Penulis: Hevi Abu Fauzan
Sepakbola adalah salah satu olahraga populer di dunia. Minimal hanya bermodalkan bola dan dua buah gawang, dua tim bisa pura-pura menjadi musuh dan kemudian memainkan bola dengan tujuan gawang lawan. Menyenangkan, karena sepakbola bisa dimainkan di mana saja, di tanah kebun, sawah kering, emper toko, bahkan tengah jalan yang kosong. Di level berbeda, selain keolah ragaan, kita bisa mengkaji sepakbola dari sudut ilmu-ilmu lain, seperti statistic, ekonomi, bahkan psikologi.
Sisi psikologi selalu menjadi perhatian menarik penulis saat mengamati suatu permainan sepakbola. Penulis pernah membayangkan bagaimana perasaan Endra Prasetya dan beberapa pemain IPL yang tiba-tiba menjadi pemain tim nasional dan harus membela Indonesia di beberapa ajang internasional. Padahal sebelumnya, mereka dapat dikatakan bukan pemain papan atas di negeri ini. Di setiap replay gol yang terjadi dalam suatu pertandingan, mata penulis selalu tertuju ke bangku penonton. Memperhatikan euphoria penonton yang timnya bisa mencetak gol, atau kesedihan penonton lain saat timnya kebobolan menjadi santapan rohani tersendiri bagi penulis.
Pasca pertandingan Persisam vs Persib, Sabtu (16/2/13) kemarin, penulis membayangkan bagaimana perasaan anak-anak muda Samarinda yang berhasil menekuk Persib di dua ajang berbeda secara berturut-turut. Padahal dalam hitungan waktu mundur, mereka bukan siapa-siapa. Sebut saja, Bayu Gatra Sanggiawan (22 tahun), Wahyu Kristanto (21 tahun), Sandi (21 tahun) atau jangan melupakan Aldeir Makatindu (21 tahun) pemain yang absen dalam pertandingan kemarin tapi pencetak gol pertama ke gawang Persib di ajang Inter Island Cup 2013 lalu di Stadion Manahan Solo. Dengan gembiranya, mereka berhasil mematahkan setiap serangan yang dilancarkan tim Maung Bandung, bahkan berhasil mengacak-acak skema tim yang bertabur bintang tersebut.
Persisam Samarinda sepertinya berhasil mengasah permata mentah yang mereka miliki menjadi permata yang siap bersinar. Di bawah asuhan pelatih yang sarat pengalaman, Sartono Anwar, Persisam memang mengakomodasi pemain muda potensial mereka musim ini. Selain pemain-pemain di atas, kita bisa menyebut nama seperti Radiansyah 22 tahun, Loudry Meilana Setiawan (22), Imam Baihaqi (20), Mochammad Mari Siswanto (22), Muhammad Ramdani (21). Selain bermain di Persisam U21, mereka adalah tulang punggung tim Kalimantan Timur yang berhasil merebut medali emasi PON Riau 2013.
Nama dan kekuatan Persib Bandung mungkin bukan hal yang asing bagi mereka. Di halaman 239 buku Jejak Maung Ngora yang ditulis wartawan senior Endan Suhendra, mereka adalah bagian dari skuad Persisam yang berhasil mengalahkan Persib U21 di Soemantri Brodjonegoro, 30 April 2011. Dalam pertandingan terakhir babak 6 besar tersebut, mereka menang 2-0 sekaligus menyingkirkan Persib sebagai juara bertahan liga. Tak diduga, anak-anak muda ini kemudian berhasil mengalahkan tim Persib senior hanya dalam kurun 2 tahun. Mereka bermain kesetanan seolah-olah mengalahkan Persib adalah cita-cita terluhur mereka sekaligus mematahkan harapan sebagian bobotoh yang menganggap musim ini selesai lebih cepat dari perkiraan.
Sah-sah saja jika penulis kemudian menyimpulkan bahwa mereka beruntung tumbuh dan berkembang di Samarinda karena bakat sepakbola mereka tersalurkan dengan benar di tim yang bermarkas di Stadion Segiri tersebut. Setelah dipakai di tim Persisam yunior, bermain di PON, mereka kemudian diberi kesempatan mengabdikan dirinya di tim senior.
Andai saja Persisam mempertahankan dan mematangkan anak-anak muda ini, penulis yakin mereka akan sejajar dengan tim-tim lain yang juga selalu mengasah potensi pemain lokalnya untuk menjadi prajurit yang berteknik tinggi dan bermental juara dengan pemain-pemain low profile-nya, seperti Persipura misalnya. Jika ini terjadi, gelar juara bukan tidak mungkin akan mendekati mereka.
Dengan manajemen yang selalu percaya akan kemampuan mereka, kota Samarinda menjadi surga bagi mereka. Sekali lagi, mereka beruntung menemukan tempat bersepak bola seramah Samarinda.
Penulis adalah bobotoh biasa yang kebetulan menjadi wartawan Simamaung.com, ber-akun twitter di: @hevifauzan
Viking Depok
19/02/2013 at 20:07
Memang benar persib baru main 5x tapi dari seluruh pertandingan memang monoton itu Ÿªňƍ terjadi, dengan materi pemain seperti skrg ♍ªů diramu seperti apapun pasti bisa kalau memang pelatih lebih kreatif dan bervariatif dalam meramu, ditambah lagi djanur terkadang banyak berbicara dimedia yang tidak seharusnya,yang mana jadi blunder buat pelatih sendiri. Jadi kalau menurut saya siahkan management memberikan kesimpulan dr kritik dan saran bobotoh maupun viking. Bravo Persib
boy
19/02/2013 at 20:07
dari tahun ketahun pelatih terus yang di salah. ieh deleh jeng tenjo sabara tahun madrid bisa juara liga bbva trus city sabaraha tahun bisa ngarasakeun juara. ku naon barca lewih alus dari pada madrid tahun ayena, nu jelas2 pelatih madrid teh lewih alus daripada pelatih barca. betul pisan ceuk penulus kelemahan persib ada pada pola pembentukan pemain yang hampir setiap tahun selalu di rombak besar2an alias daganti total.
Kang cecep
19/02/2013 at 20:16
Pemain aralus tapi strategi sareng pola permainan tidak punya karakter lambat dalam transisi artina instruksi jeng strategi bermain yg tidak jelas salah saha eta tos jelas pelatih lur
polo
19/02/2013 at 20:46
Jangan bandingkan ISL dgn liga luar ngaco, disini semua tim hampir dibangun baru kecuali persipura, yang aneh persib materi pemain sgt2 mewah hanya arema yg hampir sama, tp posisi berbeda arema di puncak persib dmn? Dari permainan jauh sangat, semua nerima kekalahan, YG TIDAK DITERIMA PERMAINAN PERSIB YANG MONOTON KURANG KREATIF DARI TAKTIK DAN STRATEGI, ITU SEMUA PELATIH YG PUNYA PERANAN, QT LIAT JUGA JANUR DULU PEGANG PELITA NYARIS DEDGRADASI ITU YG DISEBUT TRACK RECORD BUNG!?!!!
toed
19/02/2013 at 21:06
Naha jiga nu geus teu usum euy lamun manajer anu kudu diganti…
mamang
19/02/2013 at 22:18
punten nyak tim sakelas chelsea wae upami gentos2 pelatih teh teu bisa saingan sareng MU or city nu pelatihna tetep.
eta teh chelsea nu duit na loba,pemain bintang wungkul.
jd sami we sareng persib.
mun utak eutik ganti pelatih iraha ath ngabangun tim nu solid.
keun ath senah gawe heula pelatih teh da eleh ge teu rugi jadi bobotoh teh. ngan kecewa jeung handeueul wungkul.
sok lah ulah loba ngahujat.. bilih dosa,ujung2na jadi cape hate sorangan…
persib salawasna
sanes aceng fikri
20/02/2013 at 09:35
satuju pisan kang..
bus pariwisata
21/02/2013 at 13:37
bener pisan kang satuju….
timajalaya
26/02/2013 at 20:03
coment cerdas kang
aing
19/02/2013 at 22:25
keur persib ayeuna mah, kalah udah biasa. soalna dari tahun ke tahun juga tujuana ge lain juara, tapi mengumpulkan pemain bintang. gak apa2 gak bisa saling kerjasama juga yang penting persib adalah tim mahal dan bertabur bintang. soal permainnanya yang monoton dan tidak enak ditonton eta mah nomor dua. sanes kitu bah umuh ??
dorokdok
19/02/2013 at 23:10
Naha ai bobotoh teh asa paling jago maen bola asa paling ngarti taktik jeung strategi sok atuh latih ku silaing..lalajo jeung ngadoa we nu bener k stadion nu tertib tong barau cikohol wae matak moal juara2 persib teh kalakuan bobotohna atah adol mah…
tedi
20/02/2013 at 16:06
Akang2 sadayana nu jelas salah mah manajemen naha but nykot janur jd platih pdhal can aya prestasi.tim sekelas persib btuh platih nu kya prestasi sklas jaksen n nil maizar.l
Rayhan
20/02/2013 at 17:34
sakali deui, Pelatih !
Bobotoh Belitung
22/02/2013 at 06:55
Pendapat Simkuring :
Persib Manajemen Keuangan Nomor 1 alias “Juara” , Persipura kemungkinan “kalah” dari Persib.
Namun, dalam hal Manajemen Sepakbola saya rasa Persib masih kurang atau boleh dibilang “Kalah” dengan Persisam sekalipun.
Hanya Pendapat seorang Bobotoh yang rindu Persib Main Bagus dan Efektif serta berakhir dengan gelar “JUARA”
jajaka
07/03/2013 at 14:32
nu puguh mah maena kolektifitas tong silih nyalahken….
Joko Lelono
10/03/2013 at 09:26
yang saya pertanyakan Kemana Pemain Binaan Asli Persib yang mempunyai talenta kok malah main di luar bandung tolong buat manajemen pertahankan pemain asli jawa barat terutama Akademi Persib