Prestasi Menurun Bukan Ukuran bagi Rumah Cemara
Saturday, 01 November 2014 | 18:30
Tim nasional Indonesia yang berlaga di Homeless World Cup 2014 sudah kembali ke tanah air. Tim beranggotakan 8 pemain ini membawa pulang gelar peringkat 2 Ejercito de Chile Cup, piala satu tingkat di bawah piala utama (Homeless Cup) atau setara dengan urutan 10 dunia dari 42 negara yang mengikuti turnamen tahunan ini.
Bukan hanya itu, tim “Merah Putih” mendapat bonus tambahan berupa gelar Best Player yang dianugerahkan kepada sang kapten Indonesia, Swananda Pradika. Penilaian tersebut dilakukan oleh komisi wasit berdasarkan kestabilan performa pemain asal Nusa Tenggara Barat ini di lapangan dan tingkah lakunya di luar lapangan.
Rumah Cemara sebagai national organizer di Indonesia mengelar acara syukuran atas kembalinya tim dari Santiago. Co founder RC yang juga dikenal sebagai ketua adat, Ginan Koesmayadi, menyatakan bahwa pihaknya tidak menaruh kekecewaan atas prestasi tim tahun ini. Tahun ini terjadi kemerosotan prestasi dan bahkan ini menjadi raihan terburuk Indonesia sejak keikutsertaannya di HWC 2011 silam.
“Saya tahu, tim yang sekarang ini lebih mampu mengelola tim secara maksimal. Kalau dari segi materi pemain, kami dari Rumah Cemara merasa ini yang paling bagus dibanding tahun-tahun lalu. Kami di Rumah Cemara tidak pernah kecewa dengan hasil selama pemain bergembira, belajar. Ini bukan sekedar turnamen senang-senang, tapi full package tournament dengan segala tekanannya. Dan mereka bisa berada di peringkat 10 dunia,” tutur Ginan di Rumah Cemara, Jumat (31/10).
Lebih lanjut, manajer tim Febby Arhemsyah menceritakan perjalanan tim selama mengikuti piala dunia untuk kaum termarjinalkan ini. Langkah Indonesia terhenti di fase kedua. Indonesia menempati urutan 3 “grup neraka” bersama Brasil, Mexico, Argentina, Jerman dan Portugal. Sementara hanya 2 besar yang berhak maju ke babak 8 besar.
“Indonesia termasuk tim unggulan sehingga di grup masuk di pot 1. Meski akhirnya finis di peringkat 10, tapi Indonesia mendapat hati di tim lain karena memang udah karakternya orang Indonesia yang selalu ramah, senyum. Bahkan presiden HWC, Mel Young juga mengakui keberadaan Indonesia secara khusus. Itu yang membuat kami bangga dan jadi motivasi juga,” cerita Febby.
“Kami bertemu beberapa pemain Chile yang pernah main di Indonesia, seperti Herman Osario, Pablo Rojas dan Edson Leonardo. Edson ini pernah main di Persiku Kudus, Persikabo (Bogor), PSIS Semarang. Malah dia terus sama-sama dengan kita sampai akhir. Dia bantu Bonsu (Hasibuan-pelatih), jadi asisten pelatih,” sambungnya.
Indonesia kalah di final Ejercito de Chile Cup dari Mexico. Dan juara HWC tahun ini direbut tim tuan rumah, Chile.

Tim nasional Indonesia yang berlaga di Homeless World Cup 2014 sudah kembali ke tanah air. Tim beranggotakan 8 pemain ini membawa pulang gelar peringkat 2 Ejercito de Chile Cup, piala satu tingkat di bawah piala utama (Homeless Cup) atau setara dengan urutan 10 dunia dari 42 negara yang mengikuti turnamen tahunan ini.
Bukan hanya itu, tim “Merah Putih” mendapat bonus tambahan berupa gelar Best Player yang dianugerahkan kepada sang kapten Indonesia, Swananda Pradika. Penilaian tersebut dilakukan oleh komisi wasit berdasarkan kestabilan performa pemain asal Nusa Tenggara Barat ini di lapangan dan tingkah lakunya di luar lapangan.
Rumah Cemara sebagai national organizer di Indonesia mengelar acara syukuran atas kembalinya tim dari Santiago. Co founder RC yang juga dikenal sebagai ketua adat, Ginan Koesmayadi, menyatakan bahwa pihaknya tidak menaruh kekecewaan atas prestasi tim tahun ini. Tahun ini terjadi kemerosotan prestasi dan bahkan ini menjadi raihan terburuk Indonesia sejak keikutsertaannya di HWC 2011 silam.
“Saya tahu, tim yang sekarang ini lebih mampu mengelola tim secara maksimal. Kalau dari segi materi pemain, kami dari Rumah Cemara merasa ini yang paling bagus dibanding tahun-tahun lalu. Kami di Rumah Cemara tidak pernah kecewa dengan hasil selama pemain bergembira, belajar. Ini bukan sekedar turnamen senang-senang, tapi full package tournament dengan segala tekanannya. Dan mereka bisa berada di peringkat 10 dunia,” tutur Ginan di Rumah Cemara, Jumat (31/10).
Lebih lanjut, manajer tim Febby Arhemsyah menceritakan perjalanan tim selama mengikuti piala dunia untuk kaum termarjinalkan ini. Langkah Indonesia terhenti di fase kedua. Indonesia menempati urutan 3 “grup neraka” bersama Brasil, Mexico, Argentina, Jerman dan Portugal. Sementara hanya 2 besar yang berhak maju ke babak 8 besar.
“Indonesia termasuk tim unggulan sehingga di grup masuk di pot 1. Meski akhirnya finis di peringkat 10, tapi Indonesia mendapat hati di tim lain karena memang udah karakternya orang Indonesia yang selalu ramah, senyum. Bahkan presiden HWC, Mel Young juga mengakui keberadaan Indonesia secara khusus. Itu yang membuat kami bangga dan jadi motivasi juga,” cerita Febby.
“Kami bertemu beberapa pemain Chile yang pernah main di Indonesia, seperti Herman Osario, Pablo Rojas dan Edson Leonardo. Edson ini pernah main di Persiku Kudus, Persikabo (Bogor), PSIS Semarang. Malah dia terus sama-sama dengan kita sampai akhir. Dia bantu Bonsu (Hasibuan-pelatih), jadi asisten pelatih,” sambungnya.
Indonesia kalah di final Ejercito de Chile Cup dari Mexico. Dan juara HWC tahun ini direbut tim tuan rumah, Chile.
