Melihat Loyalitas dan Cara Bobotoh dalam Mendukung Sebuah Klub Sepakbola (PERSIB)
Wednesday, 21 May 2014 | 21:32
Loyalitas adalah sebuah komitmen yang dipegang teguh untuk membeli kembali sebuah produk pilihan atau jasa di masa depan (Kotler & Keller : 2012 : 127)
Demikian salah satu definisi loyalitas dalam konteks bisnis menurut Philip Kotler, seorang pakar yang masyur dalam buku-bukunya tentang teori kajian manajemen pemasaran.
Iklim dunia sepakbola saat ini telah bermetamorfosis menjadi sebuah industri dengan perputaran uang yang tak bisa dibilang sedikit jumlahnya.
Tak terkecuali dengan iklim persepakbolaan di belahan eropa sana, di Indonesia pun sepakbola telah menjadi bisnis lahan basah yang meski harus diakui masih dalam konteks yang jauh lebih sederhana bila dibandingkan dengan tingkat industri sepakbola di benua biru tersebut.
Persib Bandung sebagai salah satu tim yang memliki riwayat dan nama besar di blantika sepakbola Indonesia, boleh dibilang menjadi salah satu pemimpin pasar dalam periode industrialisasi sepakbola di tanah air.
Basis masa suporter yang terhitung sangat besar menjadi aset dan daya tarik Persib dalam memaksimalkan potensinya sebagai sebuah merek dagang. Ini terlihat dari status mereka sebagai klub yang paling banyak mendapat sponsor dalam beberapa musim terakhir, hal ini kemudian berimbas positif jika kita menengok betapa sehatnya kondisi keuangan pangeran biru secara keseluruhan.
Bobotoh sebagai pendukung Persib yang juga diyakini sebagai jumlah suporter klub terbesar di Indonesia, terlihat menjadi semacam differensiasi antara Persib dengan tim2 ISL lainnya. Berbicara sepakbola dalam konteksnya sebagai sebuah industri, jika dapat di sederhanakan maka kita analogikan saja Persib sebagai sebuah produsen, sebuah citra dan merek dagang dengan bobotoh tentu sebagai target dan sasaran dari strategi pemasaran Persib itu sendiri yang dalam hal ini dijalankan oleh pemegang legalitas klub (PT.PBB).
Timbul kemudian satu pertanyaan tentang bagaimana menjaga loyalitas bobotoh dalam kapasitasnya sebagai seorang konsumen atau pelanggan.
Loyalitas pelanggan umumnya terbentuk apabila suatu kualitas layanan yang ditawarkan oleh perusahaan baik itu produk maupun jasa, dapat menimbulkan kepuasan serta melebihi apa yang diharapkan oleh konsumen. Ketika konsumen merasa puas akan kualitas pelayanan yang didapatkan pada saat proses transaksi besar kemungkinan mereka akan melakukan pengulangan pembelian dan melakukan sejumlah rekomendasi terhadap lingkungan sekitar.
Namun permasalahannya adalah seberapa bermutukah kualitas layanan yang ditawarkan oleh Persib jika raihan prestasi dijadikan sebagai parameternya. Seperti yang kita ketahui tim kebanggan Jawa Barat ini telah begitu lama kering akan raihan gelar, prestasinya pun cenderung gitu-gitu aja alias adem ayem. Tapi yang mencengangkan loyalitas bobotoh seolah berbanding terbalik dengan teori tadi.
Seperti yang sering saya saksikan usai Persib bermain di stadion Jalak Harupat, kerap kali saya menjumpai sebuah fenomena yang menurut saya Edan. Selalu ada saja sejumlah kelompok masyarakat yang berbaris di pinggiran jalan akses perlintasan keluar stadion, mereka menunggu rombongan bis Persib lewat dan ikut larut dalam menyambut bobotoh yang memang selalu mengawal bis Ferdinand dan kawan2 tersebut seraya mengacungkan tangannya tanda ikut mendukung. Dari mulai tua, muda, ibu2 hingga bahkan anak kecil tanpa dikomandoi keluar dari rumahnya masing2 menyemut di mulut gang dan trotoar, mirip rombongan bocah sekolah yang membawa bendera di tangan untuk menyambut mobil presiden.
Mereka seolah lupa dan tak perduli, akan prestasi timnya yang telah puasa gelar begitu lama. Seringkali saya merinding dibuatnya bila melihat pemandangan heroik tersebut. Imajinasi saya selalu terbang melayang membayangkan jika rombongan bis Persib dan kawalan bobotoh tadi, adalah sepasukan prajurit Sparta yang sukses menaklukan Troy mirip filmnya Brad Pitt.
Adalah kejadian lumrah apabila tiap kali Persib main sering kali jalanan tiba2 mendadak sepi, pangkalan ojek dan beca serta warung kios kios rokok akan berubah menjadi spot nonton bareng dadakan dengan layar tivi ukuran unyil diperebutkan belasan pasang mata.
Terlepas lewat tiket resmi atau mungkin tiket keriting stadion selalu saja akan terisi penuh, tak perduli Persib baru saja kalah atau justru tampil mengecewakan bobotoh seakan mengerti jika mendukung ke stadion adalah salah satu kewajiban dan bentuk ibadah juga untuk mereka. Sebuah kultur yang sering mereka sebut dengan istilah ngabobotohan, tradisi yang juga sengaja mereka sisipkan sebagai salah satu dari budaya masyarakat sunda yang terpampang lewat tagline di kaos atau atribut bernada dukungan.
Masih banyak bentuk fragmen lain yang menunjukan betapa loyalitas bobotoh seakan begitu heroik untuk diceritakan kembali. Kepuasan dan loyalitas konsumen tidak hanya dibentuk oleh sebuah kualitas layanan saja, melainkan ditentukan juga oleh faktor pribadi dan faktor sosial. Ada sebuah cara pandang berbeda terkait bagaimana bobotoh mendukung dan memandang persib sebagai sebuah klub sepakbola.
Ini erat kaitannya dengan idiologi bobotoh dalam memandang Persib sebagai Mes Que Un Club, untuk mereka Persib adalah identitas personal lebih dari hanya sekedar sebuah klub sepakbola. Artinya sekalipun kualitas layanan yang diberikan oleh perusahaan dalam hal ini baca (Persib) dinilai kurang baik oleh konsumen baca (Bobotoh), namun mereka akan tetap menjadi loyalis tanpa batas.
Menurut teori pemasaran menyebutkan, seseorang yang berpotensi untuk menjadi loyalitas adalah mereka yang menikmati berbagai ragam kualitas layanan yag perusahaan tawarkan.Tinggi rendahnya kepuasan, tidak terlepas dari bagaimana seorang konsumen memandang produk yang mereka peroleh tersebut. Faktor pribadi juga sangat menentukan tingkat kepuasan seorang konsumen.
Faktor pribadi ini juga yang menjadikan bobotoh terus bertambah jumlahnya. Kebanyakan bobotoh saat ini ialah bobotoh turunan, yang mana bobotoh saat ini adalah anak2 yang di bawa ke stadion oleh ayah atau kerabatnya dahulu.
Fanatisme, dukungan dan rasa memiliki yang kuat seringkali dibentuk oleh memori ketika masa kecil ini. Seperti halnya saya sendiri, saya pertama kali mencium aroma basah rumput stadion Siliwangi ketika duduk di bangku 6 SD, ketika itu dari Sukabumi ayah saya sengaja membawa saya ke Bandung hanya untuk melihat Imam Riyadi berlatih.
Melihat fenomena bobotoh ini saya teringat akan uraian Gianlluca Vialli lewat bukunya yang berjudul Italian Job. Dalam buku tersebut Vialli membedah perbedaan kultur kesetiaan antara suporter Inggris dan Italia dalam mendukung sebuah klub sepakbola.
Bila sedikit menilik isi buku tersebut, ada sedikit kesamaan karakter antara bobotoh dan suporter Inggris dalam cara mereka memberi dukungan dan memandang klub sepakbola sebagai identitas dan jati diri mereka.
Paling tidak hingga saat ini betapa pun mengecewakannya penampilan Persib, saya tak pernah melihat bobotoh sampai melempari para pemain dengan telur dan tomat busuk layaknya suporter ultras ala Itali. Mencerca dan menghina dengan kata2 kotor atau bahkan mengepung stadion Persib ketika Atep dan kawan2 berlatih.
Untuk bobotoh Persib adalah gambaran jati diri mereka, memperlakukan Persib dengan buruk itu sama saja berarti merefleksikan identitas personal mereka, meludah ke dalam sumur yang airnya bobotoh minum sendiri serta menodai tradisi luhur budaya dan kultur lalajo sesepakan mereka. Tadisi yang sering kali karuhun kita sebut dengan ngabobotohan.
“If you can’t support us when we lose, you can’t support us when we win“
*Penulis yang artikelnya tak penting ini adalah mahasiswa tingkat akhir sekaligus karyawan swasta yang mencari makan, minum dan membuang hajat di kota Bandung tercinta. Terlahir menjadi bobotoh dan milanisti, berakun twitter di @yogi_adhi
Pendapat yang dinyatakan dalam karya ini sepenuhnya merupakan pendapat pribadi penulis, tidak mencerminkan pendapat redaksi Simamaung.
Ingin tulisannya dimuat di sini? silahkan kirim artikelmu ke email simamaung.com@gmail.com atau redaksi@simamaung.com

Loyalitas adalah sebuah komitmen yang dipegang teguh untuk membeli kembali sebuah produk pilihan atau jasa di masa depan (Kotler & Keller : 2012 : 127)
Demikian salah satu definisi loyalitas dalam konteks bisnis menurut Philip Kotler, seorang pakar yang masyur dalam buku-bukunya tentang teori kajian manajemen pemasaran.
Iklim dunia sepakbola saat ini telah bermetamorfosis menjadi sebuah industri dengan perputaran uang yang tak bisa dibilang sedikit jumlahnya.
Tak terkecuali dengan iklim persepakbolaan di belahan eropa sana, di Indonesia pun sepakbola telah menjadi bisnis lahan basah yang meski harus diakui masih dalam konteks yang jauh lebih sederhana bila dibandingkan dengan tingkat industri sepakbola di benua biru tersebut.
Persib Bandung sebagai salah satu tim yang memliki riwayat dan nama besar di blantika sepakbola Indonesia, boleh dibilang menjadi salah satu pemimpin pasar dalam periode industrialisasi sepakbola di tanah air.
Basis masa suporter yang terhitung sangat besar menjadi aset dan daya tarik Persib dalam memaksimalkan potensinya sebagai sebuah merek dagang. Ini terlihat dari status mereka sebagai klub yang paling banyak mendapat sponsor dalam beberapa musim terakhir, hal ini kemudian berimbas positif jika kita menengok betapa sehatnya kondisi keuangan pangeran biru secara keseluruhan.
Bobotoh sebagai pendukung Persib yang juga diyakini sebagai jumlah suporter klub terbesar di Indonesia, terlihat menjadi semacam differensiasi antara Persib dengan tim2 ISL lainnya. Berbicara sepakbola dalam konteksnya sebagai sebuah industri, jika dapat di sederhanakan maka kita analogikan saja Persib sebagai sebuah produsen, sebuah citra dan merek dagang dengan bobotoh tentu sebagai target dan sasaran dari strategi pemasaran Persib itu sendiri yang dalam hal ini dijalankan oleh pemegang legalitas klub (PT.PBB).
Timbul kemudian satu pertanyaan tentang bagaimana menjaga loyalitas bobotoh dalam kapasitasnya sebagai seorang konsumen atau pelanggan.
Loyalitas pelanggan umumnya terbentuk apabila suatu kualitas layanan yang ditawarkan oleh perusahaan baik itu produk maupun jasa, dapat menimbulkan kepuasan serta melebihi apa yang diharapkan oleh konsumen. Ketika konsumen merasa puas akan kualitas pelayanan yang didapatkan pada saat proses transaksi besar kemungkinan mereka akan melakukan pengulangan pembelian dan melakukan sejumlah rekomendasi terhadap lingkungan sekitar.
Namun permasalahannya adalah seberapa bermutukah kualitas layanan yang ditawarkan oleh Persib jika raihan prestasi dijadikan sebagai parameternya. Seperti yang kita ketahui tim kebanggan Jawa Barat ini telah begitu lama kering akan raihan gelar, prestasinya pun cenderung gitu-gitu aja alias adem ayem. Tapi yang mencengangkan loyalitas bobotoh seolah berbanding terbalik dengan teori tadi.
Seperti yang sering saya saksikan usai Persib bermain di stadion Jalak Harupat, kerap kali saya menjumpai sebuah fenomena yang menurut saya Edan. Selalu ada saja sejumlah kelompok masyarakat yang berbaris di pinggiran jalan akses perlintasan keluar stadion, mereka menunggu rombongan bis Persib lewat dan ikut larut dalam menyambut bobotoh yang memang selalu mengawal bis Ferdinand dan kawan2 tersebut seraya mengacungkan tangannya tanda ikut mendukung. Dari mulai tua, muda, ibu2 hingga bahkan anak kecil tanpa dikomandoi keluar dari rumahnya masing2 menyemut di mulut gang dan trotoar, mirip rombongan bocah sekolah yang membawa bendera di tangan untuk menyambut mobil presiden.
Mereka seolah lupa dan tak perduli, akan prestasi timnya yang telah puasa gelar begitu lama. Seringkali saya merinding dibuatnya bila melihat pemandangan heroik tersebut. Imajinasi saya selalu terbang melayang membayangkan jika rombongan bis Persib dan kawalan bobotoh tadi, adalah sepasukan prajurit Sparta yang sukses menaklukan Troy mirip filmnya Brad Pitt.
Adalah kejadian lumrah apabila tiap kali Persib main sering kali jalanan tiba2 mendadak sepi, pangkalan ojek dan beca serta warung kios kios rokok akan berubah menjadi spot nonton bareng dadakan dengan layar tivi ukuran unyil diperebutkan belasan pasang mata.
Terlepas lewat tiket resmi atau mungkin tiket keriting stadion selalu saja akan terisi penuh, tak perduli Persib baru saja kalah atau justru tampil mengecewakan bobotoh seakan mengerti jika mendukung ke stadion adalah salah satu kewajiban dan bentuk ibadah juga untuk mereka. Sebuah kultur yang sering mereka sebut dengan istilah ngabobotohan, tradisi yang juga sengaja mereka sisipkan sebagai salah satu dari budaya masyarakat sunda yang terpampang lewat tagline di kaos atau atribut bernada dukungan.
Masih banyak bentuk fragmen lain yang menunjukan betapa loyalitas bobotoh seakan begitu heroik untuk diceritakan kembali. Kepuasan dan loyalitas konsumen tidak hanya dibentuk oleh sebuah kualitas layanan saja, melainkan ditentukan juga oleh faktor pribadi dan faktor sosial. Ada sebuah cara pandang berbeda terkait bagaimana bobotoh mendukung dan memandang persib sebagai sebuah klub sepakbola.
Ini erat kaitannya dengan idiologi bobotoh dalam memandang Persib sebagai Mes Que Un Club, untuk mereka Persib adalah identitas personal lebih dari hanya sekedar sebuah klub sepakbola. Artinya sekalipun kualitas layanan yang diberikan oleh perusahaan dalam hal ini baca (Persib) dinilai kurang baik oleh konsumen baca (Bobotoh), namun mereka akan tetap menjadi loyalis tanpa batas.
Menurut teori pemasaran menyebutkan, seseorang yang berpotensi untuk menjadi loyalitas adalah mereka yang menikmati berbagai ragam kualitas layanan yag perusahaan tawarkan.Tinggi rendahnya kepuasan, tidak terlepas dari bagaimana seorang konsumen memandang produk yang mereka peroleh tersebut. Faktor pribadi juga sangat menentukan tingkat kepuasan seorang konsumen.
Faktor pribadi ini juga yang menjadikan bobotoh terus bertambah jumlahnya. Kebanyakan bobotoh saat ini ialah bobotoh turunan, yang mana bobotoh saat ini adalah anak2 yang di bawa ke stadion oleh ayah atau kerabatnya dahulu.
Fanatisme, dukungan dan rasa memiliki yang kuat seringkali dibentuk oleh memori ketika masa kecil ini. Seperti halnya saya sendiri, saya pertama kali mencium aroma basah rumput stadion Siliwangi ketika duduk di bangku 6 SD, ketika itu dari Sukabumi ayah saya sengaja membawa saya ke Bandung hanya untuk melihat Imam Riyadi berlatih.
Melihat fenomena bobotoh ini saya teringat akan uraian Gianlluca Vialli lewat bukunya yang berjudul Italian Job. Dalam buku tersebut Vialli membedah perbedaan kultur kesetiaan antara suporter Inggris dan Italia dalam mendukung sebuah klub sepakbola.
Bila sedikit menilik isi buku tersebut, ada sedikit kesamaan karakter antara bobotoh dan suporter Inggris dalam cara mereka memberi dukungan dan memandang klub sepakbola sebagai identitas dan jati diri mereka.
Paling tidak hingga saat ini betapa pun mengecewakannya penampilan Persib, saya tak pernah melihat bobotoh sampai melempari para pemain dengan telur dan tomat busuk layaknya suporter ultras ala Itali. Mencerca dan menghina dengan kata2 kotor atau bahkan mengepung stadion Persib ketika Atep dan kawan2 berlatih.
Untuk bobotoh Persib adalah gambaran jati diri mereka, memperlakukan Persib dengan buruk itu sama saja berarti merefleksikan identitas personal mereka, meludah ke dalam sumur yang airnya bobotoh minum sendiri serta menodai tradisi luhur budaya dan kultur lalajo sesepakan mereka. Tadisi yang sering kali karuhun kita sebut dengan ngabobotohan.
“If you can’t support us when we lose, you can’t support us when we win“
*Penulis yang artikelnya tak penting ini adalah mahasiswa tingkat akhir sekaligus karyawan swasta yang mencari makan, minum dan membuang hajat di kota Bandung tercinta. Terlahir menjadi bobotoh dan milanisti, berakun twitter di @yogi_adhi
Pendapat yang dinyatakan dalam karya ini sepenuhnya merupakan pendapat pribadi penulis, tidak mencerminkan pendapat redaksi Simamaung.
Ingin tulisannya dimuat di sini? silahkan kirim artikelmu ke email simamaung.com@gmail.com atau redaksi@simamaung.com

ari bobotoh mah ti baheula oge Reueus boga Persib Tapi sabalikna nu Di pikareueus euweuh pisan mulang tarimana siga nu euweuh ka hayang mulang tarima ka bobotoh…ari kabisa 1 kurang berintung 2 wasit berat sebelah Ari bobotoh kahayngna tutup tahun kudu jadi juara.
Hebat kan bobotoh mah.pang hebatna lah semoga PERSIB juga sehebat BOBOTOH
Persib, Mes Que Un Club !
BOBOTOH SEJATI tidak akan melakukan tindakan yang merugikan PERSIB BANDUNG
Jika masih ada yang menyalakan Flare,Petasan,Bom Asap dan melemparkan botol / benda lain ke dalam lapangan pertandingan dan kepada tim lawan maka mereka pantas disebut PENGKHIANAT & MUSUH BERSAMA para BOBOTOH se-alam dunia
#respect,noflare,nofireworks,noviolence