Perjalanan Palembang yang Penuh Rintangan
Monday, 17 November 2014 | 21:14
Betapa bahagia, senang dan gembiranya warga Bandung dan bobotoh yang berada di luar Bandung. Betapa tidak, tim yang menjadi kebanggaan mereka berhasil menjadi juara pada kejuaraan sepakbola kasta tertinggi di negeri ini. Begitupun dengan saya, sebagai bobotoh yang mengidolakan PERSIB sejak kecil. Memang terakhir PERSIB juara ketika saya berumur 1 tahun dan tentu saya belum sempat kebagian melihat moment indah itu. Tiap tahun selalu terselip do’a agar saya bisa menyaksikan PERSIB juara dalam hidup saya, dan moment indah itupun terwujud di musim 2014. Itu pertama kalinya saya menyaksikan PERSIB menjuarai kompetisi kasta tertinggi, dan lebih terasa indah PERSIB mengangkat piala didepan mata kepala saya sendiri. Ya, di depan mata kepala saya sendiri ketika saya menonton langsung di Gelora Sriwijaya Jakabaring, Palembang.
Singkat cerita, ketika itu PERSIB masuk final IIC 2014 dan yang menjadi lawannya adalah AREMA, rencananya final akan digelar di Stadion Delta Sidoarjo. Tanpa basa basi saat Viking membuka pendaftaran tour final, saya langsung mendaftarkan diri untuk ikut serta. Tapi entah kenapa karena berbagai alas an, PT. LI selaku operatornya membatalkan final tersebut yang sampai sekarang masih menggantung. Jujur saya kecewa sekali, tapi apa boleh buat saya tidak punya wewenang apa-apa. Karena kekecewaan itu saya bernadzar “lamun PERSIB asup final ISL urang kudu indit, dimana wae tempatna. (kalau persib masuk masuk final isl, saya harus berangkat. Dimanapun tempatnya.)” Karena pada tahun 2014 kompetisi menggunakan format 2 wilayah dan bakalan ada final. Saya sangat yakin PERSIB bakal masuk final.
Tibalah tanggal 4 November 2014, PERSIB menjalani partai semifinal melawan AREMA. Jegerrrr PERSIB memenangkan pertandingan dan berhak atas tiket final melawan PERSIPURA. Hal yang membuat saya senang dan gelisah juga. Ya gelisah karena pada tanggal 7 November 2014 final dilaksanakan, berbarengan dengan acara ospek jurusan di kampus saya yang telah lama direncanakan dan saya masuk dalam susunan kepanitiaan. Sempat terpikir untuk tidak pergi ke Palembang dan memilih mensukseskan acara ospek. Tapi entah ilham dari mana, saya kembali teringat nadzar saya ketika gagal pergi karena batalnya final IIC. Tanpa pikir panjang lagi, saya langsung mendaftarkan diri untuk ikut serta ke Palembang dan terpaksa mengundurkan diri dari kepanitiaan yang tinggal beberapa hari lagi melaksanakan acara. Ya apa boleh buat, karena udah nadzar.
Langsung aja, tepat tanggal 6 November 2014, kami berkumpul di Gasibu untuk perjalanan yang direncanakan berangkat jam 8 pagi. Tapi karena beberapa hal, pemberangkatan pun molor sampai jam 12 baru berangkat. Tak ada yang aneh saat berangkat, semua biasa aja. Kami berangkat memasang berbagai atribut di bus sampai tiba di kawasan Cikampek, koordinator bus kami menyuruh kami melepas berbagai atribut untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.
Awalnya aman-aman aja, tapi sampai kawasan Cikarang saat semua seisi bus sedang bersantai, pruaaaakkkk terdengan suara kaca pecah. Sontak saja semua kaget, dan ternyata kaca pintu belakang bus pecah terkena lemparan batu oleh orang-orang tidak bertanggung jawab. Karena kejadian itu kami siaga dan persiapan untuk melawan kalau kejadian seperti itu terulang. Beberapa kali ada orang yang mencoba melempari bus, tapi kami sigap dan mencoba melawan dan merekapun kabur, takut kali yaaa.
Ketika sampai di Kawasan Cilegon, ada sekelompok orang bersembunyi di selokan pinggir jalan tol. Saat bus melintas, pruaaaaak mereka melempari bus dengan batu-batu besar. Kaca bus sebelah kiri rusak parah hampir semua. Saya cuma bisa mengusap dada dan berkata “ah loba gogoda na dek juara teh. (banyak cobaan mau juara).”
Langsung aja skip, kami sampai di Palembang. Setelah dapat tiket saya masuk ke tribun timur. Pritttt wasit meniup peluit 2×45 menit dan 2×15 menit habis skor 2-2, pertandingan berlanjut ke adu tostosan (pinalti). Penendang ke 1,2,3 dari kedua tim menjalankan tugasnya dengan baik, dan giliran penendangan ke 4 yang menjadi algojo. Supardi dari PERSIB masuk, giliran Nelson Alom dari PERSIPURA menjadi algojo. Derrrrr Nelsom Alom tendangannya lemah dan berhasil ditahan kiper PERSIB yang menurut saya pahlawan PERSIB, I Made Wirawan. Sontak semua bobotoh yang mengisi Gelora Jakabaring bersorak. Selanjutnya penendang ke 5 dari PERSIB yang mendapat giliran sekaligus menjadi penendang penentu, apakah PERSIB berhasil juara atau harus menunggu lebih lama lagi. Ya dialah Ahmad Jufriyanto yang menjadi penendang penentu. Saya balik badan, tak ingin melihatnya. Priiit wasit memberi aba-aba, Jupe pun mengambil ancang-ancang, jegggeerrrr tendang. Saya tidak tahu tendangan Jupe masuk atau tidak karena berbalik badan, tapi seorang bobotoh berteriak JUARAAAAAAA. Yeahhh seketika saya sadar kalau PERSIB juara, hal yang paling saya impi-impikan dari kecil. Seisi stadion bercampur aduk perasaannya, ada yang nangis terharu, berteriak-teriak juara, terdiam seolah tidak percaya, dan masih banyak lagi. Saya langsung sujud syukur, bersyukur karena bisa melihat kesempatan langka ini didepan mata kepala saya sendiri. Saya sempat meneteskan airmata ketika pemain mengangkat piala.
Next, suasana masih dalam euphoria juara kami berkumpul diluar stadion sebelum memasuki bis untuk bergegas pulang. Tak lama sekitar pukul 23.00 WIB, kami meninggalkan Jakabaring dengan pengawalan polisi. Tak jarang kami bernyanyi menumpahkan kegembiraan dalam bus. Sekitar 13 jam berlalu, kami sampai di Pelabuhan Bakauheuni untuk meninggalkan Pulau Sumatera. 4 jam kami diatas kapal ferry yang mengarungi Selat Sunda untuk mengantarkan kami ke Pulau Jawa.
Saat sampai Pelabuhan Merak, kami bergegas menuju Bandung, tapi saya yakin kalau serangan dan ancaman hari itu akan lebih besar daripada saat pemberangkatan. Benar saja dugaan saya, baru sampai beberapa kilometer beberapa orang mencoba mengancam kami. Dengan kompak kami semua mencoba membela diri. Ketika memasuki kawasan Tangerang (tepatnya daerah apa saya kurang tau), kami mendapat serangan petasan mercon yang diarahkan ke bus kami. Sontak kami semua kaget dan mencoba keluar dan mencoba mengajar para pelaku. Tapi seperti biasa mereka hanya bisa kabur.
Beberapa kilometer kedepan, kami mendapat kabar kurang mengenakan. Katanya salah satu supporter ibukota memblok jalan tol. Beberapa rombongan bus seketika berhenti ditengah jalan tol sekitar 1-2 jam yang membuat kemacetan panjang. Himbauan polisi untuk bus melanjutkan perjalanan kami abaikan, dan petugas seperti lari dari tanggung jawab pergi begitu saja. Mungkin tengah malam itu merupakan cekaman paling hebat selamat tour Palembang. Saya tidak habis pikir kenapa tengah malam begitu mereka masih aja niat untuk menyerang kami, setia menunggu kami sampai larut tengah malam. Saya sangat sedih, kenapa niat baik kami untuk mendukung tim idola kami malah mendapat serangan dari orang-orang yang tidak bertanggung jawab.
Jangankan untuk melakukan pembalasan, untuk keluar dari bus saja kami kelelahan karena baru saja menempuh perjalanan jauh yang ada di benak kami semua ingin cepat sampai Kota Bandung untuk bertemu keluarga dan merayakan juara tapi apa boleh buat kami harus menunggu lebih lama untuk sampai ke Kota Bandung.
Sekitar pukul 02.00 tengah malam, mulai menemui titik terang. Datang beberapa petugas polisi dan salah satu ormas yang mengawal kami. Kami bergegas melewati Kota Metropolitan dengan perasaan was-was dan siaga terhadap serangan-serangan. Ketika sudah melewati Jakarta, saya merasa sudah aman. Ternyata dugaan saya salah, masih ada saja ancaman dari mereka kamipun bergegas keluar untuk melakukan perlawanan beruntung petugas langsung mengamankan sehingga tawuran bisa dihindarkan.
Jujur saja saya sudah lelah, dan langsung tertidur tanpa memikirkan ancaman-ancaman berikutnya. Sekitar pukul 06.00 WIB, saya terbangun dan bus sudah sampai di Gerbang Tol Pasteur dan sampai Gasibu dan bus berhenti tepat didepan Gedung Sate yang sudah dipenuhi orang-orang yang menyambut kami. Saya sempat sedih melihat kondisi bus, dan bertanya-tanya kenapa ini harus terjadi. Tapi pada hari itu Gedung Sate seakan menjadi indah, setelah kami melakukan perjalanan jauh melewati hadangan dan ancaman dalam perjalanan rasanya terbayar lunas dengan gelar juara yang dibawa ke Kota Kembang.
Mimpi saya melihat tim kebanggaan saya juara di kompetisi tertinggi sudah tercapai, sekarang saya berharap agar suatu saat saya tour bisa aman dan nyaman tanpa gangguan dan ancaman. Entah kapan bisa terwujud, biar waktu saja yang menjawab dan saya hanya bisa berharap kelak anak cucu saya menjadi bobotoh tanpa harus ada permusuhan dengan siapapun.
Mungkin cerita ini sepele, tapi ini merupakan cerita yang tak pernah saya lupakan sepanjang hidup saya, sekian dan terimakasih semoga PERSIB bisa terus berprestasi.
Penulis Dian Nurdiansyah twitter @df_nurdiansyah

Betapa bahagia, senang dan gembiranya warga Bandung dan bobotoh yang berada di luar Bandung. Betapa tidak, tim yang menjadi kebanggaan mereka berhasil menjadi juara pada kejuaraan sepakbola kasta tertinggi di negeri ini. Begitupun dengan saya, sebagai bobotoh yang mengidolakan PERSIB sejak kecil. Memang terakhir PERSIB juara ketika saya berumur 1 tahun dan tentu saya belum sempat kebagian melihat moment indah itu. Tiap tahun selalu terselip do’a agar saya bisa menyaksikan PERSIB juara dalam hidup saya, dan moment indah itupun terwujud di musim 2014. Itu pertama kalinya saya menyaksikan PERSIB menjuarai kompetisi kasta tertinggi, dan lebih terasa indah PERSIB mengangkat piala didepan mata kepala saya sendiri. Ya, di depan mata kepala saya sendiri ketika saya menonton langsung di Gelora Sriwijaya Jakabaring, Palembang.
Singkat cerita, ketika itu PERSIB masuk final IIC 2014 dan yang menjadi lawannya adalah AREMA, rencananya final akan digelar di Stadion Delta Sidoarjo. Tanpa basa basi saat Viking membuka pendaftaran tour final, saya langsung mendaftarkan diri untuk ikut serta. Tapi entah kenapa karena berbagai alas an, PT. LI selaku operatornya membatalkan final tersebut yang sampai sekarang masih menggantung. Jujur saya kecewa sekali, tapi apa boleh buat saya tidak punya wewenang apa-apa. Karena kekecewaan itu saya bernadzar “lamun PERSIB asup final ISL urang kudu indit, dimana wae tempatna. (kalau persib masuk masuk final isl, saya harus berangkat. Dimanapun tempatnya.)” Karena pada tahun 2014 kompetisi menggunakan format 2 wilayah dan bakalan ada final. Saya sangat yakin PERSIB bakal masuk final.
Tibalah tanggal 4 November 2014, PERSIB menjalani partai semifinal melawan AREMA. Jegerrrr PERSIB memenangkan pertandingan dan berhak atas tiket final melawan PERSIPURA. Hal yang membuat saya senang dan gelisah juga. Ya gelisah karena pada tanggal 7 November 2014 final dilaksanakan, berbarengan dengan acara ospek jurusan di kampus saya yang telah lama direncanakan dan saya masuk dalam susunan kepanitiaan. Sempat terpikir untuk tidak pergi ke Palembang dan memilih mensukseskan acara ospek. Tapi entah ilham dari mana, saya kembali teringat nadzar saya ketika gagal pergi karena batalnya final IIC. Tanpa pikir panjang lagi, saya langsung mendaftarkan diri untuk ikut serta ke Palembang dan terpaksa mengundurkan diri dari kepanitiaan yang tinggal beberapa hari lagi melaksanakan acara. Ya apa boleh buat, karena udah nadzar.
Langsung aja, tepat tanggal 6 November 2014, kami berkumpul di Gasibu untuk perjalanan yang direncanakan berangkat jam 8 pagi. Tapi karena beberapa hal, pemberangkatan pun molor sampai jam 12 baru berangkat. Tak ada yang aneh saat berangkat, semua biasa aja. Kami berangkat memasang berbagai atribut di bus sampai tiba di kawasan Cikampek, koordinator bus kami menyuruh kami melepas berbagai atribut untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.
Awalnya aman-aman aja, tapi sampai kawasan Cikarang saat semua seisi bus sedang bersantai, pruaaaakkkk terdengan suara kaca pecah. Sontak saja semua kaget, dan ternyata kaca pintu belakang bus pecah terkena lemparan batu oleh orang-orang tidak bertanggung jawab. Karena kejadian itu kami siaga dan persiapan untuk melawan kalau kejadian seperti itu terulang. Beberapa kali ada orang yang mencoba melempari bus, tapi kami sigap dan mencoba melawan dan merekapun kabur, takut kali yaaa.
Ketika sampai di Kawasan Cilegon, ada sekelompok orang bersembunyi di selokan pinggir jalan tol. Saat bus melintas, pruaaaaak mereka melempari bus dengan batu-batu besar. Kaca bus sebelah kiri rusak parah hampir semua. Saya cuma bisa mengusap dada dan berkata “ah loba gogoda na dek juara teh. (banyak cobaan mau juara).”
Langsung aja skip, kami sampai di Palembang. Setelah dapat tiket saya masuk ke tribun timur. Pritttt wasit meniup peluit 2×45 menit dan 2×15 menit habis skor 2-2, pertandingan berlanjut ke adu tostosan (pinalti). Penendang ke 1,2,3 dari kedua tim menjalankan tugasnya dengan baik, dan giliran penendangan ke 4 yang menjadi algojo. Supardi dari PERSIB masuk, giliran Nelson Alom dari PERSIPURA menjadi algojo. Derrrrr Nelsom Alom tendangannya lemah dan berhasil ditahan kiper PERSIB yang menurut saya pahlawan PERSIB, I Made Wirawan. Sontak semua bobotoh yang mengisi Gelora Jakabaring bersorak. Selanjutnya penendang ke 5 dari PERSIB yang mendapat giliran sekaligus menjadi penendang penentu, apakah PERSIB berhasil juara atau harus menunggu lebih lama lagi. Ya dialah Ahmad Jufriyanto yang menjadi penendang penentu. Saya balik badan, tak ingin melihatnya. Priiit wasit memberi aba-aba, Jupe pun mengambil ancang-ancang, jegggeerrrr tendang. Saya tidak tahu tendangan Jupe masuk atau tidak karena berbalik badan, tapi seorang bobotoh berteriak JUARAAAAAAA. Yeahhh seketika saya sadar kalau PERSIB juara, hal yang paling saya impi-impikan dari kecil. Seisi stadion bercampur aduk perasaannya, ada yang nangis terharu, berteriak-teriak juara, terdiam seolah tidak percaya, dan masih banyak lagi. Saya langsung sujud syukur, bersyukur karena bisa melihat kesempatan langka ini didepan mata kepala saya sendiri. Saya sempat meneteskan airmata ketika pemain mengangkat piala.
Next, suasana masih dalam euphoria juara kami berkumpul diluar stadion sebelum memasuki bis untuk bergegas pulang. Tak lama sekitar pukul 23.00 WIB, kami meninggalkan Jakabaring dengan pengawalan polisi. Tak jarang kami bernyanyi menumpahkan kegembiraan dalam bus. Sekitar 13 jam berlalu, kami sampai di Pelabuhan Bakauheuni untuk meninggalkan Pulau Sumatera. 4 jam kami diatas kapal ferry yang mengarungi Selat Sunda untuk mengantarkan kami ke Pulau Jawa.
Saat sampai Pelabuhan Merak, kami bergegas menuju Bandung, tapi saya yakin kalau serangan dan ancaman hari itu akan lebih besar daripada saat pemberangkatan. Benar saja dugaan saya, baru sampai beberapa kilometer beberapa orang mencoba mengancam kami. Dengan kompak kami semua mencoba membela diri. Ketika memasuki kawasan Tangerang (tepatnya daerah apa saya kurang tau), kami mendapat serangan petasan mercon yang diarahkan ke bus kami. Sontak kami semua kaget dan mencoba keluar dan mencoba mengajar para pelaku. Tapi seperti biasa mereka hanya bisa kabur.
Beberapa kilometer kedepan, kami mendapat kabar kurang mengenakan. Katanya salah satu supporter ibukota memblok jalan tol. Beberapa rombongan bus seketika berhenti ditengah jalan tol sekitar 1-2 jam yang membuat kemacetan panjang. Himbauan polisi untuk bus melanjutkan perjalanan kami abaikan, dan petugas seperti lari dari tanggung jawab pergi begitu saja. Mungkin tengah malam itu merupakan cekaman paling hebat selamat tour Palembang. Saya tidak habis pikir kenapa tengah malam begitu mereka masih aja niat untuk menyerang kami, setia menunggu kami sampai larut tengah malam. Saya sangat sedih, kenapa niat baik kami untuk mendukung tim idola kami malah mendapat serangan dari orang-orang yang tidak bertanggung jawab.
Jangankan untuk melakukan pembalasan, untuk keluar dari bus saja kami kelelahan karena baru saja menempuh perjalanan jauh yang ada di benak kami semua ingin cepat sampai Kota Bandung untuk bertemu keluarga dan merayakan juara tapi apa boleh buat kami harus menunggu lebih lama untuk sampai ke Kota Bandung.
Sekitar pukul 02.00 tengah malam, mulai menemui titik terang. Datang beberapa petugas polisi dan salah satu ormas yang mengawal kami. Kami bergegas melewati Kota Metropolitan dengan perasaan was-was dan siaga terhadap serangan-serangan. Ketika sudah melewati Jakarta, saya merasa sudah aman. Ternyata dugaan saya salah, masih ada saja ancaman dari mereka kamipun bergegas keluar untuk melakukan perlawanan beruntung petugas langsung mengamankan sehingga tawuran bisa dihindarkan.
Jujur saja saya sudah lelah, dan langsung tertidur tanpa memikirkan ancaman-ancaman berikutnya. Sekitar pukul 06.00 WIB, saya terbangun dan bus sudah sampai di Gerbang Tol Pasteur dan sampai Gasibu dan bus berhenti tepat didepan Gedung Sate yang sudah dipenuhi orang-orang yang menyambut kami. Saya sempat sedih melihat kondisi bus, dan bertanya-tanya kenapa ini harus terjadi. Tapi pada hari itu Gedung Sate seakan menjadi indah, setelah kami melakukan perjalanan jauh melewati hadangan dan ancaman dalam perjalanan rasanya terbayar lunas dengan gelar juara yang dibawa ke Kota Kembang.
Mimpi saya melihat tim kebanggaan saya juara di kompetisi tertinggi sudah tercapai, sekarang saya berharap agar suatu saat saya tour bisa aman dan nyaman tanpa gangguan dan ancaman. Entah kapan bisa terwujud, biar waktu saja yang menjawab dan saya hanya bisa berharap kelak anak cucu saya menjadi bobotoh tanpa harus ada permusuhan dengan siapapun.
Mungkin cerita ini sepele, tapi ini merupakan cerita yang tak pernah saya lupakan sepanjang hidup saya, sekian dan terimakasih semoga PERSIB bisa terus berprestasi.
Penulis Dian Nurdiansyah twitter @df_nurdiansyah

maraneh juara,hanya itu yg bisa saya tuliskan
hatur nuhun bobotoh