Sebuah Kebahagiaan Bersama Bus 3
Wednesday, 19 November 2014 | 11:55
Disaat yang di Bandung hanya dapat BERPESTA. Disaat rombongan lain hanya dapat menajadi saksi JUARA. Tapi saya mendapatkan SAUDARA, GELAR JUARA DAN JUGA PESTA PORA.
Cerita ini dimulai saat pembagian bus rombongan tour Palembang di lapangan Gasibu kala itu. Saya hanya bertiga bersama dua teman saya pergi ke Palembang dan kebagian bus nomor 3. Namun bus ini bukan hanya bus 3 tapi bus ini yg mempertemukan saya dan juga saudara-saudara baru saya. Mulai dari Gasibu bus ini sudah ramai dan sudah nge-chants bersama disaat kupandang bus lain hanya duduk dan mengobrol saja tidak saling bertegur sapa. Masih ingat kala itu koordinator bus kita ada dua orang kami memanggil mereka “KM” semacam sebutan ketua kelas saat zaman sekolah.
Saat kita pergi dari Gasibu kami tak lupa meminta si KM untuk memimpin doa. Kita sepakat berdoa dahulu sebelum kita bertolak ke Palembang. Doanya lupa-lupa ingat namun ada sebuah kalimat yg dapat mempersatukan kita kala itu yaitu “Sanajan arurang teu kenal, sanajan arurang lain dulur tapi ayeuna urang jadi dulur! Sarua ngadukung Persib, sarua resep ka Persib ! Hayu ngadoa meh Persib juara” yg dibalas dengan teriakan “JUARAAA!” oleh para rombongan kala itu.

PERJUANGAN DIMULAI!
Suasana dalam bus cukup nyaman dan meriah karna kita dapat saling mengenal dan bercanda dgn cepat. Namun, semua berubah saat kita mau memasuki wilayah Jakarta. Walaupun kita tidak berniat apa-apa di kota “mereka” namun perasaan was-was tetap hinggap diperasaan kami. Namun dengan planning sang KM dan kecerdikan sopir pula kami mengambil jalur daerah pinggir-pinggir kota. Kita juga sempat diserang kala itu namun dengan rasa sabar kita tidak melawan karna kami tidak berniat untuk berbuat macam-macam di kota mereka. Suasana mencekam terus berlangsung dan kami pun merasa ada semacam “pengintaian” dari pihak yg punya kota. Dimana ada orang-orang diatas jembatan yg sengaja menunggu dan mengambil gambar bus kami, yg dimana prasangka kami untuk dapat membedakan bus yg berisi Bobotoh dan yang bukan.
Suasana kembali cair dimana kami keluar dari tol merak dan beristirahat di rest area. Namun tak ku sangka ada beberapa bus yang terkena lemparan setelah melewati tol Jakarta. Kami turut prihatin namun tidak menciutkan kami untuk tetap pergi ke Palembang.
PALEMBANG KALA ITU
Akhirnya tiba juga kita di Palembang sekitar pukul 11 lebihan waktu itu yg berarti perjalanan kita menghabiskan 23 jam. Disana kekeluargaan mulai terasa, keluar bus kita tidak berpencar namun tetap bersatu malah “bubuligiran bareng” dahulu.
Kita pun tidak lupa membeli pempek yg ternyata harganya tak bisa saya sangka, hanya 2000 rupiah saja, jauh berbeda harganya dgn yg di Bandung. Jam pertandingan masih lama kala itu maka kami pun berkeliling kawasan stadion jakabaring dahulu tanpa berpisah satu sama lain. Pokoknya lengket bangetlah bus 3 ini.
Match pun berlangsung kita duduk di tribun timur di sebelah tengah, tepat di depan Jayalah Persibku dan mang yana yg sedang memandu nyanyian para Bobotoh. Lantas saya duduk dengan siapa? Tetap dengan rombongan bus 3 yang sepakat semuanya melepaskan bajunya saat matchnya berlangsung kecuali satu wanita tidak karena suatu alasan 😀
Kita tidak henti-hentinya bernyanyi dan aneh nya suara kami pun terus ada selama pertandingan. Namun, kekecewaan menghinggapi kami pada menit ke-5 dimana pemain persipura yg saat itu tidak tahu siapa karna hampir semua pemain persipura mirip menceploskan bola di gawang i made wirawan. Tapi bukannya melemah malah teriakan kami dan nyanyian kami semakin menggila untuk mendorong motivasi para pemain yang ada dilapangan. Usaha kami tidak sia-sia pas sesaat sesudah asisstant wasit menunjukan tambahan waktu babak pertama gol yang kami kami tunggu pun terjadi. Tendangan bebas Firman Utina yang sangat jelas membentur tiang gawang memantul dan terjadi kekacauan di depan gawang persipura yg dimana saya bingung melihatnya karna paciweh teu puguh yg kelihatan cuma ada pemain Persib yang salto dan sesudah nya bola melewati gawang dan kami pun berjingkrak bangkit dari tempat duduk dan saling berpelukan dimana saat itu saya dan yg lainnya tidak memakai baju. Dan babak pertama pun berakhir menyenangkan walau hanya hasilnya seri.

Saat istirahat saya rasakan berbeda dengan yang biasanya di Si Jalak Harupat yang dimana biasanya ada para pedagang disana hanya sedikit dan imbasnya Bobotoh kebingungan juga menghilangkan pera yg mereka rasakan. Dan terdengar juga Bobotoh bernyanyi “bala bala gehu” saat panitia memainkan lagu “bara bara” waktu itu.
Babak ke-2 pun dimulai kita mulai bernyanyi lagi tapi tak seheboh di babak pertama. Namun kehebohan kembali terjadi disaat saat itu salah satu pemain Persib yang botak (entah itu siapa) berhasil mengoyak kembali gawang dede yang mengawal gawang persipura. Chants juara pun dengan lantang kami kumandangkan dari hati. Babak ke-2 lebih dilewati dengan suka cita dan kesan menunggu peluit panjang ditiupkan agar dahaga gelar ini terpuaskan. Namun bencana mulai datang gol terjadi lagi dimana saat itu robertino yg gampang dibedakan drpada yg lainnya berakselerasi dan memberikan umpan kepada rekannya yg gampang utk menceploskan ke gawang Persib. Kita semua kecewa karna gelar juara yg sudah didepan mata seakan-akan menjauh dari genggaman kami. Padahal saat itu waktu cuman menyisakan 4 menit menurut para saudara saya di bus 3 padahal sebenarnya masih menyisakan belasan menit. Dan peluit akhir pun ditiup, kami kecewa dan ketakutan kalau Persib bakal gagal membawa pulang gelar juara.
Namun, asa itu kami bumbung lagi kami kumpulkan lagi dan memberikan 1000% keyakinan kami kepada para pemain agar berhasil membawa pulang gelar juara ke Bandung.
Adu penalti pun tak dapat dihindarkan, semua Bobotoh tegang, hening namun tetap menyupport para pemain. Penendang pertama kita masuk, begitu juga persipura, dan gol terus berlanjut sampai penendang keempat persipura akan menendang beberapa punggawa bus 3 bertumbangan tidak mau menyaksikan adu penalti yang menengangkan ini dan menutup mukanya ada juga yang menutup telinga dan ada yang berdoa komat kamit terus sampai-sampai saya penasaran apa yang sedang dia baca. Namun doa itu mungkin di dengar Allah SWT. Nelson Alom gagal mengeksekusi penaltinya yang serentak stadion Jakabaring tiba-tiba bergumuruh akan sukacita para Bobotoh yang datang ke Palembang yang mengalahkan jumlah para pendukung persipura yang datang ke stadion tersebut.
Namun ketegangan tidak berkahir disana masih ada Ahmad ‘jupe’ Jufriyanto yang harus menuntaskan tugasnya, dan sama seperti tadi beberapa punggawa bus 3 ada yg kembali duduk dan tidak mau menyaksikan tugas dari jupe. Namun semua bangkit saat jupe berhasil meceploskan penaltinya digawang persipura. Semua bersorak semua berpelukan semua bergembira pada satu moment, dan serentak semua berteriak PERSIB JUARA. Bau asam bau keringat bau teu puguh pun berubah menjadi bau kemenangan. Pria berwajah brewok, pria bertato, pria berbadan besar pun saya lihat menangis bahagia walaupun sedikit tabu dgn penampilan fisik mereka.
Euforia terus menggebu dalam hati, masih ingat waktu itu personel polisi pun menyalami para Bobotoh saat keluar stadion sambil berkata “Selamat kami turut bahagia juga” sungguh indah sambutan dari warga dan polisi Palembang kala itu. Pokoknya Palembang kala itu seperti rumah sendiri . Tukang pempek pun tak luput dari kemenangan Persib dimana saat itu ada Bobotoh yg mau mebeli diberi harga spesial menjadi 1000 rupiah karena Persib juara. Lelah, lesu dan lunglai pun bersatu dengan suka cita, rasa gembira dan kenangan yang takkan terlupa.Kala itu kata-kata “Akhirnya ka umuran oge ningali Persib juara” begitu terkenal dan banyak diucapkan pada saat itu.
SEKARANG KAMI YANG BERTANDING
Keluar dari stadion kami langsung pulang ke Bandung, dengan kawalan polisi Palembang kami bersuka cita di dalam bus di tengah malam yang bergembira. Namun kegembiraan kami berubah menjadi suatu amarah saat didepan bus kami ada percikan api yang jelas dari hasil lemparan bom molotov. Ini terjadi di Palembang bukan di pulau Jawa namun masih di Sumatera. Kita pun turun utk membalas namun oknum itu sudah pergi entah kemana. Kami pun lanjut utk pulang ke Bandung dengan perasaan was-was dan suka cita menggebu di dada. Tidur pun tidak nyenyak saat itu karna tetap kita waspada takutnya ada serangan susulan yg akan terjadi di Lampung atau Bakauheni. Namun alhamdulillah tidak terjadi lg aksi penyerangan di sisa perjalanan kita menuju pelabuhan Bakauheni. Di kapal pun kita lewati dengan suka cita, rasa gembira dan pesta nyanyian karna kami adalah juaranya. Namun dalam perjalanan kapal kali ini kapal sedikit agak delay 2 jam . yg harusnya perjalanan 2 jam tapi berakhir menjadi 4 jam.
Hal menegangkan pun mulai dari sini. Iya pelabuhan Merak, gerbang masuk pulau Jawa yang dimana berarti kita harus melewati Jakarta (lagi) sebelum berpesta di Bandung. Perasaan was-was kami pun akhirnya terbukti dimana setelah sesaat kami masuk tol Merak ada segelintir oknum yg melempari bus kami diatas bukit. Kami tidak diam, tapi kami hanya sekedar membalas dengan amunisi yang sedikit dan tidak berbahaya. Dan kami pun terus di ikuti oleh oknum tadi sepanjang Banten. Entah apa mau mereka, mereka ingin mencari sensasi? Atau ingin terlibat dengan pesta kami? Atau yg terburuk, mereka syirik melihat kami juaranya? Entahlah, hanya oknum-oknum yg tidak bertanggung jawab itu yg bisa menjawabnya.
Di Banten pun kami mendapatkan serangan tidak sekali, namun berkali-kali. Bukan kami yg memulainya, tapi mereka yg tidak tahu apa maunya. Namun setelah memasuki Jakarta kita mendapatkan pengawalan dari polisi setempat. Jalan tol ditutup hanya untuk rombongan kami lewat lebih cepat sampai di Bandung. Tapi, hal aneh terasa saat kami memasuki kawasan tol kota. Di arah kanan kami tidak ada kendaraan yg melewati satupun padahal kami tidak melewati jalur itu kami hanya memakan jalan sebelah kiri arah menuju Bandung saja. Dan para polisi pun hilang entah kemana, tak satupun polisi yang kami lihat dan menyuruh kami terus maju padahal kami berhenti di tengah jalan. Di tengah jalan tol di Jakarta pun terdapat satu hal yg tidak akan saya ataupun seluruh Bobotoh yang pergi ke Palembang bisa lupakan, yaitu saat kita melantunkan “Halo-halo Bandung” dan chants “Champione” bergema kencang di Jakarta! Iya Jakarta yang mungkin supporter Jakarta tidak akan pernah bisa melakukannya di Bandung.
Ternyata di arah depan saya terjadi tawuran yg dimana yg kami lawan saat itu oknum yg berbaju orange dan baju bebas dengan senjata yg lengkap. Saya yg sedang ber-euforia saat itu dapat bernyanyi halo-halo Bandung di Jakarta pun langsung ikut membantu teman-teman Bobotoh yg bus nya kena lemparan oknum tersebut namun kita bisa apa? Mereka sudah merencanakan penyerangan ini, terbukti dengan semua oknum tersebut memakai helm yg dimana dipihak kami tidak ada satu pun yg membawa helm. Dan juga dari segi peralatan saya lihat dengan jelas karna si oknum ini berniat menyerang saya dia membawa semacam samurai yg dia tebas-tebas ke arah Bobotoh. Dari jauh juga saya melihat ada yg membawa cerulit dan melemparkan bom molotov ke arah rombongan bus Bobotoh. Sampai saya mendengar dari Bobotoh yg mundur dia melihat ada yang sampai membawa gergaji mesin sebagai senjata.
Kami berhasil memukul mundur mereka yang kalah jumlah denngan kita. Namun warga yg tidak tahu apa-apa mulai membantu mereka, kita pun kewalahan kalau harus melawan warga. Saya pun kembali ke bus yang hampir-hampir meninggalkan saya, bus kita pun menerobos kerumunan para oknum tadi dan mereka pun melempari bus kita sampai spion dan kaca samping kita pecah, kaca depan pun tak luput dari lemparan yang membuat kaca depan bus kita retak. Kita pun melanjutkan perjalanan dengan mencari rest area utk menenangkan pikiran juga mencara punggawa bus 3 yg ketinggalan di tempat kericuhan. Ternya koordinator bus juga beberapa anggota tertinggal disana. Dengaan sigap kita pun mencari dan menelpon bus lain mungkin ada di rombongan yg lainnya. Kita pun berubah jalur dan mengambil jalur puncak agar sampai dengan selamat ke Bandung. Perjalanan sisanya kita lewati dengan aman dengan sedikit kewaspadaan dengan keadaan bus yg sebenarnya tidak layak jalan.
Kita pun sampai di Bandung tepatnya di tol pasteur yg disambut oleh beberapa polisi yg mengcek kondisi kendaraan kami. Begitu juga saat di fly-over pasopati ada beberapa Bobotoh yg menyambut kedatangan kami. Namun kita agak kecewa saat memasuki Gasibu saat itu yg dimana sudah banyak Bobotoh yg sudah siap berpesta dimana banyak Bobotoh yg masih berjuang, masih mempertaruhkan nyawanya di Jakarta sana.
Rasa solidaritas Bobotoh yg di dalam bus 3 itu sedikit di kecewakan dengan Bobotoh di Bandung yg sudah pada tidak sabar utk berpesta dan hura-hura sedangkan kita yg keadaan capek dan lelah setelah huru-hara di Jakarta. Kita juga ingin merasakan pesta, kita juga ingin merasakan gelar juara, namun kami ingin melaluinya dengan seluruh Bobotoh baik yg di Bandung dan juga yg tour ke Palembang. Dan rasa haru pun terasa saat di Gasibu dimana saat itu kita semacam temu kasih melihat beberapa anggota yang hilang telah sampai lebih dulu di Bandung di banding kita. Memang ada beberapa yang terluka namun kita bersyukur tidak ada korban jiwa.
Disana pun rasa syukur hinggap pada diri saya dimana selain saya mendapat kado indah gelar juara, juga mendapatkan saudara-saudara yg sangat menyayangi satu sama lain padahal pada hakikatnya kita tidak pernah bertemu sebelumnya. Sampai saat ini pun kita masih berinteraksi, kita mebuat sebuah grup di bbm (blackberry massanger) saling menyapa di pagi hari, saling bercanda dan yang terpenting masih membicarakan tentang Persib dan kenangan kita yang telah menjadi saksi juara didalamnya 🙂

Disaat yang di Bandung hanya dapat BERPESTA. Disaat rombongan lain hanya dapat menajadi saksi JUARA. Tapi saya mendapatkan SAUDARA, GELAR JUARA DAN JUGA PESTA PORA.
Cerita ini dimulai saat pembagian bus rombongan tour Palembang di lapangan Gasibu kala itu. Saya hanya bertiga bersama dua teman saya pergi ke Palembang dan kebagian bus nomor 3. Namun bus ini bukan hanya bus 3 tapi bus ini yg mempertemukan saya dan juga saudara-saudara baru saya. Mulai dari Gasibu bus ini sudah ramai dan sudah nge-chants bersama disaat kupandang bus lain hanya duduk dan mengobrol saja tidak saling bertegur sapa. Masih ingat kala itu koordinator bus kita ada dua orang kami memanggil mereka “KM” semacam sebutan ketua kelas saat zaman sekolah.
Saat kita pergi dari Gasibu kami tak lupa meminta si KM untuk memimpin doa. Kita sepakat berdoa dahulu sebelum kita bertolak ke Palembang. Doanya lupa-lupa ingat namun ada sebuah kalimat yg dapat mempersatukan kita kala itu yaitu “Sanajan arurang teu kenal, sanajan arurang lain dulur tapi ayeuna urang jadi dulur! Sarua ngadukung Persib, sarua resep ka Persib ! Hayu ngadoa meh Persib juara” yg dibalas dengan teriakan “JUARAAA!” oleh para rombongan kala itu.
PERJUANGAN DIMULAI!
Suasana dalam bus cukup nyaman dan meriah karna kita dapat saling mengenal dan bercanda dgn cepat. Namun, semua berubah saat kita mau memasuki wilayah Jakarta. Walaupun kita tidak berniat apa-apa di kota “mereka” namun perasaan was-was tetap hinggap diperasaan kami. Namun dengan planning sang KM dan kecerdikan sopir pula kami mengambil jalur daerah pinggir-pinggir kota. Kita juga sempat diserang kala itu namun dengan rasa sabar kita tidak melawan karna kami tidak berniat untuk berbuat macam-macam di kota mereka. Suasana mencekam terus berlangsung dan kami pun merasa ada semacam “pengintaian” dari pihak yg punya kota. Dimana ada orang-orang diatas jembatan yg sengaja menunggu dan mengambil gambar bus kami, yg dimana prasangka kami untuk dapat membedakan bus yg berisi Bobotoh dan yang bukan.
Suasana kembali cair dimana kami keluar dari tol merak dan beristirahat di rest area. Namun tak ku sangka ada beberapa bus yang terkena lemparan setelah melewati tol Jakarta. Kami turut prihatin namun tidak menciutkan kami untuk tetap pergi ke Palembang.
PALEMBANG KALA ITU
Akhirnya tiba juga kita di Palembang sekitar pukul 11 lebihan waktu itu yg berarti perjalanan kita menghabiskan 23 jam. Disana kekeluargaan mulai terasa, keluar bus kita tidak berpencar namun tetap bersatu malah “bubuligiran bareng” dahulu.
Kita pun tidak lupa membeli pempek yg ternyata harganya tak bisa saya sangka, hanya 2000 rupiah saja, jauh berbeda harganya dgn yg di Bandung. Jam pertandingan masih lama kala itu maka kami pun berkeliling kawasan stadion jakabaring dahulu tanpa berpisah satu sama lain. Pokoknya lengket bangetlah bus 3 ini.
Match pun berlangsung kita duduk di tribun timur di sebelah tengah, tepat di depan Jayalah Persibku dan mang yana yg sedang memandu nyanyian para Bobotoh. Lantas saya duduk dengan siapa? Tetap dengan rombongan bus 3 yang sepakat semuanya melepaskan bajunya saat matchnya berlangsung kecuali satu wanita tidak karena suatu alasan 😀
Kita tidak henti-hentinya bernyanyi dan aneh nya suara kami pun terus ada selama pertandingan. Namun, kekecewaan menghinggapi kami pada menit ke-5 dimana pemain persipura yg saat itu tidak tahu siapa karna hampir semua pemain persipura mirip menceploskan bola di gawang i made wirawan. Tapi bukannya melemah malah teriakan kami dan nyanyian kami semakin menggila untuk mendorong motivasi para pemain yang ada dilapangan. Usaha kami tidak sia-sia pas sesaat sesudah asisstant wasit menunjukan tambahan waktu babak pertama gol yang kami kami tunggu pun terjadi. Tendangan bebas Firman Utina yang sangat jelas membentur tiang gawang memantul dan terjadi kekacauan di depan gawang persipura yg dimana saya bingung melihatnya karna paciweh teu puguh yg kelihatan cuma ada pemain Persib yang salto dan sesudah nya bola melewati gawang dan kami pun berjingkrak bangkit dari tempat duduk dan saling berpelukan dimana saat itu saya dan yg lainnya tidak memakai baju. Dan babak pertama pun berakhir menyenangkan walau hanya hasilnya seri.
Saat istirahat saya rasakan berbeda dengan yang biasanya di Si Jalak Harupat yang dimana biasanya ada para pedagang disana hanya sedikit dan imbasnya Bobotoh kebingungan juga menghilangkan pera yg mereka rasakan. Dan terdengar juga Bobotoh bernyanyi “bala bala gehu” saat panitia memainkan lagu “bara bara” waktu itu.
Babak ke-2 pun dimulai kita mulai bernyanyi lagi tapi tak seheboh di babak pertama. Namun kehebohan kembali terjadi disaat saat itu salah satu pemain Persib yang botak (entah itu siapa) berhasil mengoyak kembali gawang dede yang mengawal gawang persipura. Chants juara pun dengan lantang kami kumandangkan dari hati. Babak ke-2 lebih dilewati dengan suka cita dan kesan menunggu peluit panjang ditiupkan agar dahaga gelar ini terpuaskan. Namun bencana mulai datang gol terjadi lagi dimana saat itu robertino yg gampang dibedakan drpada yg lainnya berakselerasi dan memberikan umpan kepada rekannya yg gampang utk menceploskan ke gawang Persib. Kita semua kecewa karna gelar juara yg sudah didepan mata seakan-akan menjauh dari genggaman kami. Padahal saat itu waktu cuman menyisakan 4 menit menurut para saudara saya di bus 3 padahal sebenarnya masih menyisakan belasan menit. Dan peluit akhir pun ditiup, kami kecewa dan ketakutan kalau Persib bakal gagal membawa pulang gelar juara.
Namun, asa itu kami bumbung lagi kami kumpulkan lagi dan memberikan 1000% keyakinan kami kepada para pemain agar berhasil membawa pulang gelar juara ke Bandung.
Adu penalti pun tak dapat dihindarkan, semua Bobotoh tegang, hening namun tetap menyupport para pemain. Penendang pertama kita masuk, begitu juga persipura, dan gol terus berlanjut sampai penendang keempat persipura akan menendang beberapa punggawa bus 3 bertumbangan tidak mau menyaksikan adu penalti yang menengangkan ini dan menutup mukanya ada juga yang menutup telinga dan ada yang berdoa komat kamit terus sampai-sampai saya penasaran apa yang sedang dia baca. Namun doa itu mungkin di dengar Allah SWT. Nelson Alom gagal mengeksekusi penaltinya yang serentak stadion Jakabaring tiba-tiba bergumuruh akan sukacita para Bobotoh yang datang ke Palembang yang mengalahkan jumlah para pendukung persipura yang datang ke stadion tersebut.
Namun ketegangan tidak berkahir disana masih ada Ahmad ‘jupe’ Jufriyanto yang harus menuntaskan tugasnya, dan sama seperti tadi beberapa punggawa bus 3 ada yg kembali duduk dan tidak mau menyaksikan tugas dari jupe. Namun semua bangkit saat jupe berhasil meceploskan penaltinya digawang persipura. Semua bersorak semua berpelukan semua bergembira pada satu moment, dan serentak semua berteriak PERSIB JUARA. Bau asam bau keringat bau teu puguh pun berubah menjadi bau kemenangan. Pria berwajah brewok, pria bertato, pria berbadan besar pun saya lihat menangis bahagia walaupun sedikit tabu dgn penampilan fisik mereka.
Euforia terus menggebu dalam hati, masih ingat waktu itu personel polisi pun menyalami para Bobotoh saat keluar stadion sambil berkata “Selamat kami turut bahagia juga” sungguh indah sambutan dari warga dan polisi Palembang kala itu. Pokoknya Palembang kala itu seperti rumah sendiri . Tukang pempek pun tak luput dari kemenangan Persib dimana saat itu ada Bobotoh yg mau mebeli diberi harga spesial menjadi 1000 rupiah karena Persib juara. Lelah, lesu dan lunglai pun bersatu dengan suka cita, rasa gembira dan kenangan yang takkan terlupa.Kala itu kata-kata “Akhirnya ka umuran oge ningali Persib juara” begitu terkenal dan banyak diucapkan pada saat itu.
SEKARANG KAMI YANG BERTANDING
Keluar dari stadion kami langsung pulang ke Bandung, dengan kawalan polisi Palembang kami bersuka cita di dalam bus di tengah malam yang bergembira. Namun kegembiraan kami berubah menjadi suatu amarah saat didepan bus kami ada percikan api yang jelas dari hasil lemparan bom molotov. Ini terjadi di Palembang bukan di pulau Jawa namun masih di Sumatera. Kita pun turun utk membalas namun oknum itu sudah pergi entah kemana. Kami pun lanjut utk pulang ke Bandung dengan perasaan was-was dan suka cita menggebu di dada. Tidur pun tidak nyenyak saat itu karna tetap kita waspada takutnya ada serangan susulan yg akan terjadi di Lampung atau Bakauheni. Namun alhamdulillah tidak terjadi lg aksi penyerangan di sisa perjalanan kita menuju pelabuhan Bakauheni. Di kapal pun kita lewati dengan suka cita, rasa gembira dan pesta nyanyian karna kami adalah juaranya. Namun dalam perjalanan kapal kali ini kapal sedikit agak delay 2 jam . yg harusnya perjalanan 2 jam tapi berakhir menjadi 4 jam.
Hal menegangkan pun mulai dari sini. Iya pelabuhan Merak, gerbang masuk pulau Jawa yang dimana berarti kita harus melewati Jakarta (lagi) sebelum berpesta di Bandung. Perasaan was-was kami pun akhirnya terbukti dimana setelah sesaat kami masuk tol Merak ada segelintir oknum yg melempari bus kami diatas bukit. Kami tidak diam, tapi kami hanya sekedar membalas dengan amunisi yang sedikit dan tidak berbahaya. Dan kami pun terus di ikuti oleh oknum tadi sepanjang Banten. Entah apa mau mereka, mereka ingin mencari sensasi? Atau ingin terlibat dengan pesta kami? Atau yg terburuk, mereka syirik melihat kami juaranya? Entahlah, hanya oknum-oknum yg tidak bertanggung jawab itu yg bisa menjawabnya.
Di Banten pun kami mendapatkan serangan tidak sekali, namun berkali-kali. Bukan kami yg memulainya, tapi mereka yg tidak tahu apa maunya. Namun setelah memasuki Jakarta kita mendapatkan pengawalan dari polisi setempat. Jalan tol ditutup hanya untuk rombongan kami lewat lebih cepat sampai di Bandung. Tapi, hal aneh terasa saat kami memasuki kawasan tol kota. Di arah kanan kami tidak ada kendaraan yg melewati satupun padahal kami tidak melewati jalur itu kami hanya memakan jalan sebelah kiri arah menuju Bandung saja. Dan para polisi pun hilang entah kemana, tak satupun polisi yang kami lihat dan menyuruh kami terus maju padahal kami berhenti di tengah jalan. Di tengah jalan tol di Jakarta pun terdapat satu hal yg tidak akan saya ataupun seluruh Bobotoh yang pergi ke Palembang bisa lupakan, yaitu saat kita melantunkan “Halo-halo Bandung” dan chants “Champione” bergema kencang di Jakarta! Iya Jakarta yang mungkin supporter Jakarta tidak akan pernah bisa melakukannya di Bandung.
Ternyata di arah depan saya terjadi tawuran yg dimana yg kami lawan saat itu oknum yg berbaju orange dan baju bebas dengan senjata yg lengkap. Saya yg sedang ber-euforia saat itu dapat bernyanyi halo-halo Bandung di Jakarta pun langsung ikut membantu teman-teman Bobotoh yg bus nya kena lemparan oknum tersebut namun kita bisa apa? Mereka sudah merencanakan penyerangan ini, terbukti dengan semua oknum tersebut memakai helm yg dimana dipihak kami tidak ada satu pun yg membawa helm. Dan juga dari segi peralatan saya lihat dengan jelas karna si oknum ini berniat menyerang saya dia membawa semacam samurai yg dia tebas-tebas ke arah Bobotoh. Dari jauh juga saya melihat ada yg membawa cerulit dan melemparkan bom molotov ke arah rombongan bus Bobotoh. Sampai saya mendengar dari Bobotoh yg mundur dia melihat ada yang sampai membawa gergaji mesin sebagai senjata.
Kami berhasil memukul mundur mereka yang kalah jumlah denngan kita. Namun warga yg tidak tahu apa-apa mulai membantu mereka, kita pun kewalahan kalau harus melawan warga. Saya pun kembali ke bus yang hampir-hampir meninggalkan saya, bus kita pun menerobos kerumunan para oknum tadi dan mereka pun melempari bus kita sampai spion dan kaca samping kita pecah, kaca depan pun tak luput dari lemparan yang membuat kaca depan bus kita retak. Kita pun melanjutkan perjalanan dengan mencari rest area utk menenangkan pikiran juga mencara punggawa bus 3 yg ketinggalan di tempat kericuhan. Ternya koordinator bus juga beberapa anggota tertinggal disana. Dengaan sigap kita pun mencari dan menelpon bus lain mungkin ada di rombongan yg lainnya. Kita pun berubah jalur dan mengambil jalur puncak agar sampai dengan selamat ke Bandung. Perjalanan sisanya kita lewati dengan aman dengan sedikit kewaspadaan dengan keadaan bus yg sebenarnya tidak layak jalan.
Kita pun sampai di Bandung tepatnya di tol pasteur yg disambut oleh beberapa polisi yg mengcek kondisi kendaraan kami. Begitu juga saat di fly-over pasopati ada beberapa Bobotoh yg menyambut kedatangan kami. Namun kita agak kecewa saat memasuki Gasibu saat itu yg dimana sudah banyak Bobotoh yg sudah siap berpesta dimana banyak Bobotoh yg masih berjuang, masih mempertaruhkan nyawanya di Jakarta sana.
Rasa solidaritas Bobotoh yg di dalam bus 3 itu sedikit di kecewakan dengan Bobotoh di Bandung yg sudah pada tidak sabar utk berpesta dan hura-hura sedangkan kita yg keadaan capek dan lelah setelah huru-hara di Jakarta. Kita juga ingin merasakan pesta, kita juga ingin merasakan gelar juara, namun kami ingin melaluinya dengan seluruh Bobotoh baik yg di Bandung dan juga yg tour ke Palembang. Dan rasa haru pun terasa saat di Gasibu dimana saat itu kita semacam temu kasih melihat beberapa anggota yang hilang telah sampai lebih dulu di Bandung di banding kita. Memang ada beberapa yang terluka namun kita bersyukur tidak ada korban jiwa.
Disana pun rasa syukur hinggap pada diri saya dimana selain saya mendapat kado indah gelar juara, juga mendapatkan saudara-saudara yg sangat menyayangi satu sama lain padahal pada hakikatnya kita tidak pernah bertemu sebelumnya. Sampai saat ini pun kita masih berinteraksi, kita mebuat sebuah grup di bbm (blackberry massanger) saling menyapa di pagi hari, saling bercanda dan yang terpenting masih membicarakan tentang Persib dan kenangan kita yang telah menjadi saksi juara didalamnya 🙂

persib maju terus pantang mundurrr
pengalaman yg sangat seru yg bisa di ceritakan ke anak cucu kelak kang.
berkat doa bobotoh sa alam dunia, alhamdulillah tidak ada korban jiwa dari pihak bobotoh, walaupun mesuk kandang macan ompong
anjir beus urang yeuh ahahahaha, hidup bus 3 !!
mang bagi poto2 bus 3 tour palembang..
line @lutfi_ahong