Kuasa Nostalgia
Friday, 16 October 2015 | 19:47
Nostalgia /nos-tal-gia/ – Kerinduan pada sesuatu yang sangat jauh letaknya atau yang sudah tidak ada sekarang.
Persib Bandung akan melangsungkan pertandingan pamungkasnya di Piala Presiden 2015. Lawan Persib di final kali ini adalah Sriwijaya FC. Final turnamen pengisi kekosongan liga kali ini adalah final yang cukup unik, pasalnya, pertandingan digelar di Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK), Kota Jakarta. Unik karena amat sangat jarang final sebuah turnamen lokal dilangsungkan di stadion keramat ini, termasuk kelas Liga indonesia yang bahkan beberapa kali harus melangsungkan finalnya di luar Jakarta, ketika liga digelar dengan format turnamen.
Keputusan Mahaka yang keukeuh menggelar final di Jakarta disambut harap-harap cemas oleh bobotoh Persib. Satu kelompok menghubungkan gelaran di SUGBK ini merupakan bentuk dominasi bobotoh atas kelompok yang mendukung tim lain. Di pihak lain, gelaran ini adalah pengingat kenangan, sejenis nostalgia.
Bagi bobotoh kolot, istilah bobotoh yang pernah merasakan dan menyaksikan kejayaan Persib di tahun 80 dan 90-an, Stadion GBK adalah tempat nostalgia karena dipenuhi cerita indah. Di masa itu, Persib menjadi salah satu kesebelasan terbaik di Indonesia, yang bolak-balik menjadi juara atau sekedar tampil di babak final yang berbentuk 6 atau 8 besar.
Sampai tahun 90-an, stadion yang dahulu bernama Senayan ini dapat dikatakan sebagai kandang kedua tim Persib. Karena setiap Persib bertanding di sana, terutama saat final, bobotoh dipastikan berbondong-bondong akan berdatangan ke sana. Di tahun 1985 misalnya, pendukung Persib mendominasi sekitar 120.000 penonton yang hadir di sana, tanpa keributan. Final terakhir yang menghadirkan dan menjadikan Persib sebagai juara di sana adalah di tahun 1995.
Setelah itu, tiba-tiba tempat ini menjadi tempat yang sulit untuk mereka jangkau lagi. Bukan hanya sekedar jarak yang memisahkan GBK, seperti mantan yang sudah dinikahi orang lain, yang hanya bisa dipandangi oleh bobotoh dari kejauhan saja. Tapi ada semacam hijab yang menghalangi. Sejak perseteruan bobotoh dengan suporter “pemilik” GBK belasan tahun yang lalu, bobotoh hampir mustahil bisa menginjakkan kakinya di stadion kebanggaan Bangsa Indonesia ini. Mereka yang ingin berhasil menginjakkan kaki di sana seolah harus bertarung mempertaruhkan nyawa, seperti yang almarhum Rangga lakukan. SUGBK menjadi tempat yang sangat tabu untuk diinjak bobotoh.
Cerita-cerita kejayaan Persib masa lalu di Senayan seperti cerita kepahlawanan yang terus dibicarakan bahkan sampai hari ini. Cerita ini secara turun temurun dilantunkan sebagai penyemangat, bahkan menjadi dongeng sebelum tidur calon-calon bobotoh sebelum mereka tenggelam dalam mimpi mereka.
Cerita-cerita ini terus diulang sehingga menjadi lagu sebagai pemupuk suatu harapan. Karena walaupun GBK diisolasi dari bobotoh, seperti diisolasinya al-Aqsa oleh para zionis dari warga Palestina, para bobotoh yakin bahwa satu hari nanti mereka akan kembali membirukan stadion tersebut. Cerita-cerita itu terus menjaga harapan, bahwa suatu saat Stadion Senayan akan menjadi biru kembali.
Saat ini, kesempatan itu telah terbuka nyata. Presiden beserta jajarannya, juga pejabat-pejabat lokal setempat telah memberi kesempatan itu. Tentu saja semua bobotoh, baik bobotoh ngora maupun kolot, menyambut kesempatan ini. Harapan yang terus menerus dipupuk oleh kenangan itu akhirnya akan segera berbuah dan siap untuk dipetik.
Senayan bukan hanya sekedar stadion bagi bobotoh. Senayan adalah penyimpan kenangan manis. Atas dorongan kenangan dan kuasa nostalgia yang terus berutar di kepala mereka, para bobotoh tak segan untuk mendatanginya kembali. Tidak ada yang harus bobotoh lakukan saat memasuki SUGBK, kecuali memasukinya dengan penuh rasa syukur dan rasa suka cita.
Oleh @hevifauzan

Nostalgia /nos-tal-gia/ – Kerinduan pada sesuatu yang sangat jauh letaknya atau yang sudah tidak ada sekarang.
Persib Bandung akan melangsungkan pertandingan pamungkasnya di Piala Presiden 2015. Lawan Persib di final kali ini adalah Sriwijaya FC. Final turnamen pengisi kekosongan liga kali ini adalah final yang cukup unik, pasalnya, pertandingan digelar di Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK), Kota Jakarta. Unik karena amat sangat jarang final sebuah turnamen lokal dilangsungkan di stadion keramat ini, termasuk kelas Liga indonesia yang bahkan beberapa kali harus melangsungkan finalnya di luar Jakarta, ketika liga digelar dengan format turnamen.
Keputusan Mahaka yang keukeuh menggelar final di Jakarta disambut harap-harap cemas oleh bobotoh Persib. Satu kelompok menghubungkan gelaran di SUGBK ini merupakan bentuk dominasi bobotoh atas kelompok yang mendukung tim lain. Di pihak lain, gelaran ini adalah pengingat kenangan, sejenis nostalgia.
Bagi bobotoh kolot, istilah bobotoh yang pernah merasakan dan menyaksikan kejayaan Persib di tahun 80 dan 90-an, Stadion GBK adalah tempat nostalgia karena dipenuhi cerita indah. Di masa itu, Persib menjadi salah satu kesebelasan terbaik di Indonesia, yang bolak-balik menjadi juara atau sekedar tampil di babak final yang berbentuk 6 atau 8 besar.
Sampai tahun 90-an, stadion yang dahulu bernama Senayan ini dapat dikatakan sebagai kandang kedua tim Persib. Karena setiap Persib bertanding di sana, terutama saat final, bobotoh dipastikan berbondong-bondong akan berdatangan ke sana. Di tahun 1985 misalnya, pendukung Persib mendominasi sekitar 120.000 penonton yang hadir di sana, tanpa keributan. Final terakhir yang menghadirkan dan menjadikan Persib sebagai juara di sana adalah di tahun 1995.
Setelah itu, tiba-tiba tempat ini menjadi tempat yang sulit untuk mereka jangkau lagi. Bukan hanya sekedar jarak yang memisahkan GBK, seperti mantan yang sudah dinikahi orang lain, yang hanya bisa dipandangi oleh bobotoh dari kejauhan saja. Tapi ada semacam hijab yang menghalangi. Sejak perseteruan bobotoh dengan suporter “pemilik” GBK belasan tahun yang lalu, bobotoh hampir mustahil bisa menginjakkan kakinya di stadion kebanggaan Bangsa Indonesia ini. Mereka yang ingin berhasil menginjakkan kaki di sana seolah harus bertarung mempertaruhkan nyawa, seperti yang almarhum Rangga lakukan. SUGBK menjadi tempat yang sangat tabu untuk diinjak bobotoh.
Cerita-cerita kejayaan Persib masa lalu di Senayan seperti cerita kepahlawanan yang terus dibicarakan bahkan sampai hari ini. Cerita ini secara turun temurun dilantunkan sebagai penyemangat, bahkan menjadi dongeng sebelum tidur calon-calon bobotoh sebelum mereka tenggelam dalam mimpi mereka.
Cerita-cerita ini terus diulang sehingga menjadi lagu sebagai pemupuk suatu harapan. Karena walaupun GBK diisolasi dari bobotoh, seperti diisolasinya al-Aqsa oleh para zionis dari warga Palestina, para bobotoh yakin bahwa satu hari nanti mereka akan kembali membirukan stadion tersebut. Cerita-cerita itu terus menjaga harapan, bahwa suatu saat Stadion Senayan akan menjadi biru kembali.
Saat ini, kesempatan itu telah terbuka nyata. Presiden beserta jajarannya, juga pejabat-pejabat lokal setempat telah memberi kesempatan itu. Tentu saja semua bobotoh, baik bobotoh ngora maupun kolot, menyambut kesempatan ini. Harapan yang terus menerus dipupuk oleh kenangan itu akhirnya akan segera berbuah dan siap untuk dipetik.
Senayan bukan hanya sekedar stadion bagi bobotoh. Senayan adalah penyimpan kenangan manis. Atas dorongan kenangan dan kuasa nostalgia yang terus berutar di kepala mereka, para bobotoh tak segan untuk mendatanginya kembali. Tidak ada yang harus bobotoh lakukan saat memasuki SUGBK, kecuali memasukinya dengan penuh rasa syukur dan rasa suka cita.
Oleh @hevifauzan

Wekawekaweka…piraku c oren disamikeun sareng zionis….. Hahahahahah
“Tidak ada yang harus bobotoh lakukan saat memasuki SUGBK, kecuali memasukinya dengan penuh rasa syukur dan rasa suka cita…”
dan rasa waswas tagihan tukang parkir liar di senayan tea …
bae lah ketang sodakoh bagi tukang parkir liar suporter tim tatangga
Geus keun bae anu engeus mah enggeus… Ayeuna urang rek asup deui ka GBK bari mawa hiji sumanget nyaeta ngadukung PERSIB jadi JUARA.. Nu lain-laina mah geus kumaha engke bae, kumaha behna bae. Geus kitu bae titik
Terharu macana, senayan bukan milik satu klub/kelompok, senayan milik indonesia, bobotoh sangat berhak untuk membirukan kembali senayan seperti era 80-90an, nostalgia yang akan berbuah manis di hari minggu nanti, semoga! Hidup Persib
OMAT WE BOBOTOH MONTONG BERULAH DI JAKARTA ,ULAH JADI PEMICU KERIBUTAN.KUDU SOPAN KER NGAJAGA KAPERCAYAAN KAHAREPNA
This is PERSIB! i’m proud! Terharu sumpah maca artikel ieu
Hampir distiap rt di tasikmalaya rek ngayaken nobar didoaken nu arindit k gbk sing slmat jng persib sing juara aminn
Stadion persib nu baru kumaha kabarna(SUBLA)? Panasaran kuring