Robert Bicara Soal Pembinaan Talenta Muda di Indonesia
Tuesday, 16 June 2020 | 19:48
Pembinaan pemain khususnya pemain muda merupakan hal krusial dalam kelangsungan ekosistem sepakbola di suatu negara. Pada akhirnya keberadaan pemain berkualitas dari pembinaan tentunya akan memberikan pengaruh pada prestasi di level internasional. Hal itu pun masih menjadi masalah di Indonesia.
Pelatih Persib, Robert Rene Alberts pun berbicara soal proses pembinaan pemain muda di Indonesia. Menurutnya tidak sedikit bibit potensial yang lahir dari pendidikan usia dini. Tetapi mereka tidak bisa mengembangkan kemampuannya karena minimnya fasilitas latihan representatif yang tersedia.
Anak-anak yang sedang menimba ilmu bermain sepakbola berlatih di lapangan seadanya. Padahal fasilitas penunjang dinilai oleh Robert sangat berpengaruh membentuk kemampuan talenta-talenta muda. Di negara-negara lain, fasilitas latihan untuk usia muda sudah diperhatikan, termasuk penggunaan teknologi yang baru.
“Indonesia sebenarnya mempunyai banyak talenta sepak bola yang berbakat. Tapi kami punya masalah kurangnya fasilitas latihan yang bagus. Tapi itu juga bukan hanya masalah yang terjadi di Indonesia, tetapi di Asia Tenggara,” tutur Robert kepada awak media ketika diwawancara melalui pesan elektronik.
“Sementara di belahan dunia lain (negara-negara maju), mereka sudah menerapkan sepakbola modern, teknologi baru dipakai dan fasilitas baru juga mulai dikembangkan, bisa dilihat sekarang (negara sepakbola berkembang) fasilitas latihannya itu sangat bagus dan mayoritas negara Asia khususnya Asia Tenggara masih tertinggal dari mereka,” lanjut dia.
Selain fasilitas, anak-anak di kelompok usia juga harus lebih banyak terjun di kompetisi. Hal ini dikatakan Robert merupakan kendala di mayoritas negara Asean. Ketika dia menjadi pelatih timnas Malaysia U-16, mentalitas bertanding anak asuhnya masih kalah jauh dari pemain muda Belanda atau Inggris.
Itu sebab sejak masih berusia 12 tahun, pemain muda di negara top Eropa sudah sering bertanding. Di tiap akhir pekan, anak-anak di kelompok usia sudah terjun di kompetisi dan membuat mental mereka terasah. Kebiasaan bertarung di level kompetitif yang membuat bocah-bocah dari Benua Biru terbiasa mengatasi tekanan.
“Selain itu, kualitas kompetisinya juga. Tidak ada kompetisi usia muda yang reguler. Contohnya ketika saya sedang melatih Malaysia U-16 di kejuaraan dunia, kami bermain menghadapi tim seperti PSV Eindhoven, Chelsea dan yang lain. Dan ketika saya membandingkan dengan tim saya misalnya dengan Chelsea, mereka ada banyak pengalaman bermain di laga yang kompetitif,” jelas Robert.
“Karena seperti yang saya katakan sebelumnya, ketika di Ajax, saya mulai bermain di level kompetitif sejak usia 12 tahun dan pemain-pemain ini setidaknya sudah bermain di 30-40 laga yang kompetitif sejak usia 12-14,” lanjut pelatih berusia 65 tahun tersebut.
“Jika diakumulasikan laga kompetitif mereka di setiap kelompok usia, sudah lebih dari sekitar seratus laga yang sudah mereka mainkan termasuk turnamen dan lainnya. Sedangkan untuk pemain di Indonesia dan Asia Tenggara, kami tak punya sistem seperti itu,” tukasnya.

Pembinaan pemain khususnya pemain muda merupakan hal krusial dalam kelangsungan ekosistem sepakbola di suatu negara. Pada akhirnya keberadaan pemain berkualitas dari pembinaan tentunya akan memberikan pengaruh pada prestasi di level internasional. Hal itu pun masih menjadi masalah di Indonesia.
Pelatih Persib, Robert Rene Alberts pun berbicara soal proses pembinaan pemain muda di Indonesia. Menurutnya tidak sedikit bibit potensial yang lahir dari pendidikan usia dini. Tetapi mereka tidak bisa mengembangkan kemampuannya karena minimnya fasilitas latihan representatif yang tersedia.
Anak-anak yang sedang menimba ilmu bermain sepakbola berlatih di lapangan seadanya. Padahal fasilitas penunjang dinilai oleh Robert sangat berpengaruh membentuk kemampuan talenta-talenta muda. Di negara-negara lain, fasilitas latihan untuk usia muda sudah diperhatikan, termasuk penggunaan teknologi yang baru.
“Indonesia sebenarnya mempunyai banyak talenta sepak bola yang berbakat. Tapi kami punya masalah kurangnya fasilitas latihan yang bagus. Tapi itu juga bukan hanya masalah yang terjadi di Indonesia, tetapi di Asia Tenggara,” tutur Robert kepada awak media ketika diwawancara melalui pesan elektronik.
“Sementara di belahan dunia lain (negara-negara maju), mereka sudah menerapkan sepakbola modern, teknologi baru dipakai dan fasilitas baru juga mulai dikembangkan, bisa dilihat sekarang (negara sepakbola berkembang) fasilitas latihannya itu sangat bagus dan mayoritas negara Asia khususnya Asia Tenggara masih tertinggal dari mereka,” lanjut dia.
Selain fasilitas, anak-anak di kelompok usia juga harus lebih banyak terjun di kompetisi. Hal ini dikatakan Robert merupakan kendala di mayoritas negara Asean. Ketika dia menjadi pelatih timnas Malaysia U-16, mentalitas bertanding anak asuhnya masih kalah jauh dari pemain muda Belanda atau Inggris.
Itu sebab sejak masih berusia 12 tahun, pemain muda di negara top Eropa sudah sering bertanding. Di tiap akhir pekan, anak-anak di kelompok usia sudah terjun di kompetisi dan membuat mental mereka terasah. Kebiasaan bertarung di level kompetitif yang membuat bocah-bocah dari Benua Biru terbiasa mengatasi tekanan.
“Selain itu, kualitas kompetisinya juga. Tidak ada kompetisi usia muda yang reguler. Contohnya ketika saya sedang melatih Malaysia U-16 di kejuaraan dunia, kami bermain menghadapi tim seperti PSV Eindhoven, Chelsea dan yang lain. Dan ketika saya membandingkan dengan tim saya misalnya dengan Chelsea, mereka ada banyak pengalaman bermain di laga yang kompetitif,” jelas Robert.
“Karena seperti yang saya katakan sebelumnya, ketika di Ajax, saya mulai bermain di level kompetitif sejak usia 12 tahun dan pemain-pemain ini setidaknya sudah bermain di 30-40 laga yang kompetitif sejak usia 12-14,” lanjut pelatih berusia 65 tahun tersebut.
“Jika diakumulasikan laga kompetitif mereka di setiap kelompok usia, sudah lebih dari sekitar seratus laga yang sudah mereka mainkan termasuk turnamen dan lainnya. Sedangkan untuk pemain di Indonesia dan Asia Tenggara, kami tak punya sistem seperti itu,” tukasnya.

Banyak talenta muda di negara ini. Menurut saya, yg kurang ialah perhatian dari pemerintah kepada talenta-talenta muda berbakat, dan juga kebiasaan orang dalam harus di hilangkan.. agar benar” yg lolos seleksi adalah org-org yg betul punya bakat…
Salam saya, Kesehatan
moal berkembang yakin, dinu alusna ge moal kajuarana timnas mah, karunya pisan indonesia, pengurusna hararweg teuing kanu dit, neupi ka sabaraha kali indonesia asup final atawa semi final pengurusna gampang teuing di tampiling ku duit meh ngelehan si timnas jadi maen butut kudu eleh.