

Nyanyang Juhana, Jatinangor, 2021
Hantaman angkutan kota kode 01 jurusan terminal Kebon Kalapa-Cicaheum membuat Nyanyang harus terkapar. Proses penangagan pun tidak main-main karena dirinya harus menjalani operasi lantaran kaki kanannya cedera parah. Kombinasi rasa nyeri akibat kecelakaan dan masa depan karir yang menjadi abu-abu, membuatnya kalut.
Bahkan banyak yang memprediksi bahwa Nyanyang tidak bisa beraksi lagi di lapangan hijau karena insiden ini. Namun dalam diri dia optimis untuk bisa kembali pulih dan melanjutkan karirnya menjadi pesepakbola, meski akhirnya dia dicoret dari tim Persib musim 2002. Semangat itu yang diusung olehnya supaya bangkit dan kembali mengolah si kulit bundar.
“Kalau teman dekat saya bilang mah ‘udah ga bisa main bola lagi dia mah’, persepsinya seperti itu. Tapi karena kebesaran hati saya untuk bermain bola, karena pernah sakit hati tidak sampai bisa membawa Persib dan pribadi saya untuk main di Persib makanya saya motivasi terus untuk bisa terus main bola,” kata anak pertama dari tiga bersaudara tersebut.
“Itu mah udah bukan patah lagi, itu mah udah ancur. Diplot sama dokter juga ini mah fifty-fifty aja kalau misalkan ga ada mukjizat, mungkin ga bisa main bola lagi. Sama kalau ga ada motivasi dari diri saya juga engga mungkin bisa main bola lagi. Ya kebesaran Tuhan saya bisa main bola lagi, niat saya dan doa orang tua alhamdulillah saya bisa main bola lagi,” lanjutnya.
Diakuinya juga bahwa kecelakaan ini terjadi hanya sekitar satu pekan pasca dirinya teken kontrak dengan manajemen Persib. Tapi kecelakaan malah membuat namanya hilang dari susunan skuat di musim 2002. “Seminggu. Seminggu dari saya dapet kontrak, kalau engga salah 20 juta. Pas pertama profesional, awal liga Indonesia profesional ,” ujarnya.
Proses pemulihan kaki yang hancur karena tabrakan pun diakuinya tidak murah. Perlu merogoh kocek dalam supaya semua kebutuhan dari penanganan operasi, rawat inap di rumah sakit hingga pengobatan pasca naik meja bedah. Nyanyang mengaku dia harus keluar uang Rp 700 ribu setiap pekan untuk biaya berobat selama masa recovery.
Meski sempat terkendala soal finansial tapi dia bersyukur masih ada pihak yang rela membantu supaya kondisinya pulih kembali. “Untuk pengobatan dan operasinya alhamdulillah berkat doa yang sayang sama saya, orang tua dan keluarga alhamdulillah berjalan lancar dan tidak ada halangan. Untuk masalah biaya mungkin yang dulu menjadi kendala besar buat saya, hampir habis 45 juta waktu itu,” terangnya.
Waktu sekitar dua tahun dibutuhkan Nyanyang untuk pulih dan bisa beraktivitas normal sebagai atlet. Mulai dari dia berjalan dibantu tongkat hingga akhirnya bisa bermain sepakbola lagi. Keinginan untuk melanjutkan karir meski tidak bersama Persib pun tetap membara di dalam dirinya. Hingga akhirnya ia mencoba peruntungan bersama Persipasi Bekasi dan kemudian hengkang ke Perseman Manokwari.
“Mungkin motivasi saya untuk bermain bola itu besar, apa yang disarankan sama dokter sama pelatih yang membesarkan hari saya main bola lagi. Waktu itu 1,5 tahun saya istirahat total dan setengah tahunnya mulai coba main bola lagi. Lalu setelah itu saya coba main di Divisi Utama, saya ke Bekasi langsung ke Manokwari sama bang Danan,” kenang dia.
Sejumlah klub Divisi I diperkuatnya hingga pernah juga membela Pro Duta yang masih bermarkas di Bandung saat itu. Nyanyang tidak lagi mampu bersaing dengan pemain lain di level top flight, dirinya hanya bermain di liga kasta kedua. Padahal di masa mudanya digadang-gadang akan menjadi striker hebat Persib berikutnya setelah era Sutiono dan Kekey Zakaria.
Namun apa mau dikata, Nyanyang tetap menerima dengan lapang ada apa yang diterimanya. Baginya semua ini sudah jadi suratan Tuhan. “Mungkin karena takdir, jadi kata orang bilang mah engga mulus ke kanan tapi ke kiri terus. Kalau ke kanan mah mungkin kaya mereka yang jadi bintang, karena prediksi orang-orang untuk saya ini bintang Persib masa depan. Itu yang membuat hati saya besar bermain bola,” ujarnya.
Kini Nyanyang sudah memutuskan gantung sepatu dan tidak banyak aktivitas yang berkaitan dengan sepakbola. Meski memang di daerah tempat tinggalnya masih kerap bermain sepakbola atau terlibat di tim usia muda sebagai pelatih. Namun dia sekarang lebih fokus untuk menjadi wiraswasta dan juga bermain burung merpati. Potensinya untuk bersinar bersama Persib dalam karirnya pun gagal karena musibah kecelakaan.
“Kesibukkan mungkin yang paling orang banyak dibicarakan mungkin main burung merpati. Sama mungkin selain ini ada kecil-kecilan lah, mungkin bahasanya mah wiraswasta lah. Karena dulu kan semenjak pindah ke Bandung berhenti kerja dari Perum Damri,” tutupnya.
Ditulis oleh M “Anki” Syaban Rinaldi, jurnalis Simamaung, berakun Twitter @Ankisyaban dan Instagram @anki_syaban
—
Komentar Bobotoh