PERSIB and The Professors (Bagian ketiga)
Thursday, 03 November 2011 | 19:28Penulis: Ekomaung Noer Kristiyanto
Ini adalah hutang saya tentang trilogi tulisan “PERSIB and the Proffessors”. Karena berbagai keadaan maka baru dapat melanjutkan tulisan ini di awal bulan November, dari respon terhadap 2 tulisan sebelumnya saya pun baru tahu ternyata cukup banyak anak-anak UNPAD yang sebelumnya tidak mengetahui bahwa mantan rektor UNPAD, Prof. Himendra Wargahadibrata dr.Sp.An., KIC pun sejatinya adalah seorang mantan pemain inti PERSIB dan pemain inti tim nasional Indonesia di era pelatih Tony Pogacnik.
Setelah Prof. Ganjar Kurnia DEA, dan Prof. Dr. Asep Warlan Yusuf S.H., M.H. , pengalaman dan memori saya memunculkan 3 nama lagi yang saya ingat jika membicarakan PERSIB dan para Profesor, kebetulan ketiganya berlatar belakang hukum dan dari nama belakangnya tampaknya ketiganya merupakan menak keluarga sunda terpandang .
Profesor keempat yang saya alami sendiri kePERSIBannya adalah Prof. Dr. Man Suparman Sastrawidjaja S.H., beliau adalah mantan dekan Fakultas Hukum UNPAD, bagi yang mengenalnya maka Prof Man ini adalah seorang bobotoh sejati, dalam beberapa kesempatan saya selalu mendengar Prof. Man menggerutu mengenai prestasi PERSIB jika tengah berbincang dengan koleganya, itu terjadi sekitar tahun 2003-2005 an, dan yang paling menarik adalah ketika Prof. Man berinisiatif mengadakan acara nonton bareng PERSIB vs Persija di salah satu area aula Graha Sanusi di Dipati Ukur, saya lupa musim kompetisi berapa namun yang pasti acara itu berlangsung saat pertandingan PERSIB vs persija digelar pada hari kerja karena pada hari itu kegiatan perkuliahan memang berlangsung, penulis yang membolos kuliah ketika itu tengah menunggu bobotoh lain di Lapangan Parkir Utara DU untuk berangkat bersama menuju stadion, dan mendapat info mengenai acara nonton bareng setelah bertanya kepada salah seorang petugas katering yang sibuk mempersiapkan sesuatu disekitar aula.
Lebih jauh lagi Prof. Man ternyata berkontribusi secara nyata terhadap eksistensi PERSIB Bandung, sekitar tahun 2008-2009 PERSIB yang ketika masih belum berbadan hukum tengah mempersiapkan diri menuju bentuk PT (Perseroan Terbatas), maka pihak pemkot Bandung membutuhkan persiapan dan masukan-masukan dari berbagai kalangan termasuk para akademisi, dan Prof. Man yang juga merupakan pakar hukum perusahaan lah yang dipercaya oleh walikota Bandung Dada Rosada untuk menyumbangkan pemikiran-pemikiran dan pengetahuan yang dimiliki.
Klop pisan, seorang Profesor dan pakar hukum perusahaan yang juga bobotoh sejati mendapat kepercayaan untuk terlibat dalam proses lahirnya PT. PBB (Persib Bandung Bermartabat).
Nama kelima adalah Prof. Dr.Endang Saefullah Wiradipradja, S.H.,LL.M. , beliau adalah mantan rektor UNISBA, pakar dan guru besar hukum antariksa dan ruang angkasa FH UNPAD. Mengenai kebobotohan beliau pertama kali penulis dengar dari Kang Mulky, bassist dari band seurius yang juga adalah putra dari Prof. Endang, kemudian kesan itu semakin tertegaskan saat berjumpa dalam rangkaian acara milad UNISBA ke-49 tahun 2007, saat itu saya berkesempatan menjadi moderator dalam sebuah rangkaian acara milad tersebut, seminar berjudul “Peran dan Pengaruh Bobotoh terhadap prestasi PERSIB” yang dilaksanakan di aula UNISBA.
Pengalaman tentang PERSIB berikutnya bersama Prof. Endang lebih tak terduga lagi, dalam sebuah resepsi pernikahan kerabat dari pemilik klub sepakbola lokal ternama di kota Bandung yang diselenggarakan di hotel Holiday Inn Bandung, penulis kembali berjumpa Prof. Endang, dalam acara itu hadir beberapa pelaku sepakbola termasuk beberapa pemain kondang tanah air, namun yang paling menarik perhatian saya adalah kehadiran seorang Profesor yang duduk satu meja bersama ketua umum terakhir PERSIB, Dada Rosada, dan pelatih yang saat itu gencar diisukan akan merapat ke kota kembang, Rahmad Darmawan. Kebetulan saya berkesempatan duduk bersama satu meja dengan ketiga orang itu (+pemilik klub yang mengundang saya), karena sadar usia dan konteks pula lah saya lebih banyak diam dan hanya mengiyakan serta berpendapat jika ditanya, sungguh menit-menit tanpa inisiatif dan hanya ingin mendengar. Jika Dada Rosada, Rahmad Darmawan, dan sang pemilik klub berbicara sepakbola rasanya tidak terlalu aneh, maka yang paling saya tunggu adalah ucapan dari Prof. Endang Saefullah…..dan akhirnya setelah mendengar opini-opini yang Prof. Endang utarakan saya semakin mengamini kebobotohan beliau, perhatian serta cara pandangnya terhadap topik obrolan menunjukkan bahwa dirinya memang intens mengikuti perkembangan sepakbola nasional khususnya PERSIB.
Nama Profesor terakhir yang saya alami kebobotohannya adalah Prof. Dr. Rukmana Amanwinata S.H.,M.H. , beliau adalah penguji sidang skripsi penulis saat kuliah S1 dahulu. Tahun 2008, ketika itu penulis menjalani sidang untuk mempertahankan skripsi berjudul “Implementasi Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah Dalam Pengalokasian Dana APBD Kepada Klub Sepakbola Peserta Liga Indonesia”, salah satu objek penelitiannya adalah PERSIB.
Sebagai mahasiswa saya hanya berpedoman pada keilmuan yang saya dapatkan diperkuliahan dan menanggalkan cinta buta saya kepada klub sepakbola yang paling saya cintai, maka dibeberkanlah pelanggaran-pelanggaran serta ketidakpatutan dan indikasi korupsi yang dilakukan PERSIB ketika menerima dana hibah dari APBD selama bertahun-tahun, dalam konteks hukum saya memilih tutup mata untuk hal-hal seperti rasa cinta, kebanggaan, ikatan emosional, dan hal lain ketika berbicara PERSIB serta bagaimana cara PERSIB mendapatkan uang untuk berkompetisi, alhasil rekomendasi-rekomendasi dan kesimpulan pun memang membuat PERSIB menjadi “tidak benar”.
Merasa sudah berada dijalur yang benar dan berpegang kepada hal-hal yuridis normatif tiba-tiba saya dibuat gelagapan oleh seorang penguji yang memandang persoalan ini tidak semata dari sisi peraturan perundang-undangan saja…..salah satu yang saya ingat dari ucapan sang penguji adalah “….anda jangan terlalu legistik, sebagai orang Bandung seharusnya anda paham bahwa PERSIB adalah sebuah…..bla..bla..bla…bla…bla…bla…bla….”, dan rentetan ucapan yang membuat seolah-olah saya ini bukanlah seorang bobotoh dan bukan orang Bandung yang paham akan arti PERSIB….. dalam hati saya berkata “satuju pisan Prof….tapi justru karena ini penelitian hukum lah maka saya pura-pura tidak tahu dan menutup mata akan semua yang bapak ucapkan tadi”. Namun dalam konteks lain setelah acara sidang intinya kami pun sepakat bahwa PERSIB itu istimewa, dan justru karena keistimewaannya itulah maka PERSIB harus menjadi pelopor dalam kemandirian klub sepakbola, dana APBD itu perlu dan negara pun memiliki kewajiban terhadap sepakbola, tapi sepakbola yang mana dulu……harus jelas, seperti pembinaan usia dini serta infrastruktur dan fasilitas penunjang…..dalam hal pelanggaran hukum, tak ada toleransi bahkan untuk PERSIB sekalipun, apalagi pada kenyataannya sebenarnya praktik-praktik yang terjadi justru menguntungkan segelintir orang, PERSIB hanya dijadikan alat dan legitimasi untuk mengucurkan dana APBD puluhan milliar rupiah, sebelum berpisah Prof. Rukmana berkata….” da saya kieu kieu ge bobotoh…..”.
Pertemuan terakhir saya terjadi sekitar Februari yang lalu dalam sebuah perkuliahan, saya tak menyangka beliau masih ingat saya, karena ketika masuk kelas Prof. Rukmana langsung berkata, “eh si persib sakola deui….kumaha atuh elehan wae persib teh……”, maka hampir setengah jam perkuliahan diisi oleh obrolan PERSIB, tak hanya masalah permainan dan hasil di lapangan namun juga perilaku bobotoh yang mulai menyimpang, aspek badan hukum PERSIB serta kekhawatiran tentang kekuatan pemilik modal yang hanya sekedar mengeksploitasi daya beli para bobotoh, untunglah mahasiswa lain yang ada di ruangan tak ada yang merasa keberatan dan terganggu selama “kuliah PERSIB” itu.
Itulah sosok 5 Profesor yang saya alami sendiri kebobotohan dan kePERSIBannya, hanya sekedar berbagi cerita dan memberi bisikan kepada teman-teman yang lain bahwa ternyata tidak hanya Djohar Arifin Hussein, Profesor yang memiliki irisan dengan sepakbola, ternyata Bandung pun memiliki Profesor yang juga mantan pemain PERSIB dan tim nasional serta berprofesi sebagai dokter, juga Profesor-Profesor lain yang memiliki kecintaan dan kanyaah terhadap klub sepak bola kebanggaannya…..PERSIB Bandung.
*Penulis adalah pensiunan reporter PERSIB, tinggal di jakarta

Penulis: Ekomaung Noer Kristiyanto
Ini adalah hutang saya tentang trilogi tulisan “PERSIB and the Proffessors”. Karena berbagai keadaan maka baru dapat melanjutkan tulisan ini di awal bulan November, dari respon terhadap 2 tulisan sebelumnya saya pun baru tahu ternyata cukup banyak anak-anak UNPAD yang sebelumnya tidak mengetahui bahwa mantan rektor UNPAD, Prof. Himendra Wargahadibrata dr.Sp.An., KIC pun sejatinya adalah seorang mantan pemain inti PERSIB dan pemain inti tim nasional Indonesia di era pelatih Tony Pogacnik.
Setelah Prof. Ganjar Kurnia DEA, dan Prof. Dr. Asep Warlan Yusuf S.H., M.H. , pengalaman dan memori saya memunculkan 3 nama lagi yang saya ingat jika membicarakan PERSIB dan para Profesor, kebetulan ketiganya berlatar belakang hukum dan dari nama belakangnya tampaknya ketiganya merupakan menak keluarga sunda terpandang .
Profesor keempat yang saya alami sendiri kePERSIBannya adalah Prof. Dr. Man Suparman Sastrawidjaja S.H., beliau adalah mantan dekan Fakultas Hukum UNPAD, bagi yang mengenalnya maka Prof Man ini adalah seorang bobotoh sejati, dalam beberapa kesempatan saya selalu mendengar Prof. Man menggerutu mengenai prestasi PERSIB jika tengah berbincang dengan koleganya, itu terjadi sekitar tahun 2003-2005 an, dan yang paling menarik adalah ketika Prof. Man berinisiatif mengadakan acara nonton bareng PERSIB vs Persija di salah satu area aula Graha Sanusi di Dipati Ukur, saya lupa musim kompetisi berapa namun yang pasti acara itu berlangsung saat pertandingan PERSIB vs persija digelar pada hari kerja karena pada hari itu kegiatan perkuliahan memang berlangsung, penulis yang membolos kuliah ketika itu tengah menunggu bobotoh lain di Lapangan Parkir Utara DU untuk berangkat bersama menuju stadion, dan mendapat info mengenai acara nonton bareng setelah bertanya kepada salah seorang petugas katering yang sibuk mempersiapkan sesuatu disekitar aula.
Lebih jauh lagi Prof. Man ternyata berkontribusi secara nyata terhadap eksistensi PERSIB Bandung, sekitar tahun 2008-2009 PERSIB yang ketika masih belum berbadan hukum tengah mempersiapkan diri menuju bentuk PT (Perseroan Terbatas), maka pihak pemkot Bandung membutuhkan persiapan dan masukan-masukan dari berbagai kalangan termasuk para akademisi, dan Prof. Man yang juga merupakan pakar hukum perusahaan lah yang dipercaya oleh walikota Bandung Dada Rosada untuk menyumbangkan pemikiran-pemikiran dan pengetahuan yang dimiliki.
Klop pisan, seorang Profesor dan pakar hukum perusahaan yang juga bobotoh sejati mendapat kepercayaan untuk terlibat dalam proses lahirnya PT. PBB (Persib Bandung Bermartabat).
Nama kelima adalah Prof. Dr.Endang Saefullah Wiradipradja, S.H.,LL.M. , beliau adalah mantan rektor UNISBA, pakar dan guru besar hukum antariksa dan ruang angkasa FH UNPAD. Mengenai kebobotohan beliau pertama kali penulis dengar dari Kang Mulky, bassist dari band seurius yang juga adalah putra dari Prof. Endang, kemudian kesan itu semakin tertegaskan saat berjumpa dalam rangkaian acara milad UNISBA ke-49 tahun 2007, saat itu saya berkesempatan menjadi moderator dalam sebuah rangkaian acara milad tersebut, seminar berjudul “Peran dan Pengaruh Bobotoh terhadap prestasi PERSIB” yang dilaksanakan di aula UNISBA.
Pengalaman tentang PERSIB berikutnya bersama Prof. Endang lebih tak terduga lagi, dalam sebuah resepsi pernikahan kerabat dari pemilik klub sepakbola lokal ternama di kota Bandung yang diselenggarakan di hotel Holiday Inn Bandung, penulis kembali berjumpa Prof. Endang, dalam acara itu hadir beberapa pelaku sepakbola termasuk beberapa pemain kondang tanah air, namun yang paling menarik perhatian saya adalah kehadiran seorang Profesor yang duduk satu meja bersama ketua umum terakhir PERSIB, Dada Rosada, dan pelatih yang saat itu gencar diisukan akan merapat ke kota kembang, Rahmad Darmawan. Kebetulan saya berkesempatan duduk bersama satu meja dengan ketiga orang itu (+pemilik klub yang mengundang saya), karena sadar usia dan konteks pula lah saya lebih banyak diam dan hanya mengiyakan serta berpendapat jika ditanya, sungguh menit-menit tanpa inisiatif dan hanya ingin mendengar. Jika Dada Rosada, Rahmad Darmawan, dan sang pemilik klub berbicara sepakbola rasanya tidak terlalu aneh, maka yang paling saya tunggu adalah ucapan dari Prof. Endang Saefullah…..dan akhirnya setelah mendengar opini-opini yang Prof. Endang utarakan saya semakin mengamini kebobotohan beliau, perhatian serta cara pandangnya terhadap topik obrolan menunjukkan bahwa dirinya memang intens mengikuti perkembangan sepakbola nasional khususnya PERSIB.
Nama Profesor terakhir yang saya alami kebobotohannya adalah Prof. Dr. Rukmana Amanwinata S.H.,M.H. , beliau adalah penguji sidang skripsi penulis saat kuliah S1 dahulu. Tahun 2008, ketika itu penulis menjalani sidang untuk mempertahankan skripsi berjudul “Implementasi Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah Dalam Pengalokasian Dana APBD Kepada Klub Sepakbola Peserta Liga Indonesia”, salah satu objek penelitiannya adalah PERSIB.
Sebagai mahasiswa saya hanya berpedoman pada keilmuan yang saya dapatkan diperkuliahan dan menanggalkan cinta buta saya kepada klub sepakbola yang paling saya cintai, maka dibeberkanlah pelanggaran-pelanggaran serta ketidakpatutan dan indikasi korupsi yang dilakukan PERSIB ketika menerima dana hibah dari APBD selama bertahun-tahun, dalam konteks hukum saya memilih tutup mata untuk hal-hal seperti rasa cinta, kebanggaan, ikatan emosional, dan hal lain ketika berbicara PERSIB serta bagaimana cara PERSIB mendapatkan uang untuk berkompetisi, alhasil rekomendasi-rekomendasi dan kesimpulan pun memang membuat PERSIB menjadi “tidak benar”.
Merasa sudah berada dijalur yang benar dan berpegang kepada hal-hal yuridis normatif tiba-tiba saya dibuat gelagapan oleh seorang penguji yang memandang persoalan ini tidak semata dari sisi peraturan perundang-undangan saja…..salah satu yang saya ingat dari ucapan sang penguji adalah “….anda jangan terlalu legistik, sebagai orang Bandung seharusnya anda paham bahwa PERSIB adalah sebuah…..bla..bla..bla…bla…bla…bla…bla….”, dan rentetan ucapan yang membuat seolah-olah saya ini bukanlah seorang bobotoh dan bukan orang Bandung yang paham akan arti PERSIB….. dalam hati saya berkata “satuju pisan Prof….tapi justru karena ini penelitian hukum lah maka saya pura-pura tidak tahu dan menutup mata akan semua yang bapak ucapkan tadi”. Namun dalam konteks lain setelah acara sidang intinya kami pun sepakat bahwa PERSIB itu istimewa, dan justru karena keistimewaannya itulah maka PERSIB harus menjadi pelopor dalam kemandirian klub sepakbola, dana APBD itu perlu dan negara pun memiliki kewajiban terhadap sepakbola, tapi sepakbola yang mana dulu……harus jelas, seperti pembinaan usia dini serta infrastruktur dan fasilitas penunjang…..dalam hal pelanggaran hukum, tak ada toleransi bahkan untuk PERSIB sekalipun, apalagi pada kenyataannya sebenarnya praktik-praktik yang terjadi justru menguntungkan segelintir orang, PERSIB hanya dijadikan alat dan legitimasi untuk mengucurkan dana APBD puluhan milliar rupiah, sebelum berpisah Prof. Rukmana berkata….” da saya kieu kieu ge bobotoh…..”.
Pertemuan terakhir saya terjadi sekitar Februari yang lalu dalam sebuah perkuliahan, saya tak menyangka beliau masih ingat saya, karena ketika masuk kelas Prof. Rukmana langsung berkata, “eh si persib sakola deui….kumaha atuh elehan wae persib teh……”, maka hampir setengah jam perkuliahan diisi oleh obrolan PERSIB, tak hanya masalah permainan dan hasil di lapangan namun juga perilaku bobotoh yang mulai menyimpang, aspek badan hukum PERSIB serta kekhawatiran tentang kekuatan pemilik modal yang hanya sekedar mengeksploitasi daya beli para bobotoh, untunglah mahasiswa lain yang ada di ruangan tak ada yang merasa keberatan dan terganggu selama “kuliah PERSIB” itu.
Itulah sosok 5 Profesor yang saya alami sendiri kebobotohan dan kePERSIBannya, hanya sekedar berbagi cerita dan memberi bisikan kepada teman-teman yang lain bahwa ternyata tidak hanya Djohar Arifin Hussein, Profesor yang memiliki irisan dengan sepakbola, ternyata Bandung pun memiliki Profesor yang juga mantan pemain PERSIB dan tim nasional serta berprofesi sebagai dokter, juga Profesor-Profesor lain yang memiliki kecintaan dan kanyaah terhadap klub sepak bola kebanggaannya…..PERSIB Bandung.
*Penulis adalah pensiunan reporter PERSIB, tinggal di jakarta

Hade kang eko,tp nu ka 2 teu sempet maca,ayeuna mah bangga cinta k persib teu kudu di perdebatkan lg tp nu jd pe-er kmh carana bobotoh bisa balener,termasuk panpel oge berperan dina mendidik bbth,contona tiket kudu meli pintu msk di jaga nepi pertandingan beres,ngarah malikirlah,bravo persib
bukan 5 profesor yg akang tulis di 3 tulisan ini tapi totalnya ada 6 org,he3 diantos artikel2 berikutnya
hatur nuhun infona saya yang dulu jadi mahasiswa ketika jaman pa himendra justru baru tahu dari artikel ini kalo pa himendra mantan pemain bola juga,apa ada lagi info2 lain mang eko?
Bagus tuh
“aspek badan hukum PERSIB serta kekhawatiran tentang kekuatan pemilik modal yang hanya sekedar mengeksploitasi daya beli para bobotoh” kata2x ini yg mengusik saya untuk berfikir boa boa meureunnya…….