Mengapa Membantu Tim Kuasa Hukum Sekjen Jakmania?
Tuesday, 20 October 2015 | 12:52
Ketika saya dihubungi untuk membantu tim kuasa hukum sekjen jakmania berinisial F untuk bergabung dengan mereka terkait masalah hukum yang membelit F saya tak langsung mengiyakan, saya merasa perlu berpikir lama karena tentu akan ada pro-kontra dan kesalahpahaman dalam melihat legal standing saya. Namun saya melihat ada prinsip bernegara dan kepentingan bersama yang lebih besar daripada sekedar mengamankan mempertimbangkan ini-itu hanya untuk sekedar tetap membuat saya berada di zona aman, nyaman, simpatik, dsb di mata bobotoh, karena saya tahu pasti akan banyak bobotoh yang tak suka dan berpikir pendek “ekomaung balad the jak”. Namun tentunya permasalahannya tak sesederhana itu, saya memiliki alasan-alasan logis mengapa saya sepakat untuk bergabung.
Kebenaran Untuk Semua
Suporter adalah komunitas independen, mereka bergerak mematuhi orang yang mereka hargai dan dijadikan panutan, penerimannya secara sosial bukan struktural. Mang Ayi Beutik misalnya, segala tingkah laku dan ajakannya bagaikan seruan yang tak perlu dikritisi oleh komunitasnya, sehingga para pemangku kepentingan selalu merangkul Mang Ayi untuk menyampaikan sesuatu, karena seorang jenderal, polisi, bahkan gubernur sekalipun belum tentu didengar oleh barudak viking, tapi Mang Ayi dipanut karena dialah sang panglima, walau sebenarnya tanpa embel-embel panglima pun Mang ayi tetap akan diikuti karena tiada yang meragukan kadar pe-PERSIB-an dalam dirinya.
Maka sangat tidak masuk akal bagi saya bahwa seorang F yang notabene menduduki jabatan struktural sekjen mampu membuat dirinya didengar hingga ribuan orang untuk melakukan aksi anarkis di lapangan, terlepas dari dirinya melakukan tweet bernada provokasi, karena semua orang melakukan itu. Sehingga tak perlu embel-embel sebagai sekjen jika anda ingin menggerakkan massa, ketika anda diterima secara sosial maka massa supporter akan mengikuti anda, dan saya yang memantau dinamika jakmania sejak era www.jakmania.org sekitar tahun 2000-an tak melihat F ini memiliki modal diterima secara sosial, malah dia bisa jadi dikenal justru setelah kejadian ini.
Karena saya cukup tahu nama-nama pentolan lapangannya dan F tak memiliki pengkikut-pengikut loyal, lalu apakah ribuan tweet provokasi dari selain F berlanjut dengan aksi lapangan? ..dengan kata lain jangan terjebak dengan temuan-temuan dunia maya lalu beranalogi dalam dunia nyata, walau berpengaruh namun perlu diteluri aktor-aktor sesungguhnya di lapangan, dan ingat aktor-aktor lapangan ini tak perlu bisa dan sering gunakan media sosial seperti F, bahkan Mang Ayi terlambat membuat akun twitter dan hanya gunakan twitter untuk ajang hereuy. Tapi tanpa itu Mang Ayi bisa kerahkan orang mendemo Risnandar, mengajak orang melakukan invasi dsb.
Pendekatan konvensional nongkrong-nongkrong dsb justru lebih ampuh dan inilah benang merah yang terputus, polisi tak pernah ungkap siapa mentor-mentor lapangannya. Justru saya ingin mencari tahu kebenaran yang sesungguhnya dalam kejadian-kejadian terdahulu, termasuk tragedi kepulangan di tol TB.Simatupang usai final ISL 2014 lalu, mengapa begitu rapi, terorganisir dan ada kendali di lapangan. Alangkah celakanya kita jika tergiring “prestasi” polisi di lapangan, jangan sampai hanya karena untuk memuaskan dan meredam amarah bobotoh+masyarakat maka kerja polisi selesai dengan “hei kami sudah bekerja, lihat ini kami menangkap orang, sekjen pula”, tentunya yang terjadi hanya kepuasan prematur yang semu. Sementara kita tak pernah tahu kejadian sesungguhnya dan aktor-aktor lapangan yang menjadi mentor bocah-bocah itu tak pernah kita ketahui. Sehingga walau (andai) F dipenjara seumur hidup bukan berarti kejadian serupa tak terulang dimasa yang akan datang.
Maka saya merasa perlu untuk membuat kita semua menjadi tahu.
Membantu Tim Kuasa Hukum
Jangan dikira orang yang menghubungi saya adalah orang-orang Jakmania, mereka adalah praktisi-praktisi hukum yang bisa jadi beberapa diantaranya malah tidak suka sepakbola. Oleh karena itu obrolan dan permintaan diajukan dalam konteks netral dan prinsip kesetaraan, bahwa semua adalah sama dimata hukum, tak peduli dia Bonek, Viking, Aremania, ataupun Jakmania, dia harus mendapat hak dan perlakuan yang adil. Oleh karena itu takdir saya sebagai bobotoh-terlebih beberapa orang tim kuasa hukum pun tahu saya nyaris meregang nyawa dikeroyok jakmania tahun 2001 silam tak menjadi alasan tim kuasa hukum menjadi ragu untuk meminta bantuan saya, karena memang ada beberapa hal yang dianggap sesuai dengan ilmu dan kapasitas saya.
Oleh karena itu saya menerima tawaran permintaan itu murni agar seorang warga negara diperlakukan adil dan hukum ditegakkan sebagaimana mestinya tanpa disetir oleh opini, kebencian dan kemarahan masyarakat. Maka status sukarelawan pun saya tegaskan agar tak membuat bobotoh mengira saya melakukan ini untuk uang, tak ada obrolan tentang bayaran, materi dll karena secara ekonomi pun F bukanlah siapa-siapa.
Masih ada pertimbangan-pertimbangan lain yang bersifat prinsip-prinsip yuridis-HAM yang tentunya tak mungkin saya uraikan disini karena kita tak sedang berdiskusi tentangi hukum….namun cukuplah saya tutup dengan “janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum membuamu bertindak tidak adil”….
Hidup PERSIB!
Oleh: Ekomaung*

Ketika saya dihubungi untuk membantu tim kuasa hukum sekjen jakmania berinisial F untuk bergabung dengan mereka terkait masalah hukum yang membelit F saya tak langsung mengiyakan, saya merasa perlu berpikir lama karena tentu akan ada pro-kontra dan kesalahpahaman dalam melihat legal standing saya. Namun saya melihat ada prinsip bernegara dan kepentingan bersama yang lebih besar daripada sekedar mengamankan mempertimbangkan ini-itu hanya untuk sekedar tetap membuat saya berada di zona aman, nyaman, simpatik, dsb di mata bobotoh, karena saya tahu pasti akan banyak bobotoh yang tak suka dan berpikir pendek “ekomaung balad the jak”. Namun tentunya permasalahannya tak sesederhana itu, saya memiliki alasan-alasan logis mengapa saya sepakat untuk bergabung.
Kebenaran Untuk Semua
Suporter adalah komunitas independen, mereka bergerak mematuhi orang yang mereka hargai dan dijadikan panutan, penerimannya secara sosial bukan struktural. Mang Ayi Beutik misalnya, segala tingkah laku dan ajakannya bagaikan seruan yang tak perlu dikritisi oleh komunitasnya, sehingga para pemangku kepentingan selalu merangkul Mang Ayi untuk menyampaikan sesuatu, karena seorang jenderal, polisi, bahkan gubernur sekalipun belum tentu didengar oleh barudak viking, tapi Mang Ayi dipanut karena dialah sang panglima, walau sebenarnya tanpa embel-embel panglima pun Mang ayi tetap akan diikuti karena tiada yang meragukan kadar pe-PERSIB-an dalam dirinya.
Maka sangat tidak masuk akal bagi saya bahwa seorang F yang notabene menduduki jabatan struktural sekjen mampu membuat dirinya didengar hingga ribuan orang untuk melakukan aksi anarkis di lapangan, terlepas dari dirinya melakukan tweet bernada provokasi, karena semua orang melakukan itu. Sehingga tak perlu embel-embel sebagai sekjen jika anda ingin menggerakkan massa, ketika anda diterima secara sosial maka massa supporter akan mengikuti anda, dan saya yang memantau dinamika jakmania sejak era www.jakmania.org sekitar tahun 2000-an tak melihat F ini memiliki modal diterima secara sosial, malah dia bisa jadi dikenal justru setelah kejadian ini.
Karena saya cukup tahu nama-nama pentolan lapangannya dan F tak memiliki pengkikut-pengikut loyal, lalu apakah ribuan tweet provokasi dari selain F berlanjut dengan aksi lapangan? ..dengan kata lain jangan terjebak dengan temuan-temuan dunia maya lalu beranalogi dalam dunia nyata, walau berpengaruh namun perlu diteluri aktor-aktor sesungguhnya di lapangan, dan ingat aktor-aktor lapangan ini tak perlu bisa dan sering gunakan media sosial seperti F, bahkan Mang Ayi terlambat membuat akun twitter dan hanya gunakan twitter untuk ajang hereuy. Tapi tanpa itu Mang Ayi bisa kerahkan orang mendemo Risnandar, mengajak orang melakukan invasi dsb.
Pendekatan konvensional nongkrong-nongkrong dsb justru lebih ampuh dan inilah benang merah yang terputus, polisi tak pernah ungkap siapa mentor-mentor lapangannya. Justru saya ingin mencari tahu kebenaran yang sesungguhnya dalam kejadian-kejadian terdahulu, termasuk tragedi kepulangan di tol TB.Simatupang usai final ISL 2014 lalu, mengapa begitu rapi, terorganisir dan ada kendali di lapangan. Alangkah celakanya kita jika tergiring “prestasi” polisi di lapangan, jangan sampai hanya karena untuk memuaskan dan meredam amarah bobotoh+masyarakat maka kerja polisi selesai dengan “hei kami sudah bekerja, lihat ini kami menangkap orang, sekjen pula”, tentunya yang terjadi hanya kepuasan prematur yang semu. Sementara kita tak pernah tahu kejadian sesungguhnya dan aktor-aktor lapangan yang menjadi mentor bocah-bocah itu tak pernah kita ketahui. Sehingga walau (andai) F dipenjara seumur hidup bukan berarti kejadian serupa tak terulang dimasa yang akan datang.
Maka saya merasa perlu untuk membuat kita semua menjadi tahu.
Membantu Tim Kuasa Hukum
Jangan dikira orang yang menghubungi saya adalah orang-orang Jakmania, mereka adalah praktisi-praktisi hukum yang bisa jadi beberapa diantaranya malah tidak suka sepakbola. Oleh karena itu obrolan dan permintaan diajukan dalam konteks netral dan prinsip kesetaraan, bahwa semua adalah sama dimata hukum, tak peduli dia Bonek, Viking, Aremania, ataupun Jakmania, dia harus mendapat hak dan perlakuan yang adil. Oleh karena itu takdir saya sebagai bobotoh-terlebih beberapa orang tim kuasa hukum pun tahu saya nyaris meregang nyawa dikeroyok jakmania tahun 2001 silam tak menjadi alasan tim kuasa hukum menjadi ragu untuk meminta bantuan saya, karena memang ada beberapa hal yang dianggap sesuai dengan ilmu dan kapasitas saya.
Oleh karena itu saya menerima tawaran permintaan itu murni agar seorang warga negara diperlakukan adil dan hukum ditegakkan sebagaimana mestinya tanpa disetir oleh opini, kebencian dan kemarahan masyarakat. Maka status sukarelawan pun saya tegaskan agar tak membuat bobotoh mengira saya melakukan ini untuk uang, tak ada obrolan tentang bayaran, materi dll karena secara ekonomi pun F bukanlah siapa-siapa.
Masih ada pertimbangan-pertimbangan lain yang bersifat prinsip-prinsip yuridis-HAM yang tentunya tak mungkin saya uraikan disini karena kita tak sedang berdiskusi tentangi hukum….namun cukuplah saya tutup dengan “janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum membuamu bertindak tidak adil”….
Hidup PERSIB!
Oleh: Ekomaung*

Perepet jengkol jajahean ……. !!
#ungkaptabir
#damangbin
prettt
Apapun alsannya hukum tetap ditegakkan. Mau dia tidak punya masa pendukung, pejabat atau hanya orang biasa yang bukan pejabat tetap saja salah kalau kata2 yg mngarah pada provokasi diungkapkan didunia maya. Intinya bukan apakah dia berpengaruh atau tidak tapi tindakannya yang dianggap salah. Kalau anda mau mendukung dia atau tidak ya itu hak anda tapi jangan menjadikan pembenaran atas tindakan yang tidak baik karena itu akan memberi contoh yang tidak baik pula bagi yang lain. Sebagai tambahan, seharusnya sebagai pejabat, walaupun organisasi sosial, memberi contoh yang baik, dan suda menjadi konsekuensi dia untuk menjaga sikap dan ucapannya karena apapun yang dia katakan baik di dunia maya maupun dunia nyata yang terkait dengan jabatannya akan selalu melekat pada dirinya.
ari kasus alm Rangga Cipta Nugraha nu jelas2 geus di bunuh sadis ku komunitas nu ku maneh bela ayeuna!!! mana tim kuasa hukumna??? mana kejelasan hukumna??? geus diadili can nu maehan dulur urang kabeh???
ayeuna si Febrianto nu jelas2 ngapost provokasi ku maneh ek dibela, sedangkeun dulur sorangan diaranteup… mana hukum nu adil??? mana prinsip-prinsip yuridis-HAM!!!
Tos dijelaskeun ku mang eko di twitna, lainna embung ngabantu kasusna Rangga baheula, tapi da euweuh nu ngontak mang eko. Beda jeung nu ayeuna mah. Mang eko teh da lain advokat, teu bisa memulai penggugatan kasus siga kajadian rangga, kecuali ada advokat nu bade memulai, teras mang eko dikontak ku advokatna, karek bisa ngabantuan.
Nggeus puguh jentre si febri sekjen the jek nyieun provokosi!!!
Hayang ka puji sia mah eko, numpang populer hungkul…
Nyieun alibi kaditu kadieu pan geus puguh si sekjen teh jelas provokasi.. so kontrovesi biar apa eko?
Mangga di antos debat jeung kawantunna 🙂
BACA IEU,. Justru saya ingin mencari tahu kebenaran yang sesungguhnya dalam kejadian-kejadian terdahulu, termasuk tragedi kepulangan di tol TB.Simatupang usai final ISL 2014 lalu, mengapa begitu rapi, terorganisir dan ada kendali di lapangan. Alangkah celakanya kita jika tergiring “prestasi” polisi di lapangan, jangan sampai hanya karena untuk memuaskan dan meredam amarah bobotoh+masyarakat maka kerja polisi selesai dengan “hei kami sudah bekerja, lihat ini kami menangkap orang, sekjen pula”, tentunya yang terjadi hanya kepuasan prematur yang semu. Sementara kita tak pernah tahu kejadian sesungguhnya dan aktor-aktor lapangan yang menjadi mentor bocah-bocah itu tak pernah kita ketahui. Sehingga walau (andai) F dipenjara seumur hidup bukan berarti kejadian serupa tak terulang dimasa yang akan datang. Kudu pinter jadi bobotoh teh urg yakin ekomaung panasaran ku sistem ieu nu dibangun jadi bobotoh tong buta tapi kudu muka mata
eko ewean