31 Maret 1897, seorang bayi lahir di Bojongsoang, Kabupaten Bandung, dari pasangan R. Nataatmadja dab Siti Hadidjah. Bayi ini kelak berjuluk Si Jalak Harupat, yang sekarang dikenal sebagai nama Stadion di daerah Kutawaringin.
Siapa Si Jalak Harupat?
Si Jalak Harupat sebenarnya merupakan sebutan untuk ayam jago yang lantang kokoknya, kuat menerjang lawan dan tak pernah kalah. Sebutan ini kemudian disematkan kepada R. Oto Iskandar di Nata, Ketua Umum Pengurus Besar (Voorzitter Hoofdbestuur) Paguyuban Pasundan (1929-1942) oleh kalangan pers.
Sjarif Amin (Moh. Koerdi) dalam bukunya,“Perjoangan Paguyuban Pasundan 1914-1942” menyebut, julukan tadi pertama kali diperkenalkan oleh seorang guru H.I.S. Cianjur bernama Wirasendjaja. Tulisan Wirasendjaja sering dimuat dalam “Sipatahoenan,” surat kabar yang diasuh oleh adiknya, Soetisna Sendjaja, yang juga merupakan tokoh Paguyuban Pasundan.
Pada tahun 1930, R. Oto Iskandar di Nata menjadi wakil Paguyuban Pasundan untuk duduk di Volksraad dan bergabung dalam Fraksi Nasional yang diketuai oleh Moh. Hoesni Thamrin. Dalam Dewan Perwakilan Rakyat yang dibentuk oleh pemerintah kolonial itu, Oto Iskandar di Nata jadi adalah orang yang paling lantang menyuarakan berbagai masalah. Sikapnya yang pemberani tampak dalam berbagai pidatonya di depan sidang Volksraad, bahkan membuat jurnalis menyamakannya dengan berita ledakan bom yang mengguncang Hertogspark (Pejambon).
Kiprah Oto Iskandar di Nata bersama Paguyuban Pasundan tak hanya di dalam Volksraad. Pada masa kepengurusannya, Paguyuban Pasundan mencapai puncak kejayaan dengan kegiatan-kegiatan yang meliputi bidang pendidikan, perbankan, bantuan hukum, jurnalistik, organisasi prempuan, organisasi kepemudaan, dan usaha rehabilitasi bekas narapidana.
Oto Iskandar di Nata kemudian turut aktif dalam usaha-usah persiapan Kemerdekaan dengan menjadi anggota PPKI, kiprahnya ini kemudian mengantarkannya menjadi Menteri Negara dalam kabinet pertama Indonesia.
Perjuangan panjang Oto Iskandar di Nata berakhir tragis saat dirinya diculik dan kemudian meninggal dunia di Mauk, Banten, pada tahun 1945. Atas jasa-jasanya, R. Oto Iskandar di Nata dianugerahi gelar Pahlawan Nasional pada tanggal 6 November 1973 berdasarkan surat keputusan no 088/TK/ Tahun 1973.
Stadion Si Jalak Harupat di Tanah Keramat
Saat pemerintah Kabupaten Bandung membangun kompleks stadion di Desa Kopo, Kecamatan Kutawaringin, Kabupaten Bandung, sekitar tahun 2003, nama Si Jalak Harupat kemudian terpilih untuk menjadi nama stadion.
Pemilihan nama ini terasa sangat tepat bila dilihat dari berbagai sisi, seperti filosofi dan sejarah. Apalagi, terdapat keterkaitan sejarah antara lokasi tempat stadion itu berada dengan keluarga Oto Iskandar Dinata sendiri.
Selain untuk mengenang dan meneladani sikap-sikap kepahlawanan R. Oto Iskandar di Nata, secara filosofis, nama stadion Si Jalak Harupat diharapkan bisa memberikan semangat agar setiap atlit, khususnya pesepakbola yang berlaga di tempat itu berani bertarung untuk memperoleh kemenangan.
Dari latar belakang sejarah kawasan, mungkin sediki dari kita yang mengetahui, jika nenek moyang R. Oto Iskandar di Nata berasal dari daerah yang letaknya tak jauh dari stadion yang menyandang namanya itu. Kakek R. Oto Iskandar di Nata adalah seorang Lurah Sawah pertama di daerah Bojongsoang. Menurut silsilahnya, beliau adalah keturunan Bupati Batulayang. Kabupaten Batulayang adalah sebuah kabupaten kecil yang lokasinya berada di daerah Kopo dan Cipatik saat ini.
Salah seorang Bupati Batulayang/Cipatik terkenal dengan sebutan Dalem Gajah. Julukan ini diberikan kepadanya saat memperoleh hadiah gajah dari Sultan Sriwijaya. Konon, daerah Leuwigajah dahulu adalah tempat memandikan gajah tadi. Setelah meninggal, Dalem Gajah dimakamkan di lokasi yang sekarang bernama Gang Gajah Keramat, tak jauh dari Stadion Si Jalak Harupat.
Dugaan letak ibukota Kabupaten Batulayang yang berada tak jauh dari Stadion Si Jalak Harupat itu didukung beberapa catatan yang dikumpulkan oleh F. De Haan dalam bukunya “De Preanger Regentschapen Onder Het Nederlandsh Bestuur tot 1811 vol III”. Letak istana Kabupaten Batulayang diperkirakan berada di tepian Sungai Citarum, di sebelah barat daya Bandung. Dalam catatan Verbeek, tertulis bahwa di permakaman yang disebut sebagai Makam Dalem Gajah Palembang ditemukan arca kepala gajah. Keberadan arca ini kemudian melekat menjadi nama tempat dan julukan untuk bupati yang berada di tempat ini.
Dalam buku “Bandung Baheula” yang ditulis oleh R. Moh. Afandi, Kabupaten Batulayang dan Kabupaten Gordah (Timbanganten) disatukan wilayahnya menjadi Kabupaten Bandung. Keturunan dari Batulayang kemudian menjadi orang-orang yang terpandang di Kabupaten Bandung, misalnya Bupati R.A.A. Wiranatakusumah V yang mendapatkan darah Batulayang dari pihak ibu. Selain itu, ada nama Daeng Kanduruan Ardiwinata yang menjadi Ketua Umum Paguyuban Pasundan yang pertama.
Dengan melihat berbagai sundut pandang tadi, Stadion Si Jalak Harupat memang stadion yang keramat, karena dari sinilah, keluarga Oto Iskandar Dinata berasal.
Bagaimana kiprah Oto Iskandar Dinata di olahraga, khususnya di sepakbola? Nantikan tulisannya di waktu mendatang.
Ditulis oleh Ariyono Wahyu Widjajadi, penikmat Sejarah Bandung, anggota Komunitas Aleut (@KomunitasAleut), Bobotoh Persib Bandung dengan akun Twitter @A13xtriple
Komentar Bobotoh