Lebaran, dan Rentetan Pertanyaan yang Menyebalkan
Monday, 27 July 2015 | 08:42
Lebaran usailah sudah, walaupun secara penanggalan kalender Islam, bulan Syawal akan berlangsung beberapa hari ke depan, namun semua yang merayakan lebaran, kini kembali ke rutinitas semula.
Setiap lebaran, para muslim dipastikan akan melakukan silaturahim, kumpul bersama keluarga, para sahabat, kolega, dll. Di acara-acara seperti itu, obrolan dan dialog akan lebih terbuka karena didasari oleh hubungan-hubungan pribadi dibanding hubungan yang bersifat materi lainnya.
Karena bersifat pribadi, pertanyaan pun selalu akan menjurus ke hal pribadi, misalnya: “Kapan kamu punya pacar?” untuk mereka-mereka yang jomblo. Atau pertanyaan: “Kapan nikah?” bagi pasangan yang sudah berpacaran tapi tak juga menghalalkan hubungan mereka. Bagi yang sudah nikah tapi belum dikaruniai putra, maka pertanyaan level selanjutnya akan berbunyi: “Kapan punya anak?” dan lain sebagainya.
Bahkan, para mantan dengan lantang mengajukan pertanyaan nekat: “Kapan kamu putus dengannya?”
Karena mayoritas penduduk negeri ini adalah penonton bola, maka obrolan pun selalu diselingi dengan obrolan pertandingan-pertandingan bola, termasuk bola lokal. Di lebaran tahun lalu, pertanyaan yang cukup menyebalkan adalah: “Kapan Persib juara?”. Pertanyaan ini cukup menyebalkan karena tim yang cukup mapan dan punya nama-nama pemain tenar ini susah juga meraih juara. Tapi tahun ini, pertanyaan bergeser ke hal lain, karena Persib-nya sudah juara.
Pertanyaan lebaran tahun ini adalah: “Kapan Persib kembali bermain?” atau “Kapan liga kembali diputar?”. Pertanyaan yang lebih menyebalkan dibanding pertanyaan “Kapan Persib juara?” atau bahkan pertanyaan: “Kapan kamu punya pasangan?”. Pasalnya, pertanyaan ini seakan menjadi pertanyaan dengan jawaban yang tidak berujung pada solusi dan terkesan kabur karena obrolan tersebut akan selalu menjauh dari esensi masalah sebenarnya.
Obrolan tentang sepakbola nasional kemudian akan terseret pada urusan politik individu bahkan nasional. Bagaimana obrolan sepakbola berubah menjadi obrolan perihal korupsi, preferensi politik Menpora, PSSI, bahkan presiden. Obrolan yang sebenarnya ngawur dan bisa mengotori hari-hari suci kemarin.
Obrolan-obrolan seperti ini, sialnya memang menjadi obrolan yang hangat. Terselip memang obrolan tentang nasib pemain bola yang saat ini kebingungan karena lahan mereka diperebutkan oleh para penguasa di sana. Padahal, pemain adalah aktor satu-satunya yang menjadikan sepakbola ada. Mereka adalah kunci yang bisa membawa sepakbola ke arah yang mereka inginkan. Sepakbola tanpa penguasa masih bisa dimainkan, tapi sepakbola tanpa pemain adalah sebuah kenihilan.
Tapi tetap saja, obrolan penting ini kemudian tenggelam oleh obrolan tentang hubungan sepakbola dengan politik, partai dan pemilihan presiden kemarin yang seharusnya sudah basi untuk dibahas.
Kini, lebaran sudah usai. Semua elemen kembali menjalani kehidupan yang seharusnya normal. Sepakbola nasional pun seperti itu, kembali ke keadaan semula, tidak jelas. Padahal, lebaran adalah waktu yang cukup pas untuk saling bersilaturahim, berdialog, bercakap, dan melakukan perbaikan.
Untuk waktu yang belum bisa ditentukan, maka pertanyaan “Kapan Persib bermain?” akan tetap menyiksa kita, lebih menyiksa dari pertanyaan: “Kapan kamu kembali ke hati aku?”. #eh
Ditulis oleh @hevifauzan

Lebaran usailah sudah, walaupun secara penanggalan kalender Islam, bulan Syawal akan berlangsung beberapa hari ke depan, namun semua yang merayakan lebaran, kini kembali ke rutinitas semula.
Setiap lebaran, para muslim dipastikan akan melakukan silaturahim, kumpul bersama keluarga, para sahabat, kolega, dll. Di acara-acara seperti itu, obrolan dan dialog akan lebih terbuka karena didasari oleh hubungan-hubungan pribadi dibanding hubungan yang bersifat materi lainnya.
Karena bersifat pribadi, pertanyaan pun selalu akan menjurus ke hal pribadi, misalnya: “Kapan kamu punya pacar?” untuk mereka-mereka yang jomblo. Atau pertanyaan: “Kapan nikah?” bagi pasangan yang sudah berpacaran tapi tak juga menghalalkan hubungan mereka. Bagi yang sudah nikah tapi belum dikaruniai putra, maka pertanyaan level selanjutnya akan berbunyi: “Kapan punya anak?” dan lain sebagainya.
Bahkan, para mantan dengan lantang mengajukan pertanyaan nekat: “Kapan kamu putus dengannya?”
Karena mayoritas penduduk negeri ini adalah penonton bola, maka obrolan pun selalu diselingi dengan obrolan pertandingan-pertandingan bola, termasuk bola lokal. Di lebaran tahun lalu, pertanyaan yang cukup menyebalkan adalah: “Kapan Persib juara?”. Pertanyaan ini cukup menyebalkan karena tim yang cukup mapan dan punya nama-nama pemain tenar ini susah juga meraih juara. Tapi tahun ini, pertanyaan bergeser ke hal lain, karena Persib-nya sudah juara.
Pertanyaan lebaran tahun ini adalah: “Kapan Persib kembali bermain?” atau “Kapan liga kembali diputar?”. Pertanyaan yang lebih menyebalkan dibanding pertanyaan “Kapan Persib juara?” atau bahkan pertanyaan: “Kapan kamu punya pasangan?”. Pasalnya, pertanyaan ini seakan menjadi pertanyaan dengan jawaban yang tidak berujung pada solusi dan terkesan kabur karena obrolan tersebut akan selalu menjauh dari esensi masalah sebenarnya.
Obrolan tentang sepakbola nasional kemudian akan terseret pada urusan politik individu bahkan nasional. Bagaimana obrolan sepakbola berubah menjadi obrolan perihal korupsi, preferensi politik Menpora, PSSI, bahkan presiden. Obrolan yang sebenarnya ngawur dan bisa mengotori hari-hari suci kemarin.
Obrolan-obrolan seperti ini, sialnya memang menjadi obrolan yang hangat. Terselip memang obrolan tentang nasib pemain bola yang saat ini kebingungan karena lahan mereka diperebutkan oleh para penguasa di sana. Padahal, pemain adalah aktor satu-satunya yang menjadikan sepakbola ada. Mereka adalah kunci yang bisa membawa sepakbola ke arah yang mereka inginkan. Sepakbola tanpa penguasa masih bisa dimainkan, tapi sepakbola tanpa pemain adalah sebuah kenihilan.
Tapi tetap saja, obrolan penting ini kemudian tenggelam oleh obrolan tentang hubungan sepakbola dengan politik, partai dan pemilihan presiden kemarin yang seharusnya sudah basi untuk dibahas.
Kini, lebaran sudah usai. Semua elemen kembali menjalani kehidupan yang seharusnya normal. Sepakbola nasional pun seperti itu, kembali ke keadaan semula, tidak jelas. Padahal, lebaran adalah waktu yang cukup pas untuk saling bersilaturahim, berdialog, bercakap, dan melakukan perbaikan.
Untuk waktu yang belum bisa ditentukan, maka pertanyaan “Kapan Persib bermain?” akan tetap menyiksa kita, lebih menyiksa dari pertanyaan: “Kapan kamu kembali ke hati aku?”. #eh
Ditulis oleh @hevifauzan
