Timnas Homeless World Cup 2013 Berbagi Cerita Seru
Thursday, 22 August 2013 | 12:48Usai sudah gelaran Homeless World Cup 2013 yang dilaksanakan selama seminggu di Poznan, Polandia. Tim Nasional Indonesia sudah kembali ke tanah air. Mereka pulang membawa seribu cerita. Dari saat merayakan lebaran dan 17-an di negeri orang, sampai bagaimana tim ini meninggalkan kesan yang baik bagi orang-orang disana.
Kisah-kisah ini mereka ceritakan saat acara Temu Media Tim Nasional Homeless World Cup 2013 di markas Rumah Cemara, jalan Gegerkalong Girang, Bandung, hari Rabu (21/8) sore. Berikut cerita seru mereka:
I Wayan Arya Renawa (Bali)
“Pengalaman yang sangat berharga buat kami. Bukan hanya masalah teknik sepak bola yang saya dapatkan tapi juga ikatan kekeluargaan yang sangat erat.
Terus buat pergi ke Polandia ini seperti mimpi kenyataan. Sebagai duta bangsa bawa nama negara yang pernah saya kubur dalam-dalam sebelum saya kenal LOC (League of Change). Saya bangga, untuk keluarga, daerah dan bangsa.
Saya sempat terharu ketika Indonesia Raya didengarkan disana. Kita sebagai kaum yang termarjinalkan menyanyikan itu di eropa. Sehingga dapat motivasi dan menularkan kepada yang lain.
Dengan segala keterbatasannya kita dapat melakukannya di negara orang. Kita dapat dukungan banyak sekali disana. Mulai dari masyarakat, security, tukang buah, Banyak.
Saya merasa bangga jadi orang Indonesia.”
Dimas Saputra Ramadan (Jawa Timur)
“Pengalaman ini diluar dugaan, diluar mimpi. Menyenangkan semua. Menang, bahkan kalahpun tetap menyenangkan.
Ada wasit yang memberikan peluit, kartu dan bajunya buat saya. Dia bilang saya pemain favoritnya. Dia bilang tim Indonesia luar biasa, setiap kalah tetap tersenyum.
Ya, Jauh-jauh dari Indonesia kesana ngapain bersedih. Hahaha.”
Ahmad Faizin (Jawa Tengah)
“Terima kasih atas doa masyarakat untuk tim.
Sejak kecil saya memang senang bermain bola. 1 ½ musim pernah main untuk Persijap junior.
Ini pengalaman pertama. Saya baru tau main street soccer ini ya di Bandung. Dan cita-cita saya dari kecil ingin menjadi pemain timnas. Alhamdulillah tercapai walau ini bukan lapangan besar. Ini pengalaman yang tidak akan terlupakan selama hidup.
Prosesnya itu yang harus kita banggakan. Dari awal pembentukan tim, dari proses pembentukan karakter oleh Wanadri sampai bisa main di Polandia.
Gol pertama lawan Argentina, juga gol terakhir lawan Polandia, tidak bisa saya lupakan.”
Ujang Yakub (Jawa Barat)
“Hari pertama dateng disambut kedubes trus kita makan ketupat karena hari itu pas lebaran. Besoknya saya bagun tidur ternyata jempol bengkak. Setelah tanya-tanya katanya digigit serangga. Saya sempat dibawa ke dokter, dia menyarankan untuk datang lagi besoknya untuk tes urin, tapi dari pihak kedubes menjelaskan bahwa kita besok harus ke Poznan. Lalu saya dikasih obat dan disarankan untuk tidak boleh bermain.
Tapi pas sampe Poznan saya memaksakan main dan sampai akhir untung tidak apa-apa.
Masyarakat sana, pas tim lain pulang ga ada yang nangis tapi ketika tim Indonesia pamit pulang banyak yang nangis. LO Irlandia pas kita ngomong kita mau pulang dia nangis. Itulah mungkin karena kita bisa diterima disana.”
Ricky Irawan (Jawa Barat)
“Sesampainya di Warsawa, kita dijemput oleh kedubes dan dibawa ke wisma. Disana kita merasa lebaran karena banyak orang Indonesia dan orang Polandia berkumpul. Kita semua ngobrol pake bahasa Indonesia. Makanan dari ketupat sampai rendang juga ada.
Kita bersukur pihak kedubes disana selalu support kita. Pertandingan pertama Pak Dubes juga menyempatkan waktu menonton kita.
Waktu pas tanggal 17 kita sudah berencana membuat permainan khas 17-an tapi cuaca disana berubah-ubah, kadang dingin banget kadang panas banget jadi rencana tersebut tidak bisa dilaksanakan.
Tapi pas tanggal 17 itu kita tetap ada penghormatan terhadap merah putih dan menyanyikan Indonesia Raya dari locker room sampai ke lapang. Terus pulangnya juga sama. Kita nyanyi sambil bawa spanduk dengan tulisan dirgayahu tapi tulisannya gimana saya kurang ngerti soalnya pake bahasa inggris.
Untuk perubahan diri setelah melewati turnamen ini pastinya banyak. Pasti ada entah dari dalam diri saya sendiri, dari perilaku sehari-hari, dari masalah pola hidup, pasti akan ada perubahannya.”
Bonsu Hasibuan (Pelatih)
“Bercerita tentang pengalaman tim. Ini pertama kali saya jadi pelatih di Homeless World Cup.
Poin yang saya dapat adalah nilai-nilai dari tim ini. Saya patut bangga pada saya sendiri dimana tim ini bukan dilihat hanya dari permainan sepak bola tetapi lebih dari itu. Secara pribadi saya dapat ucapan selamat dari pelatih tim-tim lain. Walau kita tidak juara tapi mereka memberi apresiasi yang tinggi untuk tim ini.
Mereka bilang bahwa kamu telah berhasil, bukan karena juara tapi untuk membuat tim ini tetap tersenyum walau menang atau kalah. Itu adalah kebanggan untuk saya lebih melebihi kebanggaan untuk juara.
Tim ini luar biasa. Apapun hasilnya kalau tim bisa tersenyum itu dapat membawa hal-hal yang baik ke negara lain. Mereka ini sampai kebanjiran fans. Karena mereka dianggap bisa memberi warna lain pada Homeless World Cup.
Ada 6 orang yang bagus bahasa Inggris. Mereka mampu berkomunikasi dengan baik dengan orang disana. Mereka bisa sharing pengalaman kepada negara lain bagaimana kehidupan di Indonesia.
Saya bangga ke tim ini bukan semata tentang prestasi tapi nilai hidup mereka yang jadi nilai plus dimata orang lain.
Bahkan ada kiper Afrika Selatan yang pengen diadopsi ke indonesia karena melihat semangat kekeluargaan di tim ini.”

Usai sudah gelaran Homeless World Cup 2013 yang dilaksanakan selama seminggu di Poznan, Polandia. Tim Nasional Indonesia sudah kembali ke tanah air. Mereka pulang membawa seribu cerita. Dari saat merayakan lebaran dan 17-an di negeri orang, sampai bagaimana tim ini meninggalkan kesan yang baik bagi orang-orang disana.
Kisah-kisah ini mereka ceritakan saat acara Temu Media Tim Nasional Homeless World Cup 2013 di markas Rumah Cemara, jalan Gegerkalong Girang, Bandung, hari Rabu (21/8) sore. Berikut cerita seru mereka:
I Wayan Arya Renawa (Bali)
“Pengalaman yang sangat berharga buat kami. Bukan hanya masalah teknik sepak bola yang saya dapatkan tapi juga ikatan kekeluargaan yang sangat erat.
Terus buat pergi ke Polandia ini seperti mimpi kenyataan. Sebagai duta bangsa bawa nama negara yang pernah saya kubur dalam-dalam sebelum saya kenal LOC (League of Change). Saya bangga, untuk keluarga, daerah dan bangsa.
Saya sempat terharu ketika Indonesia Raya didengarkan disana. Kita sebagai kaum yang termarjinalkan menyanyikan itu di eropa. Sehingga dapat motivasi dan menularkan kepada yang lain.
Dengan segala keterbatasannya kita dapat melakukannya di negara orang. Kita dapat dukungan banyak sekali disana. Mulai dari masyarakat, security, tukang buah, Banyak.
Saya merasa bangga jadi orang Indonesia.”
Dimas Saputra Ramadan (Jawa Timur)
“Pengalaman ini diluar dugaan, diluar mimpi. Menyenangkan semua. Menang, bahkan kalahpun tetap menyenangkan.
Ada wasit yang memberikan peluit, kartu dan bajunya buat saya. Dia bilang saya pemain favoritnya. Dia bilang tim Indonesia luar biasa, setiap kalah tetap tersenyum.
Ya, Jauh-jauh dari Indonesia kesana ngapain bersedih. Hahaha.”
Ahmad Faizin (Jawa Tengah)
“Terima kasih atas doa masyarakat untuk tim.
Sejak kecil saya memang senang bermain bola. 1 ½ musim pernah main untuk Persijap junior.
Ini pengalaman pertama. Saya baru tau main street soccer ini ya di Bandung. Dan cita-cita saya dari kecil ingin menjadi pemain timnas. Alhamdulillah tercapai walau ini bukan lapangan besar. Ini pengalaman yang tidak akan terlupakan selama hidup.
Prosesnya itu yang harus kita banggakan. Dari awal pembentukan tim, dari proses pembentukan karakter oleh Wanadri sampai bisa main di Polandia.
Gol pertama lawan Argentina, juga gol terakhir lawan Polandia, tidak bisa saya lupakan.”
Ujang Yakub (Jawa Barat)
“Hari pertama dateng disambut kedubes trus kita makan ketupat karena hari itu pas lebaran. Besoknya saya bagun tidur ternyata jempol bengkak. Setelah tanya-tanya katanya digigit serangga. Saya sempat dibawa ke dokter, dia menyarankan untuk datang lagi besoknya untuk tes urin, tapi dari pihak kedubes menjelaskan bahwa kita besok harus ke Poznan. Lalu saya dikasih obat dan disarankan untuk tidak boleh bermain.
Tapi pas sampe Poznan saya memaksakan main dan sampai akhir untung tidak apa-apa.
Masyarakat sana, pas tim lain pulang ga ada yang nangis tapi ketika tim Indonesia pamit pulang banyak yang nangis. LO Irlandia pas kita ngomong kita mau pulang dia nangis. Itulah mungkin karena kita bisa diterima disana.”
Ricky Irawan (Jawa Barat)
“Sesampainya di Warsawa, kita dijemput oleh kedubes dan dibawa ke wisma. Disana kita merasa lebaran karena banyak orang Indonesia dan orang Polandia berkumpul. Kita semua ngobrol pake bahasa Indonesia. Makanan dari ketupat sampai rendang juga ada.
Kita bersukur pihak kedubes disana selalu support kita. Pertandingan pertama Pak Dubes juga menyempatkan waktu menonton kita.
Waktu pas tanggal 17 kita sudah berencana membuat permainan khas 17-an tapi cuaca disana berubah-ubah, kadang dingin banget kadang panas banget jadi rencana tersebut tidak bisa dilaksanakan.
Tapi pas tanggal 17 itu kita tetap ada penghormatan terhadap merah putih dan menyanyikan Indonesia Raya dari locker room sampai ke lapang. Terus pulangnya juga sama. Kita nyanyi sambil bawa spanduk dengan tulisan dirgayahu tapi tulisannya gimana saya kurang ngerti soalnya pake bahasa inggris.
Untuk perubahan diri setelah melewati turnamen ini pastinya banyak. Pasti ada entah dari dalam diri saya sendiri, dari perilaku sehari-hari, dari masalah pola hidup, pasti akan ada perubahannya.”
Bonsu Hasibuan (Pelatih)
“Bercerita tentang pengalaman tim. Ini pertama kali saya jadi pelatih di Homeless World Cup.
Poin yang saya dapat adalah nilai-nilai dari tim ini. Saya patut bangga pada saya sendiri dimana tim ini bukan dilihat hanya dari permainan sepak bola tetapi lebih dari itu. Secara pribadi saya dapat ucapan selamat dari pelatih tim-tim lain. Walau kita tidak juara tapi mereka memberi apresiasi yang tinggi untuk tim ini.
Mereka bilang bahwa kamu telah berhasil, bukan karena juara tapi untuk membuat tim ini tetap tersenyum walau menang atau kalah. Itu adalah kebanggan untuk saya lebih melebihi kebanggaan untuk juara.
Tim ini luar biasa. Apapun hasilnya kalau tim bisa tersenyum itu dapat membawa hal-hal yang baik ke negara lain. Mereka ini sampai kebanjiran fans. Karena mereka dianggap bisa memberi warna lain pada Homeless World Cup.
Ada 6 orang yang bagus bahasa Inggris. Mereka mampu berkomunikasi dengan baik dengan orang disana. Mereka bisa sharing pengalaman kepada negara lain bagaimana kehidupan di Indonesia.
Saya bangga ke tim ini bukan semata tentang prestasi tapi nilai hidup mereka yang jadi nilai plus dimata orang lain.
Bahkan ada kiper Afrika Selatan yang pengen diadopsi ke indonesia karena melihat semangat kekeluargaan di tim ini.”

Pingback: Timnas Homeless World Cup 2013 Berbagi Cerita Seru | Infobandung Network | Berita dan Informasi Kota Bandung
luar biasa…lanjutkan..:)
Sebagai anak bangsa saya bangga dengan team ini, bukan hasil yg kita lihat tapi hikmah dg segala keterbatasan tapi mampu membawa decak kagum negara-negara peserta lain dengan team Indonesia. Selamat bagi team homeless
yahhhh..
kekeluargaan itu yang akan membuat kita semangat untuk melangkah dan melakukan apapun..