Perjalanan Spiritual (Bag 1)
Thursday, 20 November 2014 | 18:00
Setiap bobotoh yang kemarin pergi langsung ke Palembang, sudah bisa dipastikan pasti memiliki kejadian-kejadian yang menarik, sulit untuk dilupakan, dan dikenang sepanjang kehidupannya untuk dibagikan dengan sesama bobotoh yang lain, dan juga pada keturunannya. Awalnya saya dan teman dekat saya berniat untuk pergi ke Palembang pada hari Senin, untuk menyaksikan laga semifinal antara Persib melawan Arema. Tetapi, ketika hendak pergi menuju sekretariat Viking, di jalan Gurame, di jalan kita berhenti, dan diam sejenak di pinggir jalan. Kita membicarakan mulai dari masalah keuangan saya yang pas-pasan, dipindahnya venue dari Jakarta ke Palembang, hingga kemungkinan yang terakhir, bisa jadi final akan dilaksanakan di Palembang, jika Persib berhasil mengatasi perlawanan dari Arema. Dengan beragam pertimbangan, khususnya mengenai keuangan, akhirnya kita memutuskan untuk menyaksikan laga final saja, dengan catatan jika Persib menang di semifinal, entah itu di Jakarta atau di Palembang. Di sinilah perbedaan kita berdua dengan almarhum Mang Ayi, jika beliau total dalam pepersiban, kita masih banyak berpikir mengenai ini dan itu.
Dan apa yang kita perkirakan tepat, begitu Persib mengalahkan Arema, pihak federasi tertinggi sepak bola di negeri ini langsung mengeluarkan informasi tempat dilangsungkannya partai final, dan itu di Palembang! Kita langsung bersiap dan mencari informasi-informasi untuk tour. Senang rasanya mendengar Persib melaju ke final, karena dari berbagai informasi yang saya dapatkan, skenario dari oknum-onkum federasi sepak bola kita gagal. Para petinggi dan komplotan yang sering disebut mafia itu, sepertinya tak mudah mengira jika Arema dan PBR kalah di partai semifinal. Menurut saya, Persib adalah tim yang bermain dengan tulus dan total, tidak terpaut dengan skenario-skenario ajaib yang bisa membawanya mudah melangkah, atau intrik-intrik yang menyilaukan mata. Lihat saja rekam jejak pengurus tim-tim yang berlaga di babak delapan besar, khususnya semifinal, mereka berkaitan erat dengan salah satu partai besar di negeri ini. Dan Persib menghancurkan entah itu isu pengaturan skor, hingga isu pemesanan juara!
Bobotoh yang kemarin merayakan konvoi Persib juara, mungkin berpikir bagaimana jika dulu bukan Kang Emil yang terpilih sebagai wali kota Bandung, arak-arakan tim Persib akan menggunakan apa jika tidak ada bus Bandros? Suatu kebetulan, atau takdir yang manis bus Bandros sudah ada sebelum Persib meraih gelar juara ISL. Belum lagi lihatlah pertandingan-pertandingan persahabatan yang dilakukan Persib, entah itu melawan tim lokal abal-abal, hinnga melawan tim luar sekelas DC United dan Ajax, Persib bermain ciamik. Apakah ini persiapan dari Sang Maha untuk bekal Persib bakal menjadi juara musim ini?
Akhirnya saya dan teman saya itu mendaftarkan diri untuk mengikuti tour Palembang. Ini partai final, kapan lagi Persib akan melaju ke final dan bermain di luar pulau Jawa? Saya pribadi beum pernah menginjakkan kaki di pulau Sumatera, dan belum pernah naik kapal feri yang besar itu. Pagi sebelum jam 7, banyak bobotoh sudah memenuhi lapangan Gasibu. Mungkin berkumpul tidak di lapangan Sidolig karena banyaknya bobotoh yang akan pergi tour, harus ditempatkan di temat yang luas. Malam sebelumnya saya mendapat kabar dari teman di Viking Kampus, katanya pemberangkatan bukan jam 7, tapi jam 10! Saya sedikit ragu, karena kemarin malam kata teman saya yang daftar, jam 7, bukan jam 10! Sampai di Gasibu, saya mengobrol dengan seorang bobotoh, yang ternyata pergi seorang diri, dan katanya ini adalah tour pertamanya. Dia berasal dari Cimahi. Saya dan teman saya mengobrol dengan dia, dan dia mengatakan akan barengan bersama saya dan teman saya, karena dia tidak ada yang dikenal lagi. Akhirnya kami bertiga siap untuk menuju Palembang!
Ternyata benar, jam 8 pagi belum ada tanda-tanda keberangkatan. Pembagian nomor bus mulai dilakukan. Saya dan teman saya bernomor pendaftaran sekitar nomor 900 lebih, dan ternyata, si orang Cimahi yang selalu bersama kita itu juga hanya beda empat angka dari nomor pendaftaran saya. Itu artinya kemungkinan besar kita akan berada dalam satu bus yang sama. Dia, si orang Cimahi itu hanya tersenyum, menurutnya kenapa bisa kebetulan seperti ini? Bertemu dengan kita dan akan satu bus pula. Saya hanya tersenyum juga, apakah ini kebetulan? Atau sesuatu yang sudah digariskan?
Jam 10 tiba namun tersiar berita bahwa keberangkatan akan dilakukan mulai jam 1 siang! Ini artinya kita menunggu di lapangan Gasibu sekitar 6 jam! Dan teman saya sedikit marah ketika tahu bahwa salah satu petinggi di jajaran pemerintah provinsi akan melakukan pelepasan, dengan terkesan sangat mendakdak. Panggung kecil baru dibuat hari itu juga, seperti tidak ada persiapan sebelumnya. Kata teman saya, politisasi terus! Lihat masa banyak, masuk, ada masa banyak, masuk! Dan saya yakin tidak hanya teman saya itu yang berpikiran seperti itu, banyak bobotoh yang lainnya, yang tidak sudi Persib di jadikan alat politik oleh siapa pun. Untungnya, ketika bapak yang terhormat itu akan berpidato, tiba-tiba muncul SMS dari kordinator bus kita, memberikan info nomor bus dan menyuruh untuk langsung mencari bus! Dan benar saja, kita bertiga satu bus, orang Cimahi itu mendapatkan SMS yang sama. Setelah mencari-cari, akhirnya bus kita berada di paling depan, dan kita bertiga langsung duduk di tempat yang kosong.
Jam 1 siang bus-bus lain mulai pergi, tapi kenapa bus kita belum pergi? Ternyata bus yang saya tumpangi mogok, ada sesuatu yang harus diperbaiki dan dibeli. Hujan pun turun, dan bus kita masih belum bisa diperbaiki, karena harus menunggu montir yang sedang membeli sesuatu untuk memperbaiki kerusakan bus itu. Hujan? Mungkin montir itu sedang meneduh, ini pasti akan lama. Di jalan itu, ada dua bus yang belum berangkat, bus yang saya tumpangi, dan bus dibelakangnya, yang masih satu perusahaan bus yang sama. Tiba-tiba mulai berdatangan bus kosong yang menuju lapangan Gasibu, mungkin untuk bobotoh yang belum mendapatkan bus. Akhirnya kordinator bus saya langsung naik pada salah satu bus yang sedang melewati jalan itu, dan tiba-tiba dia mengatakan “Pindah bus!” Kita bertiga dan bobotoh lainnya di bus itu langsung pindah bus, kita menempati sisi sebelah kanan, karena kursinya ada tiga, pas untuk kita. Yang hebat, di bus ini saya bertemu dengan dua teman SMP saya yang entah kapan kita terakhir bertemu, sudah bertahun-tahun. Di bus ini juga, saya berjumpa dengan seorang lelaki yang saya temui di musholla Gasibu, dan ternyata kita satu bus. Apakah ini kebetulan? Di bus ini juga ada dua orang bobotoh senior, dua orang kakek yang tidak saling kenal sebelumnya, namun mereka satu tujuan untuk pergi ke Palembang. Apa yang dikatakan para kakek-kakek ini? Katanya selama badan masih kuat, akan menonton Persib ke mana pun! Luar biasa! Di saat kakek-kakek yang lain seusianya mulai memikirkan akhirat dan ketenangan hidup, kakek-kakek ini malah ingin menonton Persib, hingga ke luar pulau Jawa! Ada juga seorang perempuan berkerudung bersama pacarnya (mungkin) di bus yang saya tumpangi ini.
Berangkatlah dua bus yang tersisa di jalan itu, bus saya dan bus yang tadi dibelakang saya. Saya melihat jam, jam 2 siang dan cuaca masih hujan. Mulai masuk tol, banyak kejadian yang menarik. Mulai dari candaan khas orang Sunda, khas bobotoh, hingga melihat pemandangan bus bobotoh lain mogok di tol! Sebelum berangkat tadi, di lapangan Gasibu saya sempat melihat ada bus yang hancur lewat, dan isinya adalah bobotoh, yang menurut kabar yang beredar, mereka di serang entah di daerah mana. Bus mulai memasuki wilayah tol yang berdekatan dengan ibu kota, para suporter tim ibu kota mulai meneror. Kita sudah bisa melihat mereka berada di sisi-sisi jalan tol, dan memastikan itu mereka, suporter tim ibu kota! Untungnya, ketika dua bus rombongan kami masuk tol itu, ada mobil polisi yang sedang berpatroli di sisi jalan tol itu. Mereka tidak bisa bergerak! Alhamdulillah, perjalanan sampai Merak, aman. Padahal, bus yang berangkat lebih awal dari kita, mendapatkan lemparan di tol. Begitu juga bus yang berangkat setelah kita, mendapatkan lemparan di tol, karena polisi yang berpatroli sudah tidak ada lagi. Ketika di rest area, bobotoh mulai turun dari bus. Dan, satu bus yang selalu barengan bersama bus saya, ternyata diisi oleh salah satu teman SD saya! Akhirnya kita saling mengobrol untuk melepaskan rasa rindu. Apakah ini kebetulan? Bagaimana jika kita berangkat tidak jam 2? Bagaimana jika bus yang sudah disiapkan untuk kita tidak mogok? Pasti terkena lemparan batu? Atau, mungkinkah saya akan bertemu dengan teman SD saya ini?
Dan akhirnya kita masuk ke dalam kapal feri. Menurut teman saya yang sudah pernah naik kapal feri, kita beruntung karena mendapakan kapal feri yang bagus, sangat bagus! Bagaimana tidak, kapal feri ini mirip sekali isinya dengan kapal di dalam film Titanic. Meski mungkin ini adalah kapal peninggalan bangsa Jepang, dengan tulisan Jepang di mana-mana, kata teman saya, pemerintah Jepang memang memanusiakan manusia, kapal ini sangat layak! Kamar mandi yang saya temukan bahkan mirip dengan kamar mandi di hotel-hotel yang lumayan mewah. Ada tempat untuk menonton televise bareng dan tempat seperti mini bar. Ada lift dan ada eskalator pula! Saya jumpa lagi dengan teman lama, kali ini teman SMA namun beda sekolah, ditemukan dulu karena Persib, yang mengatakan jika kapal ini mirip dengan rumah sakit, mungkin karena kebersihan, kerapihan, dan kemewahan yang terasa di dalam kapal ini. Di atas kapal ini ada juga heli pad, bahkan sepertinya bisa dijadikan tempat untuk futsal. Hal terindah adalah ketika memandang bulan di atas kapal ini, dikesunyian malam, kondisi sangat romantis, sayang, disebelah kanan dan kiri saya adalah pria, bukan wanita!
Kita sampai di Lampung sekitar jam 1 malam, dan langsung melanjutkan perjalanan menuju Jakabaring! Singkat cerita, kita sampai di kota Palembang sekitar jam 3 sore. Niat untuk jalan-jalan dulu di kota ini sirna, karena kedatangan kita yang kesorean. Sesampainya di Jakabaring, terlihat bagaimana ngerinya perjalanan bobotoh yang lain, dengan bus-bus yang sudah hancur kacanya. Di tempat itu kita diberi arahan oleh sang kordinator, mengenai tiket dan tempat untuk berkumpul. Kita bertiga memutuskan untuk mencari toilet, karena ingin mandi! Akhirnya di toilet masjidlah saya dan teman dekat saya, bisa mandi. Kita mandi berdua! Si orang Cimahi kita suruh dulu untuk menjaga barang-barang kita di masjid itu, nanti gantian. Saya mandi berdua, dan tiba-tiba teman dekat saya ini kentut di toilet! Sudah toilet itu gelap, airnya sedikit, ditambah sekarang udara tidak bersahabat, panas dan bau kentut teman saya itu mendominasi komposisi udara di toilet itu.
Bersambung ke bagian 2.
Penulis adalah seorang bobotoh yang masih tercatat namanya sebagai mahasiswa filsafat di salah satu Perguruan Tinggi di Bandung. Bisa dihubungi melalui @filsufmungil.

Setiap bobotoh yang kemarin pergi langsung ke Palembang, sudah bisa dipastikan pasti memiliki kejadian-kejadian yang menarik, sulit untuk dilupakan, dan dikenang sepanjang kehidupannya untuk dibagikan dengan sesama bobotoh yang lain, dan juga pada keturunannya. Awalnya saya dan teman dekat saya berniat untuk pergi ke Palembang pada hari Senin, untuk menyaksikan laga semifinal antara Persib melawan Arema. Tetapi, ketika hendak pergi menuju sekretariat Viking, di jalan Gurame, di jalan kita berhenti, dan diam sejenak di pinggir jalan. Kita membicarakan mulai dari masalah keuangan saya yang pas-pasan, dipindahnya venue dari Jakarta ke Palembang, hingga kemungkinan yang terakhir, bisa jadi final akan dilaksanakan di Palembang, jika Persib berhasil mengatasi perlawanan dari Arema. Dengan beragam pertimbangan, khususnya mengenai keuangan, akhirnya kita memutuskan untuk menyaksikan laga final saja, dengan catatan jika Persib menang di semifinal, entah itu di Jakarta atau di Palembang. Di sinilah perbedaan kita berdua dengan almarhum Mang Ayi, jika beliau total dalam pepersiban, kita masih banyak berpikir mengenai ini dan itu.
Dan apa yang kita perkirakan tepat, begitu Persib mengalahkan Arema, pihak federasi tertinggi sepak bola di negeri ini langsung mengeluarkan informasi tempat dilangsungkannya partai final, dan itu di Palembang! Kita langsung bersiap dan mencari informasi-informasi untuk tour. Senang rasanya mendengar Persib melaju ke final, karena dari berbagai informasi yang saya dapatkan, skenario dari oknum-onkum federasi sepak bola kita gagal. Para petinggi dan komplotan yang sering disebut mafia itu, sepertinya tak mudah mengira jika Arema dan PBR kalah di partai semifinal. Menurut saya, Persib adalah tim yang bermain dengan tulus dan total, tidak terpaut dengan skenario-skenario ajaib yang bisa membawanya mudah melangkah, atau intrik-intrik yang menyilaukan mata. Lihat saja rekam jejak pengurus tim-tim yang berlaga di babak delapan besar, khususnya semifinal, mereka berkaitan erat dengan salah satu partai besar di negeri ini. Dan Persib menghancurkan entah itu isu pengaturan skor, hingga isu pemesanan juara!
Bobotoh yang kemarin merayakan konvoi Persib juara, mungkin berpikir bagaimana jika dulu bukan Kang Emil yang terpilih sebagai wali kota Bandung, arak-arakan tim Persib akan menggunakan apa jika tidak ada bus Bandros? Suatu kebetulan, atau takdir yang manis bus Bandros sudah ada sebelum Persib meraih gelar juara ISL. Belum lagi lihatlah pertandingan-pertandingan persahabatan yang dilakukan Persib, entah itu melawan tim lokal abal-abal, hinnga melawan tim luar sekelas DC United dan Ajax, Persib bermain ciamik. Apakah ini persiapan dari Sang Maha untuk bekal Persib bakal menjadi juara musim ini?
Akhirnya saya dan teman saya itu mendaftarkan diri untuk mengikuti tour Palembang. Ini partai final, kapan lagi Persib akan melaju ke final dan bermain di luar pulau Jawa? Saya pribadi beum pernah menginjakkan kaki di pulau Sumatera, dan belum pernah naik kapal feri yang besar itu. Pagi sebelum jam 7, banyak bobotoh sudah memenuhi lapangan Gasibu. Mungkin berkumpul tidak di lapangan Sidolig karena banyaknya bobotoh yang akan pergi tour, harus ditempatkan di temat yang luas. Malam sebelumnya saya mendapat kabar dari teman di Viking Kampus, katanya pemberangkatan bukan jam 7, tapi jam 10! Saya sedikit ragu, karena kemarin malam kata teman saya yang daftar, jam 7, bukan jam 10! Sampai di Gasibu, saya mengobrol dengan seorang bobotoh, yang ternyata pergi seorang diri, dan katanya ini adalah tour pertamanya. Dia berasal dari Cimahi. Saya dan teman saya mengobrol dengan dia, dan dia mengatakan akan barengan bersama saya dan teman saya, karena dia tidak ada yang dikenal lagi. Akhirnya kami bertiga siap untuk menuju Palembang!
Ternyata benar, jam 8 pagi belum ada tanda-tanda keberangkatan. Pembagian nomor bus mulai dilakukan. Saya dan teman saya bernomor pendaftaran sekitar nomor 900 lebih, dan ternyata, si orang Cimahi yang selalu bersama kita itu juga hanya beda empat angka dari nomor pendaftaran saya. Itu artinya kemungkinan besar kita akan berada dalam satu bus yang sama. Dia, si orang Cimahi itu hanya tersenyum, menurutnya kenapa bisa kebetulan seperti ini? Bertemu dengan kita dan akan satu bus pula. Saya hanya tersenyum juga, apakah ini kebetulan? Atau sesuatu yang sudah digariskan?
Jam 10 tiba namun tersiar berita bahwa keberangkatan akan dilakukan mulai jam 1 siang! Ini artinya kita menunggu di lapangan Gasibu sekitar 6 jam! Dan teman saya sedikit marah ketika tahu bahwa salah satu petinggi di jajaran pemerintah provinsi akan melakukan pelepasan, dengan terkesan sangat mendakdak. Panggung kecil baru dibuat hari itu juga, seperti tidak ada persiapan sebelumnya. Kata teman saya, politisasi terus! Lihat masa banyak, masuk, ada masa banyak, masuk! Dan saya yakin tidak hanya teman saya itu yang berpikiran seperti itu, banyak bobotoh yang lainnya, yang tidak sudi Persib di jadikan alat politik oleh siapa pun. Untungnya, ketika bapak yang terhormat itu akan berpidato, tiba-tiba muncul SMS dari kordinator bus kita, memberikan info nomor bus dan menyuruh untuk langsung mencari bus! Dan benar saja, kita bertiga satu bus, orang Cimahi itu mendapatkan SMS yang sama. Setelah mencari-cari, akhirnya bus kita berada di paling depan, dan kita bertiga langsung duduk di tempat yang kosong.
Jam 1 siang bus-bus lain mulai pergi, tapi kenapa bus kita belum pergi? Ternyata bus yang saya tumpangi mogok, ada sesuatu yang harus diperbaiki dan dibeli. Hujan pun turun, dan bus kita masih belum bisa diperbaiki, karena harus menunggu montir yang sedang membeli sesuatu untuk memperbaiki kerusakan bus itu. Hujan? Mungkin montir itu sedang meneduh, ini pasti akan lama. Di jalan itu, ada dua bus yang belum berangkat, bus yang saya tumpangi, dan bus dibelakangnya, yang masih satu perusahaan bus yang sama. Tiba-tiba mulai berdatangan bus kosong yang menuju lapangan Gasibu, mungkin untuk bobotoh yang belum mendapatkan bus. Akhirnya kordinator bus saya langsung naik pada salah satu bus yang sedang melewati jalan itu, dan tiba-tiba dia mengatakan “Pindah bus!” Kita bertiga dan bobotoh lainnya di bus itu langsung pindah bus, kita menempati sisi sebelah kanan, karena kursinya ada tiga, pas untuk kita. Yang hebat, di bus ini saya bertemu dengan dua teman SMP saya yang entah kapan kita terakhir bertemu, sudah bertahun-tahun. Di bus ini juga, saya berjumpa dengan seorang lelaki yang saya temui di musholla Gasibu, dan ternyata kita satu bus. Apakah ini kebetulan? Di bus ini juga ada dua orang bobotoh senior, dua orang kakek yang tidak saling kenal sebelumnya, namun mereka satu tujuan untuk pergi ke Palembang. Apa yang dikatakan para kakek-kakek ini? Katanya selama badan masih kuat, akan menonton Persib ke mana pun! Luar biasa! Di saat kakek-kakek yang lain seusianya mulai memikirkan akhirat dan ketenangan hidup, kakek-kakek ini malah ingin menonton Persib, hingga ke luar pulau Jawa! Ada juga seorang perempuan berkerudung bersama pacarnya (mungkin) di bus yang saya tumpangi ini.
Berangkatlah dua bus yang tersisa di jalan itu, bus saya dan bus yang tadi dibelakang saya. Saya melihat jam, jam 2 siang dan cuaca masih hujan. Mulai masuk tol, banyak kejadian yang menarik. Mulai dari candaan khas orang Sunda, khas bobotoh, hingga melihat pemandangan bus bobotoh lain mogok di tol! Sebelum berangkat tadi, di lapangan Gasibu saya sempat melihat ada bus yang hancur lewat, dan isinya adalah bobotoh, yang menurut kabar yang beredar, mereka di serang entah di daerah mana. Bus mulai memasuki wilayah tol yang berdekatan dengan ibu kota, para suporter tim ibu kota mulai meneror. Kita sudah bisa melihat mereka berada di sisi-sisi jalan tol, dan memastikan itu mereka, suporter tim ibu kota! Untungnya, ketika dua bus rombongan kami masuk tol itu, ada mobil polisi yang sedang berpatroli di sisi jalan tol itu. Mereka tidak bisa bergerak! Alhamdulillah, perjalanan sampai Merak, aman. Padahal, bus yang berangkat lebih awal dari kita, mendapatkan lemparan di tol. Begitu juga bus yang berangkat setelah kita, mendapatkan lemparan di tol, karena polisi yang berpatroli sudah tidak ada lagi. Ketika di rest area, bobotoh mulai turun dari bus. Dan, satu bus yang selalu barengan bersama bus saya, ternyata diisi oleh salah satu teman SD saya! Akhirnya kita saling mengobrol untuk melepaskan rasa rindu. Apakah ini kebetulan? Bagaimana jika kita berangkat tidak jam 2? Bagaimana jika bus yang sudah disiapkan untuk kita tidak mogok? Pasti terkena lemparan batu? Atau, mungkinkah saya akan bertemu dengan teman SD saya ini?
Dan akhirnya kita masuk ke dalam kapal feri. Menurut teman saya yang sudah pernah naik kapal feri, kita beruntung karena mendapakan kapal feri yang bagus, sangat bagus! Bagaimana tidak, kapal feri ini mirip sekali isinya dengan kapal di dalam film Titanic. Meski mungkin ini adalah kapal peninggalan bangsa Jepang, dengan tulisan Jepang di mana-mana, kata teman saya, pemerintah Jepang memang memanusiakan manusia, kapal ini sangat layak! Kamar mandi yang saya temukan bahkan mirip dengan kamar mandi di hotel-hotel yang lumayan mewah. Ada tempat untuk menonton televise bareng dan tempat seperti mini bar. Ada lift dan ada eskalator pula! Saya jumpa lagi dengan teman lama, kali ini teman SMA namun beda sekolah, ditemukan dulu karena Persib, yang mengatakan jika kapal ini mirip dengan rumah sakit, mungkin karena kebersihan, kerapihan, dan kemewahan yang terasa di dalam kapal ini. Di atas kapal ini ada juga heli pad, bahkan sepertinya bisa dijadikan tempat untuk futsal. Hal terindah adalah ketika memandang bulan di atas kapal ini, dikesunyian malam, kondisi sangat romantis, sayang, disebelah kanan dan kiri saya adalah pria, bukan wanita!
Kita sampai di Lampung sekitar jam 1 malam, dan langsung melanjutkan perjalanan menuju Jakabaring! Singkat cerita, kita sampai di kota Palembang sekitar jam 3 sore. Niat untuk jalan-jalan dulu di kota ini sirna, karena kedatangan kita yang kesorean. Sesampainya di Jakabaring, terlihat bagaimana ngerinya perjalanan bobotoh yang lain, dengan bus-bus yang sudah hancur kacanya. Di tempat itu kita diberi arahan oleh sang kordinator, mengenai tiket dan tempat untuk berkumpul. Kita bertiga memutuskan untuk mencari toilet, karena ingin mandi! Akhirnya di toilet masjidlah saya dan teman dekat saya, bisa mandi. Kita mandi berdua! Si orang Cimahi kita suruh dulu untuk menjaga barang-barang kita di masjid itu, nanti gantian. Saya mandi berdua, dan tiba-tiba teman dekat saya ini kentut di toilet! Sudah toilet itu gelap, airnya sedikit, ditambah sekarang udara tidak bersahabat, panas dan bau kentut teman saya itu mendominasi komposisi udara di toilet itu.
Bersambung ke bagian 2.
Penulis adalah seorang bobotoh yang masih tercatat namanya sebagai mahasiswa filsafat di salah satu Perguruan Tinggi di Bandung. Bisa dihubungi melalui @filsufmungil.

Hahaha bus nu mogok di jln tol eta bus brudak unpad saacan asup cikarang mogokna ge,hupir.