
Tanah Priangan baik dari Bandung maupun kawasan Jawa Barat tidak dipungkiri menjadi produsen pesepakbola handal di tanah air. Sejak era kolonial hingga sepakbola modern seperti saat ini, tidak terhitung lagi talenta lahir dari bumi Pasundan. Persib pun kerap menjadi tempat bernaung dari bakat-bakat tersebut untuk mewarnai karirnya.
Maung Bandung sendiri sempat punya kebijakan ketat mengenai budaya menjaga tradisi mereka sebagai klub yang konsisten mengorbitkan pemain muda dari kompetisi internal. Bahkan saat klub-klub mulai melek dengan industri sepakbola dan aktif melakukan perekrutan pemain lokal maupun asing, Persib tetap teguh mempertahankan sistem regenerasi dari produksi sendiri.
Namun tradisi tersebut tergerus, tuntutan untuk meraih prestasi membuat manajemen mulai berpikir cara instan. Pemain berlabel bintang atau pemain berpengalaman di kancah sepakbola nasional kerap didatangkan. Imbasnya talenta muda yang seharusnya dapat panggung terpaksa mencari pengalaman dulu di klub lain.
Akhirnya muncul kebiasaan baru dari pemain muda asal tanah Sunda untuk mencari ilmu lebih dahulu sebelum membela klub kebanggaannya. Mereka berusaha meningkatkan kualitas serta pengalaman supaya kans mendapat tempat di tim Persib terbuka. Berikut adalah deretan pemain yang melanglangbuana sebelum berkontribusi maksimal untuk Maung Bandung :
1. Zaenal Arif

Zaenal Arif. Foto: e-paper pikiran rakyat
Salah satu talenta asal Garut terbaik di era sepakbola modern. Striker dengan ketajaman di atas rata-rata dengan karakter yang stylish. Kaki kirinya begitu mematikan, sehingga mustahil tim nasional Indonesia mengabaikan kemampuannya. Namun karir Zaenal Arief bersama Persib tidak mulus, dia sempat hanya jadi pelengkap di Liga Indonesia VI 1999/2000.
Abo –sapaan akrab Zaenal Arief- disiapkan oleh pelatih Persib, Suryamin sebagai proyek regenerasi pasca masa keemasan 1994/1995. Namun rencana tinggal lah rencana, Suryamin terdepan di tengah jalan dan Indra Thohir kembali ditunjuk sebagai pelatih. Abo pun jarang dimainkan karena tipikal permainannya yang terlalu salon hingga akhirnya angkat kaki di akhir musim.
Nasib naas bersama Persib menjadi berkah terselubung baginya. Abo lalu dikontrak oleh Persita Tanggerang dan disana bakatnya menjadi terasah. Bersama Ilham Jayakusuma, Abo menjadi duet striker paling mematikan di Indonesia. Ketika klub lain menggunakan jasa pemain asing di barisan depan, Persita asuhan Benny Dollo menjadi tim yang tajam dengan artileri lokalnya.
Dia juga nyaris membawa Persita meraih gelar juara Liga Indonesia 2003. Namun di partai puncak Pendekar Cisadane harus menerima keunggulan Petrokimia Putra dengan skor 2-1. Performanya yang mengkilap bersama Persita dengan koleksi 43 gol membuat Persib kepincut membawanya pulang di Liga Indonesia 2005/2006.
Gayung bersambut, Abo bersedia pinangan kedua Persib kepadanya. Namanya tidak lagi hanya menjadi pelengkap di lini depan Persib. Pemain bernomor punggung 15 ini menjadi tumpuan di barisan depan, termasuk ketika Maung Bandung diperkuat Cristian Bekamenga dan Redouane Barkaoui. Kebersamaan Abo berjalan hingga kompetisi Liga Super Indonesia 2008/2009 usai dan dirinya lalu hengkang ke Persisam Samarinda.
2. Eka Ramdani

Berperawakan mungil, namun nama Eka Ramdani begitu besar di buku sejarah Persib Bandung. Gelandang asal Purwakarta tersebut sempat menjadi sosok ikonik Maung Bandung medio 2005 hingga 2011. Namun siapa sangka pemain jebolan Sekolah Sepakbola (SSB) UNI tersebut sempat diabaikan oleh Persib di awal karirnya.
Dengan talenta yang ditunjukannya sejak kompetisi usia dini di Bandung, Eka sudah mendapat kesempatan promosi membela tim senior Persib pada musim 2002. Di usia yang masih 16 tahun dirinya sudah mengecap atmosfer skuat utama klub. Tapi dengan pengalaman yang minim, Eka hanyalah pelapis dari pemain lain yang sudah senior.
Keputusan diambil pria yang akrab disapa Ebol tersebut. Dia memilih untuk mengembara lebih dahulu ketimbang terus menjadi penghuni bangku cadangan. Persijatim Jakarta Timur yang jadi destinasi Eka untuk menimba ilmu. Proyek Persijatim yang ingin mengoleksi para talenta muda di Indonesia yang membuatnya tertarik bergabung.
Benar saja, Eka banyak mendapat menit bermain yang membuat kemampuannya juga melesat selama dua musim bermain untuk Persijatim. Pengalaman itu yang membawanya kembali ke Persib dan menorehkan namanya sebagai salah satu legenda di tim. Bahkan ban kapten sempat tersemat di lengannya selama beberapa musim.
Aksi paling fenomenal yang selalu diingat Bobotoh dari Eka Ramdani adalah tendangan gledeknya pada musim 2007 kala menjamu Persija. Menerima ruang tembak sekitar 30 meter dari gawang, lesatan Eka membuat Evgeny Khmaruk tidak berkutik. Bola memang sempat membentur mistar, namun akhirnya masuk ke gawang dan mewarnai kemenangan Persib dengan skor 3-0.
3. Atep

Betapa sakit hatinya Bobotoh ketika melihat talenta terbaik dari tanah Priangan pada zamannya harus membela tim rival. Atep adalah gelandang serang asal Cianjur yang merupakan produk dari SSB UNI dan banyak membela Persib di kompetisi kelompok usia. Namun karir profesional Atep justru didapat dengan kostum Persija.
Dengan kemampuannya yang ada di atas rata-rata, Atep muda terpilih masuk ke tim nasional U-20. Saat itu tepatnya tahun 2005, para pemain timnas U-20 diwajibkan membela Persiba Bantul, sebab Persiba mendapat kepercayaan dari PSSI untuk melanjutkan pembinaan pemain untuk masa depan Indonesia. Mereka pun diikutsertakan dalam kompetisi musim 2005.
Namun di sisi lain Atep juga menerima pinangan Persija yang kepincut atas kualitas dia sebagai pemain muda berbakat. Akhirnya setelah kebijakan untuk membela Persiba usai, Atep menjadi bagian dari Macan Kemayoran. Karirnya melesat dan panggilan untuk membela tim nasional pun datang seperti di Piala Tiger 2007. Atep menjadi sayap kanan andalan Peter Withe.
Dirinya pernah diteror dengan segala macam cara oleh Bobotoh, seperti ketika dirinya bertamu ke Bandung bersama timnas senior. Atep yang mencetak gol ke gawang Persib pun diteriaki ‘anak haram’ oleh Bobotoh. Tapi hal itu tidak mengurangi kecintaan dia kepada Persib, memang hanya tinggal menunggu waktu Atep akhirnya menjadi bagian dari klub kebangaannya.
Dengan segudang pengalaman yang sudah dikumpulkan, Atep memutuskan untuk pulang kandang pada musim 2008/2009. Pilihan untuk menimba ilmu di luar tidak salah, Atep menjadi pemain yang tahan banting menghadapi segala persoalan klub. Pengalaman mengajarkan segalanya, hingga dia menjadi kapten, ikon, sekaligus legenda Maung Bandung.
4. Dedi Kusnandar

Dedi Kusnandar merupakan bakat terbaik di Jawa Barat untuk generasi pemain kelahiran 1990-an awal. Gelandang dengan visi permainan di atas rata-rata, akurasi umpan yang jitu dan punya banyak gelar di usia dini. Namanya kerap menghiasi anggota tim kelompok usia Persib seperti tim Haornas (U-15) dan Soeratin (U-17).
Dengan rekam jejak yang mumpuni di usia muda, Dedi sadar bahwa dia akan tetap diabaikan oleh tim senior Persib karena belum cukup matang tampil di kompetisi profesional. Maka dari itu, Dedi memilih untuk mengambil langkah pasti untuk menyelamatkan karirnya. Pelita Jaya U-21 menjadi jembatan pemain asal Jatinangor ini untuk membuka jalur ke tim utama.
Bersama Jajang Nurjaman sebagai pelatih Pelita Jaya U-21, Dedi terus menunjukan peningkatan permainan. Gelar juara LSI U-21 2008/2009 berhasil diraihnya dan gelar pemain terbaik pun jatuh ke pangkuannya. Sejak saat itu Dedi lalu mulai sering naik ke tim senior untuk berbagi menit bermain dengan pemain yang secara usia lebih tua.
Selama Dedi merasa belum layak bermain untuk Persib dan berpotensi hanya menjadi cadangan, dirinya terus menolak untuk pulang. Tujuannya supaya tempat di timnas U-23 dan jabatan kapten tetap berada di lengannya. Dedi sempat mengembara membela Arema dan Persebaya di musim 2013 dan 2014. Saat membela Persebaya, dia menjadi kapten tim U-23 di Asian Games 2014 di Incheon, Korea Selatan.
Segudang pengalaman akhirnya dikumpulkan Dedi selama masa perantauan. Mimpi untuk membela Persib pun diwujudkannya di transfer window awal musim 2015. Satu trofi Piala Presiden berhasil dipersembahkannya di tahun yang sama. Sempat menyebrang ke Malaysia pada 2016 membela Sabah FA, dia sampai saat ini masih terus menjadi bagian penting bagi lini tengah Persib.
5. Abdul Aziz

Memasuki era industri sepakbola, Persib makin aktif merekrut pemain-pemain dengan kualitas bintang. Hanya talenta istimewa yang bisa langsung tune in dan mendapat menit bermain usai promosi dari tim junior. Fakta itu yang mendasari Abdul Aziz untuk pergi mencari pengalaman bermain sebelum masuk skuat utama Persib.
Aziz sebenarnya bukan pemain sembarangan untuk ukuran pemain seusianya. Dia juga menjadi bagian dari Persib U-21 dalam beberapa musim, di musim 2014, Aziz adalah kaptennya. Tapi Aziz enggan karirnya mentok ketika usianya sudah melebihi 21 tahun, bahkan dia sempat banting stir menjadi pemain futsal karena liga musim 2015 dibekukan oleh Menpora.
Ketika karirnya moncer di futsal, tawaran kembali ke kancah sepakbola profesional kembali hadir pada musim 2016. Aziz diajak eks pelatih Persib U-21, Jaino Matos membela Persiba Balikpapan. Ambisi untuk merajut mimpi di lapangan hijau dan membela Persib pun mengemuka lagi, dirinya rutin bermain untuk Persiba pada TSC 2016.
Aziz lalu terus berusaha mencari pengalaman di kompetisi kasta tertinggi, dia menerima pinangan Borneo FC untuk musim 2017. Meskipun dia sempat dipinjamkan ke 757 Kepri Jaya pada putaran pertama. Tidak sampai disitu, Aziz juga mencoba menimba ilmu saat bergabung dengan PSMS di musim 2018. Kerja kerasnya tidak sia-sia, Persib akhirnya tertarik merekrutnya.
Dengan kemampuan dan mental yang sudah terasah di beberapa klub luar Bandung, Aziz mampu bersaing di ketatnya perebutan jatah bermain lini tengah Persib musim 2019. Dia jadi gelandang dengan jumlah bermain terbanyak, 25 kali tampil mengalahkan Hariono, Dedi Kusnandar dan Kim Jeffrey Kurniawan.
Komentar Bobotoh