Mulutmu Maungmu!
Sunday, 27 September 2015 | 19:07
“Terima kasih kepada Iwan, berkat dia penonton bisa sampai membludak” sepenggal kalimat yang diucapkan coach Djanur untuk mengakhiri konfrensi pers-nya selepas laga.
Nama Iwan memang menjadi buah bibir dalam sepekan kebelakang, terutama dikalangan bobotoh, mereka geram dengan apa yang diucapkannya di media yang seolah-olah menginjak harga diri tim kebanggaan mereka.
Saya pun termasuk salah satu dari jutaan bobotoh yang jengkel dengan apa yang dilontarkan oleh Iwan. Siapa dia, ko berani-beraninya dia berbicara bahwa strategi Djanur –yang sudah memenangkan berbagai gelar, baik sebagai pemain maupun pelatih; yang terakhir membawa Persib juara ISL tahun lalu– tidak ada apa-apanya, apa sih prestasi yang sudah ia peroleh ketika menjabat sebagai pelatih, membawa Pusamania Borneo menjadi kampiun Divisi Utama tahun lalu dengan catatan mendapatkan 11 penalti dari 12 laga? luar biasa, dasar Gajah.
**
Iwan dan anak asuhnya datang ke Bandung dengan berbekal kemenangan di leg pertama. Sebelumnya ia sempat berujar agar wasit di leg kedua nanti bersikap adil di lapangan, grrrrr, rasanya saya ingin mengirimkan sebuah bingkisan ke rumahnya, bingkisan berupa sebuah cermin yang sebesar badannya yang bulat itu. Bisa-bisanya ia yang telah dibantu Iwan lainnya berkata seperti itu. Dasar gajah!
Ah, tapi ya namanya juga Iwan Setiawan, mana punya ia rasa malu, lha wong mukanya juga setebal kulit gajah, kok, jangankan soal kecil seperti pernah berujar bahwa ia telah mengundurkan diri dari kursi kepelatihan Persija, sebelum beberapa hari kemudian ia ambil kembali jabatan itu. Perihal sepakbola gajah yang terjadi di laga PSS vs PSIS, yang enggan bertemu tim mafia macam PBFC juga pasti ia senyum-senyum aja, pasti Iwan dengan sombongnya berkata “takut tuh mereka sama tim gue, tim gue kan hebat, selalu menang penalti dari wasit di setiap laga”.
Setibanya di Bandung, Iwan mulai kembali bertingkah. 1 hari menjelang laga ia kembali mengeluarkan statement anehnya, “Saya pagi ini langsung sakit punggung. Bagaimana saya tak curiga sama Persib? Sebelumnya tak pernah seperti ini. Ini saya dikirimi (guna-guna),” ucapnya. Mendengar ucapannya yang kali ini, membuat saya ingin mengajaknya ke tempat pijat, rasanya ingin saya menggusurnya ke Octopus, “silahkan, Wan, jangan sungkan, semua biaya saya yang tanggung, termasuk biaya si mbanya saya tanggung juga, kalo cari saya, saya ada di kamar sebelah”.
**
Laga akan dimulai sore ini, 3 jam sebelum kick-off bangku-bangku di tiap sudut tribun mulai terisi penuh, bahkan tiket sudah habis terjual sejak Kamis malam, para bobotoh dari tiap daerah sengaja pergi berbondong-bondong ke Stadion, tujuannya hanya 1: ingin mencaci maki Iwan Setiawan dan melihatnya menangis dihadapan mereka.
1 jam sebelum laga, kedua tim memasuki lapangan untuk melakukan pemanasan. Persib memasuki lapangan terlebih dahulu, tepuk tangan dari seluruh isi stadion pun mengiringinya. Lalu PBFC memasuki lapangan, sontak para bobotoh pun langsung melontarkan caci makinya. Spanduk berupa ejekan terhadap Iwan mulai dikibarkan, jari tengah dan uang seratus ribuan –yang menandakan para pemainnya mata duitan– mulai diacung-acungkan.
Lalu, masuklah Iwan Setiawan ke dalam lapangan dengan senyuman dan lambaian tangan ke arah para bobotoh, bobotoh pun kembali tersulut emosinya, lemparan dengan intensitas kecil pun mulai terjadi, disebrang sana Viking mulai menyanyikan lagu special untuknya, seluruh stadion pun kompak dengan ikut menyanyikan nyanyian-nyanyian itu. Iwan teeeeeeet, Iwan teeeeeeet, Iwan teeet teeeeeeet. Ah, gausah disebutin juga bobotoh pasti tau lah.
Peluit kick-off dibunyikan, Persib langsung tancap gas dengan menggempur pertahanan PBFC sejak menit pertama, PBFC hanya sesekali tampil keluar dengan Boaz sebagai motor utama strategi serangan balik yang diterapkannya, hingga pada akhirnya, Boaz kembali menjadi momok menakutkan bagi tim berjuluk Pangeran Biru ini, penetrasinya di sisi kiri pertahanan Persib mampu mengocar-kacirkan Tony Sucipto, sebuah umpan yang empuk pun berhasil ia kirimkan, hingga akhirnya Jajang Mulyana yang tidak terkawal berhasil menceploskan bola ke gawang I Made. 0-1 mereka unggul.
Jajang Mulyana dengan wajahnya yang ganteng dan rambut yang jelas melakukan selebrasi yang berlebihan, dengan gesture menempelkan tangan di kuping, telunjuk di bibir, hingga tarian aneh di depan bobotoh dan ciuman untuk badge PBFC dilakukannya. Bench PBFC, termasuk juga Iwan berlarian ke dalam lapangan, oh ini toh selebrasi yang telah mereka siapkan.
Peluit akhir babak pertama dibunyikan, Persib memasuki ruang ganti dengan tertinggal defisit 1 gol, itu artinya mereka harus mencetak minimal 2 gol dan tidak kebobolan. Jajang Mulyana, yang juga orang Bandung mulai kembali bertingkah, ia sengaja menjadi orang terakhir yang memasuki ruang ganti, dengan jalan santai dan ciuman terhadap badge PBFC yang kembali dilakukannya membuat para bobotoh kembali melemparinya.
Zenrs pernah berujar: “Dalam intensitas yang sangat tinggi, tribun di stadion itu bisa mengembalikan fitrah manusia ke asalnya “yang-tak-berpendidikan”. Maka jangan pernahlah berujar bahwa bobotoh itu kampungan sebelum kalian merasakan berdiri langsung di tribun, karena melakukan lemparan-lemparan semacam itu terjadi karena dikendalikan oleh insting dan naluri. Di atas tribun, seorang profesor pun bisa kembali menjadi orang yang tak berpendidikan ketika apa yang ia lihat tidak sesuai dengan apa yang ia inginkan. Maka saya tidak heran ketika kemarin seorang anak kecil memaki-maki Iwan Setiawan, seorang ibu-ibu berjilbab mengumpat dengan kata kasar, dan seorang kake melakukan lemparan ke arah lapangan, itu terjadi karena mereka mempunyai naluri itu, naluri yang bukan hanya untuk duduk manis di atas tribun.
Babak ke dua segera dimulai, Spaso masuk menggantikan Tantan. Strategi yang dilakukan Djanur mulai terlihat menjanjikan, Spaso mampu membawa duet Hamka-Latief untuk lebih menjaganya di dalam box, Persib kini lebih berani memainkan direct ball dengan Spaso sebagai pemantulnya. Hingga pada akhirnya Konate mampu menyamakan kedudukan, para pemain kembali menggila, bobotoh pun semakin bersemangat lagi mendukung tim kesayangannya.
Beberapa menit kemudian Konate kembali melakukan magic-nya, penetrasinya di sisi kanan pertahanan PBFC membuat Victor Pae melakukan tackle ceroboh, kartu kuning baginya, itu artinya dia harus mandi lebih cepat dari rekan-rekannya. Tendangan bebas dari sisi kiri pun diambil Bang Utina, dengan cerdik ia mengarahkan bola kepada King Zulham yang tidak terjaga, dengan tandukannya ia mengirim bola ke sudut gawang Galih Sudaryono. Gol! Persib di atas angin, mereka kini unggul aggregat. King Zulham berlari ke arah bench PBFC dan melakukan selebrasi juara dengan membokongi mereka. 2-1.
Laga semakin panas dan seru, wasit sampai harus mengeluarkan kartu berkali-kali dari sakunya, Diego dan Spaso pun harus meninggalkan lapangan sebelum laga usai akibat terlalu asyik menikmati pertandingan yang panas ini. Hingga laga usai Persib tetap unggul 2-1, itu artinya kami lolos ke semifinal dengan unggul aggresivitas gol tandang.
Seluruh pemain dan official berhamburan ke tengah lapangan, bobotoh mulai berjingkrak-jingkrak kembali, flare mulai dinyalakan. Di sudut satunya, orang-orang dengan baju putih mulai tertenduk lesu, Iwan Setiawan hanya bisa bengong seolah-olah tidak percaya dengan apa yang baru saja terjadi, Jajang Mulyana harus gigit jari karena ia harus pulang ke Jatinangor untuk melamuni apa yang telah diperbuatnya, saya dan teman-teman pun mulai berpelukan di atas tribun.
Menyenangkan rasanya ketika kami sanggup membungkam mulut mereka, tim kemarin sore yang begitu sombongnya, ditambah lagi dengan skenario yang begitu saya idam-idamkan, mereka unggul terlebih dahulu dan menunjukan selebrasi yang telah dipersiapkannya, lalu kami mampu membalilan keadaan dan lolos ke semifinal.
Sama seperti kata coach Djanur, terima kasih. Mungkin itulah kata yang ingin saya ucapkan saat ini.
Yang pertama, terima kasih kepada para pemain yang tampil begitu militan, yang tak kenal lelah mengejar bola ke setiap sudut lapangan. Kemenangan ini untuk kita semua, juga untuk kota Bandung yang juga sedang merayakan hari jadinya yang ke 205.
Yang kedua, terima kasih kepada para bobotoh yang harga dirinya mereka injak-injak, yang begitu luar biasa menunjukan kekompakannya di dalam stadion mendukung Persib tanpa lelah.
Yang ketiga, terima kasih kepada Iwan Setiawan yang telah mengubah laga ini menjadi laga yang luar biasa, dengan ocehan-ocehanmu yang begitu sombongnya, mampu membawa kami para bobotoh semua berdesak-desakan di dalam satu stadion, saya sendiri pun sampai harus rela membatalkan dinner rutin di malam minggu dengan pacar saya hanya karena ingin mengumpat-umpat dirimu, masa bodo pacar saya harus marah, yang penting saya puas menyaksikanmu menjilat ludah sendiri di depan hadapan kami.
Selamat mengakhiri akhir pekan di kota kami ini, silahkan piknik sejenak untuk mengobati hasil kekalahan itu. Dan tetap ingat, Mulutmu adalah MAUNGmu.
Penulis sedang berpura-pura punya pacar, padahal enggak, berakun twitter @Firzarichsan

“Terima kasih kepada Iwan, berkat dia penonton bisa sampai membludak” sepenggal kalimat yang diucapkan coach Djanur untuk mengakhiri konfrensi pers-nya selepas laga.
Nama Iwan memang menjadi buah bibir dalam sepekan kebelakang, terutama dikalangan bobotoh, mereka geram dengan apa yang diucapkannya di media yang seolah-olah menginjak harga diri tim kebanggaan mereka.
Saya pun termasuk salah satu dari jutaan bobotoh yang jengkel dengan apa yang dilontarkan oleh Iwan. Siapa dia, ko berani-beraninya dia berbicara bahwa strategi Djanur –yang sudah memenangkan berbagai gelar, baik sebagai pemain maupun pelatih; yang terakhir membawa Persib juara ISL tahun lalu– tidak ada apa-apanya, apa sih prestasi yang sudah ia peroleh ketika menjabat sebagai pelatih, membawa Pusamania Borneo menjadi kampiun Divisi Utama tahun lalu dengan catatan mendapatkan 11 penalti dari 12 laga? luar biasa, dasar Gajah.
**
Iwan dan anak asuhnya datang ke Bandung dengan berbekal kemenangan di leg pertama. Sebelumnya ia sempat berujar agar wasit di leg kedua nanti bersikap adil di lapangan, grrrrr, rasanya saya ingin mengirimkan sebuah bingkisan ke rumahnya, bingkisan berupa sebuah cermin yang sebesar badannya yang bulat itu. Bisa-bisanya ia yang telah dibantu Iwan lainnya berkata seperti itu. Dasar gajah!
Ah, tapi ya namanya juga Iwan Setiawan, mana punya ia rasa malu, lha wong mukanya juga setebal kulit gajah, kok, jangankan soal kecil seperti pernah berujar bahwa ia telah mengundurkan diri dari kursi kepelatihan Persija, sebelum beberapa hari kemudian ia ambil kembali jabatan itu. Perihal sepakbola gajah yang terjadi di laga PSS vs PSIS, yang enggan bertemu tim mafia macam PBFC juga pasti ia senyum-senyum aja, pasti Iwan dengan sombongnya berkata “takut tuh mereka sama tim gue, tim gue kan hebat, selalu menang penalti dari wasit di setiap laga”.
Setibanya di Bandung, Iwan mulai kembali bertingkah. 1 hari menjelang laga ia kembali mengeluarkan statement anehnya, “Saya pagi ini langsung sakit punggung. Bagaimana saya tak curiga sama Persib? Sebelumnya tak pernah seperti ini. Ini saya dikirimi (guna-guna),” ucapnya. Mendengar ucapannya yang kali ini, membuat saya ingin mengajaknya ke tempat pijat, rasanya ingin saya menggusurnya ke Octopus, “silahkan, Wan, jangan sungkan, semua biaya saya yang tanggung, termasuk biaya si mbanya saya tanggung juga, kalo cari saya, saya ada di kamar sebelah”.
**
Laga akan dimulai sore ini, 3 jam sebelum kick-off bangku-bangku di tiap sudut tribun mulai terisi penuh, bahkan tiket sudah habis terjual sejak Kamis malam, para bobotoh dari tiap daerah sengaja pergi berbondong-bondong ke Stadion, tujuannya hanya 1: ingin mencaci maki Iwan Setiawan dan melihatnya menangis dihadapan mereka.
1 jam sebelum laga, kedua tim memasuki lapangan untuk melakukan pemanasan. Persib memasuki lapangan terlebih dahulu, tepuk tangan dari seluruh isi stadion pun mengiringinya. Lalu PBFC memasuki lapangan, sontak para bobotoh pun langsung melontarkan caci makinya. Spanduk berupa ejekan terhadap Iwan mulai dikibarkan, jari tengah dan uang seratus ribuan –yang menandakan para pemainnya mata duitan– mulai diacung-acungkan.
Lalu, masuklah Iwan Setiawan ke dalam lapangan dengan senyuman dan lambaian tangan ke arah para bobotoh, bobotoh pun kembali tersulut emosinya, lemparan dengan intensitas kecil pun mulai terjadi, disebrang sana Viking mulai menyanyikan lagu special untuknya, seluruh stadion pun kompak dengan ikut menyanyikan nyanyian-nyanyian itu. Iwan teeeeeeet, Iwan teeeeeeet, Iwan teeet teeeeeeet. Ah, gausah disebutin juga bobotoh pasti tau lah.
Peluit kick-off dibunyikan, Persib langsung tancap gas dengan menggempur pertahanan PBFC sejak menit pertama, PBFC hanya sesekali tampil keluar dengan Boaz sebagai motor utama strategi serangan balik yang diterapkannya, hingga pada akhirnya, Boaz kembali menjadi momok menakutkan bagi tim berjuluk Pangeran Biru ini, penetrasinya di sisi kiri pertahanan Persib mampu mengocar-kacirkan Tony Sucipto, sebuah umpan yang empuk pun berhasil ia kirimkan, hingga akhirnya Jajang Mulyana yang tidak terkawal berhasil menceploskan bola ke gawang I Made. 0-1 mereka unggul.
Jajang Mulyana dengan wajahnya yang ganteng dan rambut yang jelas melakukan selebrasi yang berlebihan, dengan gesture menempelkan tangan di kuping, telunjuk di bibir, hingga tarian aneh di depan bobotoh dan ciuman untuk badge PBFC dilakukannya. Bench PBFC, termasuk juga Iwan berlarian ke dalam lapangan, oh ini toh selebrasi yang telah mereka siapkan.
Peluit akhir babak pertama dibunyikan, Persib memasuki ruang ganti dengan tertinggal defisit 1 gol, itu artinya mereka harus mencetak minimal 2 gol dan tidak kebobolan. Jajang Mulyana, yang juga orang Bandung mulai kembali bertingkah, ia sengaja menjadi orang terakhir yang memasuki ruang ganti, dengan jalan santai dan ciuman terhadap badge PBFC yang kembali dilakukannya membuat para bobotoh kembali melemparinya.
Zenrs pernah berujar: “Dalam intensitas yang sangat tinggi, tribun di stadion itu bisa mengembalikan fitrah manusia ke asalnya “yang-tak-berpendidikan”. Maka jangan pernahlah berujar bahwa bobotoh itu kampungan sebelum kalian merasakan berdiri langsung di tribun, karena melakukan lemparan-lemparan semacam itu terjadi karena dikendalikan oleh insting dan naluri. Di atas tribun, seorang profesor pun bisa kembali menjadi orang yang tak berpendidikan ketika apa yang ia lihat tidak sesuai dengan apa yang ia inginkan. Maka saya tidak heran ketika kemarin seorang anak kecil memaki-maki Iwan Setiawan, seorang ibu-ibu berjilbab mengumpat dengan kata kasar, dan seorang kake melakukan lemparan ke arah lapangan, itu terjadi karena mereka mempunyai naluri itu, naluri yang bukan hanya untuk duduk manis di atas tribun.
Babak ke dua segera dimulai, Spaso masuk menggantikan Tantan. Strategi yang dilakukan Djanur mulai terlihat menjanjikan, Spaso mampu membawa duet Hamka-Latief untuk lebih menjaganya di dalam box, Persib kini lebih berani memainkan direct ball dengan Spaso sebagai pemantulnya. Hingga pada akhirnya Konate mampu menyamakan kedudukan, para pemain kembali menggila, bobotoh pun semakin bersemangat lagi mendukung tim kesayangannya.
Beberapa menit kemudian Konate kembali melakukan magic-nya, penetrasinya di sisi kanan pertahanan PBFC membuat Victor Pae melakukan tackle ceroboh, kartu kuning baginya, itu artinya dia harus mandi lebih cepat dari rekan-rekannya. Tendangan bebas dari sisi kiri pun diambil Bang Utina, dengan cerdik ia mengarahkan bola kepada King Zulham yang tidak terjaga, dengan tandukannya ia mengirim bola ke sudut gawang Galih Sudaryono. Gol! Persib di atas angin, mereka kini unggul aggregat. King Zulham berlari ke arah bench PBFC dan melakukan selebrasi juara dengan membokongi mereka. 2-1.
Laga semakin panas dan seru, wasit sampai harus mengeluarkan kartu berkali-kali dari sakunya, Diego dan Spaso pun harus meninggalkan lapangan sebelum laga usai akibat terlalu asyik menikmati pertandingan yang panas ini. Hingga laga usai Persib tetap unggul 2-1, itu artinya kami lolos ke semifinal dengan unggul aggresivitas gol tandang.
Seluruh pemain dan official berhamburan ke tengah lapangan, bobotoh mulai berjingkrak-jingkrak kembali, flare mulai dinyalakan. Di sudut satunya, orang-orang dengan baju putih mulai tertenduk lesu, Iwan Setiawan hanya bisa bengong seolah-olah tidak percaya dengan apa yang baru saja terjadi, Jajang Mulyana harus gigit jari karena ia harus pulang ke Jatinangor untuk melamuni apa yang telah diperbuatnya, saya dan teman-teman pun mulai berpelukan di atas tribun.
Menyenangkan rasanya ketika kami sanggup membungkam mulut mereka, tim kemarin sore yang begitu sombongnya, ditambah lagi dengan skenario yang begitu saya idam-idamkan, mereka unggul terlebih dahulu dan menunjukan selebrasi yang telah dipersiapkannya, lalu kami mampu membalilan keadaan dan lolos ke semifinal.
Sama seperti kata coach Djanur, terima kasih. Mungkin itulah kata yang ingin saya ucapkan saat ini.
Yang pertama, terima kasih kepada para pemain yang tampil begitu militan, yang tak kenal lelah mengejar bola ke setiap sudut lapangan. Kemenangan ini untuk kita semua, juga untuk kota Bandung yang juga sedang merayakan hari jadinya yang ke 205.
Yang kedua, terima kasih kepada para bobotoh yang harga dirinya mereka injak-injak, yang begitu luar biasa menunjukan kekompakannya di dalam stadion mendukung Persib tanpa lelah.
Yang ketiga, terima kasih kepada Iwan Setiawan yang telah mengubah laga ini menjadi laga yang luar biasa, dengan ocehan-ocehanmu yang begitu sombongnya, mampu membawa kami para bobotoh semua berdesak-desakan di dalam satu stadion, saya sendiri pun sampai harus rela membatalkan dinner rutin di malam minggu dengan pacar saya hanya karena ingin mengumpat-umpat dirimu, masa bodo pacar saya harus marah, yang penting saya puas menyaksikanmu menjilat ludah sendiri di depan hadapan kami.
Selamat mengakhiri akhir pekan di kota kami ini, silahkan piknik sejenak untuk mengobati hasil kekalahan itu. Dan tetap ingat, Mulutmu adalah MAUNGmu.
Penulis sedang berpura-pura punya pacar, padahal enggak, berakun twitter @Firzarichsan

Ha.ha.ha.ha.ha..puas aing..puas aing..!! ieu analisa hade pisan mingkin ngakak aing ngekeak si iwan gembroot..!!!