Permainan Pemain Diklat Dianggap Tak Terlalu Jauh Dengan Seniornya
Wednesday, 16 December 2015 | 19:18
Ada sebuah manfaat yang bisa dipetik hasilnya saat Persib terjun di Piala Jenderal Sudirman (PJS) kemarin. Meski gagal lolos dari grup, regulasi dari turnamen yang kini sudah memasuki babak 8 besar ini membuat publik Jawa Barat mencium keberadaan para pemain junior Persib. Tidak lain karena performa Gian Zola dan Febri Hariyadi binaan Diklat tak begitu mengecewakan di mata pelatih maupun Bobotoh.
Mantan pelatih Maung Ngora musim 2009-2010, Mustika Hadi mengungkapkan, salah bila pelatih menganggap pemain junior sebagai pemenuhan syarat akan peraturan. Pelatih Persib senior Jajang Nurjaman dianggap memperhitungkan kemampuan duo pemain mudanya kala tampil di PJS. Kualitas pemain junior nyatanya tidak terlalu jauh dengan seniornya, hanya dibutuhkan jam terbang untuk mematangkannya.
“Melihat di PJS kemarin, Febri dan Zola mereka cukup memberikan andil. Kalau pelatih anggap hanya untuk menutupi persyaratan saya pikir salah, karena kualitas mereka tidak terlalu jauh dengan senior, tinggal diberikan kepercayaan dan kesempatan,” papar Mustika saat diwawancarai wartawan, Rabu (16/12) di Mes Persib, Jalan Ahmad Yani Bandung.
Oleh sebabnya kini Mustika menyarankan supaya menajemen Persib lebih melirik pemain Diklat untuk dimatangkan. Pembinaan yang berkesinambungan seharusnya tidak membuat pemain binaan sendiri harus terlebih dahulu pergi ke tim lain dan kemudian diklaim sebagai binaan sendiri.
“Mereka (Zola dan Febri) itu kan bergabung di Diklat, artinya pembinaan yang bersinambungan, Febri sama Zola sudah kelihatan tidak terlalu banyak jarak dengan pemain senior, tinggal adaptasi,” ujar Mustika. “Saya pikir pemain-pemain dari diklat dan potensi dari Bandung hasil pembinaan Persib juga perlu diperhatikan dan diberikan kesempatan,” tambahnya.
Mustika sedikit flashback bagaimana ia menjadi pemain pada zaman perserikatan. Kala itu, para pemain Maung Bandung murni binaan sendiri, sehingga seluruh pemain adalah asli lokal Jawa Barat. Selepas menjuarai Liga Indonesia pertama 1994-1995 mulai banyak pemain luar Bandung mengisi kekuatan Persib. Pemain lokal tanah Pasundaan berlarian ke tim lain.
“Dulu Persib perserikatan kita bisa juara kan mengandalkan hasil pembinaan, waktu sudah lepas dari perserikatan Persib berdiri sendiri tidak banyak pemain pembinaan, padahal banyak dan mereka bermain di luar, itu suatu kerugian aset daerah main di luar,” ceritanya.

Ada sebuah manfaat yang bisa dipetik hasilnya saat Persib terjun di Piala Jenderal Sudirman (PJS) kemarin. Meski gagal lolos dari grup, regulasi dari turnamen yang kini sudah memasuki babak 8 besar ini membuat publik Jawa Barat mencium keberadaan para pemain junior Persib. Tidak lain karena performa Gian Zola dan Febri Hariyadi binaan Diklat tak begitu mengecewakan di mata pelatih maupun Bobotoh.
Mantan pelatih Maung Ngora musim 2009-2010, Mustika Hadi mengungkapkan, salah bila pelatih menganggap pemain junior sebagai pemenuhan syarat akan peraturan. Pelatih Persib senior Jajang Nurjaman dianggap memperhitungkan kemampuan duo pemain mudanya kala tampil di PJS. Kualitas pemain junior nyatanya tidak terlalu jauh dengan seniornya, hanya dibutuhkan jam terbang untuk mematangkannya.
“Melihat di PJS kemarin, Febri dan Zola mereka cukup memberikan andil. Kalau pelatih anggap hanya untuk menutupi persyaratan saya pikir salah, karena kualitas mereka tidak terlalu jauh dengan senior, tinggal diberikan kepercayaan dan kesempatan,” papar Mustika saat diwawancarai wartawan, Rabu (16/12) di Mes Persib, Jalan Ahmad Yani Bandung.
Oleh sebabnya kini Mustika menyarankan supaya menajemen Persib lebih melirik pemain Diklat untuk dimatangkan. Pembinaan yang berkesinambungan seharusnya tidak membuat pemain binaan sendiri harus terlebih dahulu pergi ke tim lain dan kemudian diklaim sebagai binaan sendiri.
“Mereka (Zola dan Febri) itu kan bergabung di Diklat, artinya pembinaan yang bersinambungan, Febri sama Zola sudah kelihatan tidak terlalu banyak jarak dengan pemain senior, tinggal adaptasi,” ujar Mustika. “Saya pikir pemain-pemain dari diklat dan potensi dari Bandung hasil pembinaan Persib juga perlu diperhatikan dan diberikan kesempatan,” tambahnya.
Mustika sedikit flashback bagaimana ia menjadi pemain pada zaman perserikatan. Kala itu, para pemain Maung Bandung murni binaan sendiri, sehingga seluruh pemain adalah asli lokal Jawa Barat. Selepas menjuarai Liga Indonesia pertama 1994-1995 mulai banyak pemain luar Bandung mengisi kekuatan Persib. Pemain lokal tanah Pasundaan berlarian ke tim lain.
“Dulu Persib perserikatan kita bisa juara kan mengandalkan hasil pembinaan, waktu sudah lepas dari perserikatan Persib berdiri sendiri tidak banyak pemain pembinaan, padahal banyak dan mereka bermain di luar, itu suatu kerugian aset daerah main di luar,” ceritanya.

Komo mun terus sering di paenkn di pasihan jam terbang
inti na eta kudu rotasi nu teupat, ameh kabeh kabagean maen jd kaasah kabeh