanif Sjahbandi di posisi gelandang bertahan. Tendangan keras nan terukurnya dari luar kotak pinalti juga mampu dijadikan alternatif jika serangan Persib buntu.
Sedangkan Gian Zola, sebenarnya juga mampu mengisi peran deep-lying playmaker. Saya sempat mendengar langsung dari kang Zen Rs, salah satu Bobotoh yang pemikirannya jadi rujukan banyak orang, bahwa Zola terkadang terlalu santai dan kurang agresif. Umpan-umpannya pun lebih ke presisi, alih-alih spekulasi yang dapat membelah koordinasi lini pertahanan lawan.
Kecepatan yang dimiliki Zola adalah nilai plus lainnya. Ia mampu melepaskan diri dari penjagaan lawan, selain itu, agresifitas dan determinasi tinggi khas pemain muda dapat ia gunakan sebagai nilai tambah. Jika ingin memasang Sjahbandi dan Zola secara bersamaan, tentu kekurangan yang ada adalah jam terbang. Tapi, saya kira tidak masalah. Apalagi jika Persib sudah menemukan seorang pemain top di posisi gelandang serang.

Untuk manajemen, saya kira momen saat ini adalah kesempatan untuk melakukan semacam introspeksi. Bahwa pembinaan pemain muda itu penting, jika pun ingin merekrut pemain bintang, rekrut lah pemain yang setidaknya masih berusia tidak terlalu tua. Agar siklus yang dibangun bisa melahirkan kontinuitas dan kesinambungan untuk kedepannya.
Sedangkan untuk Bobotoh, mungkin skuad Persib akan kembali dari nol. Dan hal tersebut bisa dipastikan membutuhkan proses. Kita sudah juara, percayakan saja ke manajemen dan jajaran staf kepelatihan untuk sesegera mungkin melakukan revolusi skuad.
Semoga dengan kekuatan Persib yang baru, ditambah dukungan dan loyalitas dari supporternya, tim yang juga sudah jadi identitas orang Sunda dan Jawa Barat tersebut bisa kembali melahirkan banyak prestasi. Jika tidak, tetaplah berdiri dibelakang tim kesayangan kita semua.
Karena mendukung saat tim kita sedang berjaya adalah hal yang biasa. Kalaupun Persib harus kembali dari nol, tidak ada alasan untuk beranjak pergi, apalagi merelakan dengan ikhlas harga diri Jawa Barat dan Sunda terinjak-injak.
Nikmati proses yang ada. Toh tanpa pemain besar pun, Persib tetap besar. Tanpa dibesarkan media, Persib tetap besar.
Ditulis oleh salah satu kru Persiblosophy, berakun twitter: @hafizadingrh
Ingin curhat atau punya tulisan menarik tentang Persib? Bobotoh bisa mengirim tulisan ke simamaung.com@gmail.com, minimal 1 halaman Microsoft Word. Nuhun.

“Baheulamah lain mere naon Persib ka urang, tapi urang mere naon ka Persib. Geus juara karek dibere duit.” Max Timisela, Legenda Persib.
Setelah harus kehilangan Makan Konate, Persib Bandung kembali harus kehilangan beberapa pemain pilar lainnya. Sederet pemain vital seperti Ahmad Jufriyanto, Abdul Rahman, Supardi, Ilija Spasojevic, sampai Firman Utina, mereka semua memutuskan untuk hengkang dan meninggalkan klub berjuluk Maung Bandung. Kelima pemain itu menyusul Muhammad Riwan, Shahar Ginanjar, dan Vladimir Vujovic, yang sudah terlebih dahulu meninggalkan tim.
Keraguan melanda publik sepakbola di tatar pasundan, skeptisisme pun mencuat ke permukaan. Ada apa dengan manajemen? Haruskah kita khawatir? Tunggu dulu. Untuk apa menghamba pada ketakutan? Apakah nomor di punggung lebih besar dari lambang di dada?
Kepergian pemain tidak perlu dirisaukan. Tugas manajemen dan jajaran staf kepelatihan saat ini adalah kembali menyusun skuad, sekaligus memformulasikan skema dan konsep permainan baru. Yang nantinya akan memberikan dimensi baru dan varian lain kedalam pola permainan tim. Regenerasi.
***
Konyol jika kita, selaku supporter, sekonyong-konyong khawatir. Apalagi memutuskan untuk tidak mendukung Persib lagi. Kemana kalian saat Persib membutuhkan dukungan? Cinta sejati tidak mengenal kondisi.
Toh, kepergian pemain andalan bukan hal yang baru untuk kita semua. Christian Bekamenga, Eka Ramdani, Miljan Radovic, Sergio Van Dijk, Ferdinand Sinaga, sampai yang terbaru, kepergian Makan Konate dan Vujovic, tidak perlu disikapi secara berlebihan. Ikon dan cinta sejati kita semua cuma satu: Persib Bandung.
Jika kita bisa berfikir jernih sedikit saja, gelar juara Persib di perhelatan Indonesia Super League (ISL) musim 2014 lalu adalah hasil dari perombakan skuad di musim 2013. Duet bek Persib kala itu, Maman dan Abanda, harus out. Mbida Messi, Hilton Moreira, Kenji Adachihara , sampai Sergio, mereka semua ikut terdepak dan digantikan oleh pemain baru. Pemain pelapis seperti Aang Suparman, Airlangga Sucipto, sampai Asri Akbar pun harus ikut meninggalkan tim.
Amunisi anyar pun berdatangan. Vladimir Vujovic, Ahmad Jufriyanto, dan Abdul Rahman, didatangkan untuk mempersolid lini belakang. Makan Konate, yang sebelumnya diragukan, menjadi ruh dan jendral baru di lapangan tengah. Belum lagi kinerja apik Taufiq, yang selalu hadir ketika tim membutuhkan bantuannya. Frank De Boer, pelatih Ajax Amsterdam, sampai mengangkat topi untuk permainan elegan pemain bernomor punggung 8 tersebut kala Persib bersua Ajax dipertengahan musim lalu.
Coulibaly Djibril, Ferdinand Sinaga, dan Tantan, mengisi tiga slot di lini depan. Coulibaly? Saya tahu dia mendadak medioker ketika berbaju Persib. Tetapi peduli setan, toh ia mampu menghadirkan gelar juara liga yang sudah lama tak singgah dikota Bandung. Sesuatu hal yang tidak bisa dilakukan oleh Eka, Radovic, dan Sergio sekalipun. Apresiasi tetap harus kita berikan. Ferdinand? Ah, sudahlah.
Bagaimana Proyeksi Skuad Persib Musim Depan?
Kini, tugas Djajang Nurjaman dan para staf pelatih lainnya adalah merenungkan 2 hal paling esensial yang selama ini dilupakan: Regenerasi dan jam terbang pemain binaan.
Apa sebab? Begini, siklus sebuah tim juara akan bisa terus berkembang ketika komposisi skuad yang ada dihuni oleh banyak pemain muda. Dengan kata lain, Persib bisa terus memanen trofi dengan skuad yang terus berkembang setiap musimnya. Berbeda jika barisan skuad yang ada, dihuni oleh pemain-pemain yang tua secara umur. Meskipun hal tersebut adalah relatif.
Kita ambil contoh, pemain yang selama ini dijadikan tumpuan, seperti Supardi, Haji Ridwan, dan Firman, adalah pemain yang berkategori uzur secara usia. Pengalaman dan jam terbang memang diperlukan sebuah tim, tapi ya jangan berlebihan. Presentase nya harus seimbang, berapa pemain muda, berapa pemain veteran, dan berapa pemain yang sedang memasuki usia emas.
Bayangkan, ketergantungan tim berada di pundak pemain-pemain yang hanya bisa memperkuat tim selama 3 musim saja. Tak lebih. Kenapa tidak menggunakan pemain yang lebih segar dan muda secara umur? Untuk sekadar contoh, anggaplah Persib merekrut Evan Dimas dan beberapa pemain Garuda Muda lainnya.
Mereka akan terus berkembang setiap musimnya, Persib pun tidak perlu risau untuk cepat-cepat mencari pengganti. Jika pun pergi, manajemen harus sadar bahwa sudah sepatutnya pemain muda diberikan kontrak jangka panjang. Dengan begitu, tim tidak akan terlalu merugi. Uang transfer bisa digunakan untuk membeli kembali pemain baru yang memiliki kualitas sepadan.
Akan konyol jika saya hanya berhipotesa tanpa memberikan solusi. Saya harap Persib bisa bergerak cepat untuk kembali membangun fondasi skuad. Pengganti Supardi haruslah bek sayap cepat. David Laly, yang sempat diisukan membela Persib, bisa dipertimbangkan. Putu Gede ataupun Alfin Tuassalamony bisa dijadikan opsi lain. Memulangkan Wildansyah pun bukan hal yang harus dikhawatirkan, karena Wildan sudah lebih matang sekarang.
Jika Vujovic bersedia untuk kembali, saya rasa pengalaman dan cv mengkilapnya masih akan banyak membantu tim. Apalagi jika memang ada rencana untuk melakukan regenerasi. Pemain berpengalaman harus tetap ada.
Pengganti Jufriyanto dan Abdul Rahman, yang notabene adalah pemain lokal, akan lebih baik jika diisi oleh pemain muda. Seperti Hansamu Yama, atau jika ingin yang sedikit lebih berpengalaman, Fachrudin Wahyudi Aryanto.
Evan Dimas bisa masuk menggantikan Firman. Secara prospek dan sumbangsih, pemain yang sempat mengenyam pengalaman bersama La Masia di Barcelona tersebut bisa menghadirkan dimensi baru di lini tengah. Ditemani sesosok pemain asing idaman sebagai playmaker, yang saya yakin PT.PBB punya banyak uang untuk merekrut pemain top di posisi tersebut.
Hanya saja, Persib harus membayar transfer fee kepada Surabaya United yang baru lahir di tahun 2015 itu, karena kontrak Evan sendiri masih tersisa 2 tahun lagi. Jika memang sulit dan manajemen enggan mengeluarkan uang lebih, Persib bisa mendatangkan kembali Eka Ramdani.
Kendati sempat menuai kontroversi, peran dan pengalamannya akan mampu membuat Gian Zola atau Hanif Sjahbandi, yang notabene adalah pemain diklat, berkembang pesat. Coba tanya siapa idola Zola? Jawabannya adalah Eka, Atep dan Paul Scholes.
Artinya jelas, sosok Eka masih menjadi inspirasi dan sumber motivasi untuk mayoritas pemain asli Bandung dan Jawa Barat saat ini.
Diposisi winger, Persib bisa mendatangkan pemain sayap murni yang memang masuk dalam kriteria Djanur selama ini. Bayu Gatra Sanggiawan, Wawan Febriyanto, ataupun Andik Vermansyah, yang notabene adalah sahabat karib Taufiq, bisa didatangkan. Dengan begitu, Persib akan memiliki tim berkualitas, yang bukan hanya memiliki kualitas. Melainkan juga memiliki prospek untuk terus berkembang, karena usia mereka yang masih relatif muda.
Optimasi Maung Ngora
Dengan kepergian Konate, Gian Zola, atau bahkan Hanif Sjahbandi bisa mulai menunjukan tajinya. Secara prospek, kedua pemain diklat itu memiliki masa depan yang cerah.
Sebuah kebanggaan jika Persib bisa melahirkan Yusuf Bachtiar, Adjat Sudrajat, atau pun pemain-pemain leheun lainnya.
Hanif Sjahbandi dapat memerankan peran Hariono versi lebih modern. Kendati sudah mengalami evolusi dengan bermain sedikit ber-tekhnik, keserampangan Hariono masih sering terlihat. Mas Gondronk masih sering melancarkan tekel-tekel terlambat. Bahkan cenderung brutal. Tapi gakpapa lah, buat mz gondronk 24 apa sih yang nggak?
Sjahbandi, yang sempat mengenyam pengalaman bersama akademi Manchester United itu, dapat memutus alur serangan lawan, didampingi satu pemain lain sebagai deep-lying playmaker seperti Dedi ataupun Taufiq. Sekali lagi, bonus jika Persib mampu merekrut Evan Dimas.
Pemain yang kini berbaju Surabaya United tersebut adalah “pemain idaman” jika Persib memang ingin mengoptimasi Hanif Sjahbandi di posisi gelandang bertahan. Tendangan keras nan terukurnya dari luar kotak pinalti juga mampu dijadikan alternatif jika serangan Persib buntu.
Sedangkan Gian Zola, sebenarnya juga mampu mengisi peran deep-lying playmaker. Saya sempat mendengar langsung dari kang Zen Rs, salah satu Bobotoh yang pemikirannya jadi rujukan banyak orang, bahwa Zola terkadang terlalu santai dan kurang agresif. Umpan-umpannya pun lebih ke presisi, alih-alih spekulasi yang dapat membelah koordinasi lini pertahanan lawan.
Kecepatan yang dimiliki Zola adalah nilai plus lainnya. Ia mampu melepaskan diri dari penjagaan lawan, selain itu, agresifitas dan determinasi tinggi khas pemain muda dapat ia gunakan sebagai nilai tambah. Jika ingin memasang Sjahbandi dan Zola secara bersamaan, tentu kekurangan yang ada adalah jam terbang. Tapi, saya kira tidak masalah. Apalagi jika Persib sudah menemukan seorang pemain top di posisi gelandang serang.
Untuk manajemen, saya kira momen saat ini adalah kesempatan untuk melakukan semacam introspeksi. Bahwa pembinaan pemain muda itu penting, jika pun ingin merekrut pemain bintang, rekrut lah pemain yang setidaknya masih berusia tidak terlalu tua. Agar siklus yang dibangun bisa melahirkan kontinuitas dan kesinambungan untuk kedepannya.
Sedangkan untuk Bobotoh, mungkin skuad Persib akan kembali dari nol. Dan hal tersebut bisa dipastikan membutuhkan proses. Kita sudah juara, percayakan saja ke manajemen dan jajaran staf kepelatihan untuk sesegera mungkin melakukan revolusi skuad.
Semoga dengan kekuatan Persib yang baru, ditambah dukungan dan loyalitas dari supporternya, tim yang juga sudah jadi identitas orang Sunda dan Jawa Barat tersebut bisa kembali melahirkan banyak prestasi. Jika tidak, tetaplah berdiri dibelakang tim kesayangan kita semua.
Karena mendukung saat tim kita sedang berjaya adalah hal yang biasa. Kalaupun Persib harus kembali dari nol, tidak ada alasan untuk beranjak pergi, apalagi merelakan dengan ikhlas harga diri Jawa Barat dan Sunda terinjak-injak.
Nikmati proses yang ada. Toh tanpa pemain besar pun, Persib tetap besar. Tanpa dibesarkan media, Persib tetap besar.
Ditulis oleh salah satu kru Persiblosophy, berakun twitter: @hafizadingrh
Ingin curhat atau punya tulisan menarik tentang Persib? Bobotoh bisa mengirim tulisan ke simamaung.com@gmail.com, minimal 1 halaman Microsoft Word. Nuhun.

Yup ada david lali,rahmat hidayat,kim kurniawan,andik firmansyah,hanif,dan sudah pasti evan dimas , dibawah mistar deden
lagu lama manajemen persib mah…..
saya faham dgn ulasan di atas
Sangat setuju, seandainya Persib mampu juara dgn pemain asli sunda, dgn penuh kenyakinan Persib akan ditakuti semua lawannya