Masih Membutuhkan Dana APBD
Tuesday, 28 June 2011 | 23:07
Saat ini, di sepak bola nasional, tuntutan untuk mereformasi PSSI semakin kencang berhembus. Kasus-kasus korupsi dana APBD satu persatu muncul kepermukaan lewat media. Hingga akhirnya muncul Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 1 Tahun 2011 yang melarang penggunaan APBD untuk klub profesional.
Hal ini kontan menimbulkan pro kontra dikalangan sepak bola nasional itu sendiri. Beberapa argumentasi dari kalangan yang pro mengatakan bahwa sudah sepatutnya klub-klub yang berlaga di kompetisi profesional bisa mandiri secara manajerial sehingga dapat menghasilkan industri.
Sedangkan sebagian kalangan lagi menganggap bahwa penghentian kucuran dana pemerintah itu bisa mematikan klub secara langsung.
Salah satu yang berpendapat demikian adalah Rahmad Darmawan. “Menurut saya selayaknya dana APBD itu tetap ada. Karena bagaimana pun kalau kita membandingkannya dengan MU atau Real Madrid, ya memang tolak ukurnya jauh,” kata Rahmad.
Ia lalu mengatakan, jika kita melihat ke sepakbola di negara Korea Selatan, dimana disana sudah dianggap profesional, maka kenyataannya dana pemerintah masih dipakai untuk mengelola klub setempat. Walau, sistemnya sedikit berbeda.
“Contoh Seoul FC. Mereka pakai dana yang namanya dana pariwisata dari provinsi untuk timnya. Klub tersebut dijadikan sebagai duta wisata kota Seoul. Hanya memang duitnya dari provinsi. Nah ini yang dimaksudkan oleh saya,” sebut pelatih yang mengawali karir kepelatihannya di Persikota Tangerang ini.
“Bahwa tim hebat di Korea saja masih memakai dana pemerintah, kok di indonesia tahu-tahu dilarang sama sekali,” lanjutnya.
Kenyataan bahwa sudah banyak kasus korupsi yang berasal dari dana untuk klub sepak bola di Indonesia, Rahmad tidak dapat menyangkalnya. Sehingga, menurutnya yang lebih penting untuk dilakukan pemerintah adalah bagaimana mengawasi dana tersebut memang benar-benar sampai pada tempatnya.
“Masalahnya kan pertanggungjawabannya yang disalahgunakan,” ujar Rahmad.
Sebab peranan pemerintah dalam sendi-sendi masyarakat sendiri tidak bisa dihilangkan. “Bisa dibilang membangun olah raga itu merupakan bagian dari membangun masyarakat,” tutupnya.

Saat ini, di sepak bola nasional, tuntutan untuk mereformasi PSSI semakin kencang berhembus. Kasus-kasus korupsi dana APBD satu persatu muncul kepermukaan lewat media. Hingga akhirnya muncul Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 1 Tahun 2011 yang melarang penggunaan APBD untuk klub profesional.
Hal ini kontan menimbulkan pro kontra dikalangan sepak bola nasional itu sendiri. Beberapa argumentasi dari kalangan yang pro mengatakan bahwa sudah sepatutnya klub-klub yang berlaga di kompetisi profesional bisa mandiri secara manajerial sehingga dapat menghasilkan industri.
Sedangkan sebagian kalangan lagi menganggap bahwa penghentian kucuran dana pemerintah itu bisa mematikan klub secara langsung.
Salah satu yang berpendapat demikian adalah Rahmad Darmawan. “Menurut saya selayaknya dana APBD itu tetap ada. Karena bagaimana pun kalau kita membandingkannya dengan MU atau Real Madrid, ya memang tolak ukurnya jauh,” kata Rahmad.
Ia lalu mengatakan, jika kita melihat ke sepakbola di negara Korea Selatan, dimana disana sudah dianggap profesional, maka kenyataannya dana pemerintah masih dipakai untuk mengelola klub setempat. Walau, sistemnya sedikit berbeda.
“Contoh Seoul FC. Mereka pakai dana yang namanya dana pariwisata dari provinsi untuk timnya. Klub tersebut dijadikan sebagai duta wisata kota Seoul. Hanya memang duitnya dari provinsi. Nah ini yang dimaksudkan oleh saya,” sebut pelatih yang mengawali karir kepelatihannya di Persikota Tangerang ini.
“Bahwa tim hebat di Korea saja masih memakai dana pemerintah, kok di indonesia tahu-tahu dilarang sama sekali,” lanjutnya.
Kenyataan bahwa sudah banyak kasus korupsi yang berasal dari dana untuk klub sepak bola di Indonesia, Rahmad tidak dapat menyangkalnya. Sehingga, menurutnya yang lebih penting untuk dilakukan pemerintah adalah bagaimana mengawasi dana tersebut memang benar-benar sampai pada tempatnya.
“Masalahnya kan pertanggungjawabannya yang disalahgunakan,” ujar Rahmad.
Sebab peranan pemerintah dalam sendi-sendi masyarakat sendiri tidak bisa dihilangkan. “Bisa dibilang membangun olah raga itu merupakan bagian dari membangun masyarakat,” tutupnya.

Klub lain pake APBD? EGP, PERSIB pake APBD? No Way titik sagede panto
alaaah rek alesan kumaha wae ge tetep make APBD mah amatiran, geus we balik ka perserikatan deui wkwkwk
heueuh alesan eta si RD pedha klebna si JERUK masih nyusu kana APBD, si JERUK mah lain teu bisa mandiri, maraleus we euweh kahayang neangan dana sorangan sakitu aya di ibukota, DASAR JERUK
Sterilkan persib dari kepentingan politik
Sterilkan persib dari birokrat
Sterilkan persib dari APBD
Insya Alloh bakal jadi teladan klub2 Indonesia
ngapain ributin APBD toh sekarang persib sudah mandiri jauh lebih maju dr tim lain (dlm segi bisnis), tolong jgn menghasut persib buat melangkah mundur…lepas dr APBD setidaknya mengurangi kecenderungan untuk berbuat dosa (korupsi.red)
Yang terpenting pemerintah harus mengawasi kucuran dana itu sampai pd tempatnya!
Kalimat ieu ti bahaeula ge aya..ngan hese praktekna
Ari maneh RD Kos budak wae..
wah, jangan didenger tuh RD. mentalnya masih orba..
semoga persib bisa terus mandiri tanpa APBD, amiin…
ingat, APBD tuh uang rakyat, jadi setiap rakyat Jabar berhak atas dana itu.. makanya persib teu juara2 teh mereun aya nu teu ridho weh hakna dipake ku persib. ari nggeus mandiri mah lebih tenang lah..