
PT. Liga Indonesia (PT. LI) selaku operator kompetisi Indonesia Super League (ISL) 2016 memberikan beberapa opsi regulasi terkait pengelolaan keuangan klub. Ada tiga opsi yang ditawarkan, saat pertemuan antara PT. LI dan manajer klub ISL hari Rabu (12/8) kemarin malam di Jakarta. Yaitu Financial Fair Play, Budgeting Cap dan Salary Cap. Tujuannya adalah untuk menghindari klub di Liga Indonesia agar tidak menunggak gaji kepada pemain. Satu masalah yang sampai tahun 2015 ini tetap menimpa klub-klub di Indonesia.
Financial Fair Play adalah regulasi yang dikembangkan oleh asosiasi sepak bola Eropa (UEFA) dimana setiap klub harus memberikan laporan pendapatan klub dan pengeluaran klub supaya neraca pemasukan dan pengeluaran seimbang.
Budgeting Cap merupakan regulasi pengelolaan klub dengan penyediaan modal terlebih dahulu diawal musim dan melakukan manajemen keuangan yang hendak dikeluarkan. Setiap klub harus mampu mengatur keuangan dengan manajemen yang matang. Tidak ada yang dilebihkan dan dikurangi.
Salary Cap adalah regulasi pembatasan gaji pemain. Setiap pemain akan dibedakan dan dibatasi menurut kelas, biasanya terdiri dari pemain inti yang sering bermain, lalu pemain yang masuk dari bangku cadangan serta pemain yang jarang masuk line up. Ketiga jenis pemain itu diatur dalam batasan gaji sesuai kelasnya. Pemain inti bakal mendapatkan gaji lebih tinggi dari pada pemain cadangan.
Menanggapi ketiga regulasi tersebut, manajemen Persib melalui Umuh Muchtar mengungkapkan bila ia tidak setuju dengan regulasi Salary Cap. Pembayaran gaji pemain menurutnya merupakan hak seluruh pemain yang tidak bisa dibatasi oleh regulasi. Jika tim tidak bisa membayar gaji pemain sesuai kemampuannya, maka klub dianjurkan untuk tidak mengikuti kompetisi atau tidak mengontrak pemain mahal.
“Kalau masalah Salary Cap, itu kan hak semua pemain. Kalau klub tidak siap ya lebih baik gak usah ikut. Jangan membatasi, kalau dibatasi harapan pemain bisa hancur,” jelasnya.
Jika PT. LI berpedoman pada regulasi Salary Cup maka dipastikan setiap pemain dan klub bakal mengundang perjanjian di luar kontrak. Dampaknya bila ketahuan bakal mendapatkan kecemburuan yang tidak sehat di dalam tim. Hal itu justru harus dihindari demi kenyamanan seorang pemain atau pelatih disebuah klub. Selain itu, Salary Cap akan menjadikan pemain tidak maksimal dalam menampilkan performanya saat di lapangan.
“Misalnya gaji harus 70 ribu, tapi pemain tetap ingin 100 ribu, itu akan menimbulkan ‘kongkalingkong’ antara klub sama pemain. Itu kan sudah mendidik tidak benar. Kalau dipaksakan sama rata apa akan benar? Kalau benar ya silahkan, tapi nanti kan dikhawatirkan ada kebohongan,” bebernya.
Komentar Bobotoh