Kuartet Chili, Jaga Harga Diri Persib dari Ancaman Degradasi
Thursday, 04 June 2020 | 13:05
Alejandro Tobar. Foto: Majalah Soccer Series Exclusive: Maung Bandung (http://www.superwaw.com/).
Persib Bandung menjadi klub pengukir sejarah kompetisi Indonesia dengan menjadi juara di Liga Indonesia I musim 1994/1995. Taring tajam Maung Bandung mengoyak lawan-lawannya di masa awal penggabungan kompetisi Perserikatan dan Galatama. Namun perlahan kejayaan tim dengan sejarah panjang ini memudar.
Reputasi Persib bahkan kian merosot ketika memasuki Liga Indonesia IX 2003. Niat untuk bangkit dan merajai hajat sepakbola tanah air ditandai dengan sejarah mendatangkan pemain asing plus pelatihnya. Nahkoda asal Polandia, Marek Andrezj Sledzianowski didaratkan dengan memboyong gerbong pemain asing senegaranya.
Mariusz Mucharski, Pawel Bocian, Piotr Orlinski dan Maciej Dolega dibawa Marek untuk menjadi tumpuan timnya. Mereka diproyeksikan sebagai mentor bagi pemain lokal yang pada musim itu bermaterikan amunisi belia. Namun bukannya untung, Persib malah buntung. Performa tim sangat jauh dari harapan di putaran pertama.
Rekor buruk diterima Persib dengan mencatatkan 12 laga tanpa kemenangan. Delapan kekalahan dan empat hasil imbang didapat Persib dan posisi juru kunci jadi ‘hadiah’ atas torehan itu. Baru di pekan ke-13 Maung Bandung bisa memetik kemenangan saat menjamu Petrokimia Putra dengan skor 2-1 berkat gol M Yusuf dan Asep Dayat.
Mengakhiri putaran pertama dengan rapor amat buruk, manajemen lalu mengambil langkah tegas dengan memecat Marek dan pasukannya. Sebagai gantinya, pelatih asal Chili, Juan Paez didapuk sebagai nahkoda Persib untuk menyelamatkan harga diri klub agar tidak terjun ke jurang degradasi. Tiga pemain asing dibawa, Claudio Lizama (bek), Alejandro Tobar (gelandang) dan Rodrigo Lemunao (penyerang) didatangkan, namun kemudian dia diganti oleh Rodrigo Sanhueza (penyerang).

Marek Sledzianowski dan kiper asal Polandia, Mucharski. FOTO: Andri Gurnita / Pikiran Rakyat
Awal Misi Penyelamatan
Hanya mengumpulkan 14 poin di paruh pertama membuat Persib berada di posisi yang sangat terjepit. Tugas yang dihadapi oleh Juan Paez pun begitu berat karena dia diharapkan mengangkat performa tim demi merangkak naik di papan klasemen. Lizama langsung diplot membantu Dadang Hidayat di jantung pertahanan bersama Suwandi H.S.
Alejandro Tobar yang mempunyai karakter sebagai playmaker langsung dipasang sebagai pilar di pusat permainan. Dengan kaki kirinya yang penuh daya magis, Tobar sebagai pemain ‘nomor 10’ menjadi sutradara permainan dan membuat serangan Persib lebih hidup. Sedangkan Lemunao yang tampil kurang menggigit di beberapa laga langsung dicoret dan digantikan Sanhueza.
Kehadiran kuartet asal Chili itu pun menghidupkan lagi denyut nadi Persib setelah sempat berada di titik nadir. Racikan taktik Paez membuat tim yang sebelumnya mudah rontok menjadi sulit untuk ditaklukan. Di paruh musim kedua, 31 angka berhasil dikumpulkan dan sempat ada masanya Persib tidak terkalahkan di 10 laga beruntun, yaitu dari pekan ke-27 hingga 36.
Sosok Tobar yang paling menyita perhatian karena dia cukup produktif dalam mencetak gol bagi Persib. Enam gol dikoleksinya hanya dalam setengah musim kompetisi saja. Jumlah gol tersebut hanya kalah dari Imral Usman dan Suladi yang berposisi sebagai striker. Posisi Persib perlahan naik, asa untuk terhindar dari degradasi pun muncul.
Akhirnya di pekan ke-38, Persib finish di urutan 16 dari 20 tim yang berkompetisi. Itu artinya Maung Bandung harus menjajal babak playoff untuk menentukan nasibnya apakah bertahan di Divisi Utama atau harus turun kasta. Kisah kuartet Chili dalam misi menghindarkan Persib dari jeratan degradasi pun masih berlanjut.

Juan Paez. Foto: pikiran-rakyat.com
Akhir Bahagia di Manahan Solo
Babak playoff promosi/degradasi dimainkan di Stadion Manahan, Solo dengan format setengah kompetisi. Persib bersama Perseden menjadi klub dari Divisi Utama yang memperjuangkan tempat di kompetisi kasta teratas. Sedangkan Persela dan PSIM adalah tim dari Divisi Satu yang mengintip peluang untuk promosi.
Laga pertama Persib di babak playoff adalah meladeni Persela Lamongan pada 14 Oktober 2013. Maung Bandung sukses mengamankan tiga poin lewat gol semata wayang Imral Usman. Berselang dua hari, Persib sudah harus menghadapi PSIM Yogyakarta. Peran pemain Chili terlihat di laga ini, Rodrigo Sanhueza yang menjadi pahlawan melalui gol tunggal di menit 58.
Dua kemenangan ini sebenarnya sudah cukup membuat Persib lolos dari lubang jarum. Tetapi di pertandingan terakhir, Maung Bandung tidak mau begitu saja melepaskan poin. Laga ketat kontra Perseden Denpasar pun pecah pada tanggal 18 Oktober 2003. Drama delapan gol terjadi, meski Paulus Krey dan kawan-kawan sudah dipastikan turun kasta.
Gbeneme Friday dan Agus Susanto membawa Perseden unggul 2-0. Persib lalu memperkecil skor melalui tendangan penalti Alejandro Tobar. Kejar-kejaran angka terjadi karena Miro Baldo Bento serta Achmad Junaidi kembali membawa Perseden unggul. Tapi berkat dua gol tambahan Tobar serta satu gol Dicky Firasat, laga ini jadi berakhir imbang 4-4.
Di akhir babak playoff, Persib menjadi pemimpin klasemen dengan poin 7 dan disusul Persela di peringkat kedua dan berhak atas satu tempat di Divisi Utama 2004. Keputusan manajemen dalam merekrut kuartet Chili pun berhasil karena Persib tidak jadi degradasi. Di musim berikutnya, posisi Juan Paez dipertahankan, begitu pula Lizama dan Tobar. Hanya Sanhueza yang tidak diperpanjang kontraknya dan harus berpisah dengan Maung Bandung.


Alejandro Tobar. Foto: Majalah Soccer Series Exclusive: Maung Bandung (http://www.superwaw.com/).
Persib Bandung menjadi klub pengukir sejarah kompetisi Indonesia dengan menjadi juara di Liga Indonesia I musim 1994/1995. Taring tajam Maung Bandung mengoyak lawan-lawannya di masa awal penggabungan kompetisi Perserikatan dan Galatama. Namun perlahan kejayaan tim dengan sejarah panjang ini memudar.
Reputasi Persib bahkan kian merosot ketika memasuki Liga Indonesia IX 2003. Niat untuk bangkit dan merajai hajat sepakbola tanah air ditandai dengan sejarah mendatangkan pemain asing plus pelatihnya. Nahkoda asal Polandia, Marek Andrezj Sledzianowski didaratkan dengan memboyong gerbong pemain asing senegaranya.
Mariusz Mucharski, Pawel Bocian, Piotr Orlinski dan Maciej Dolega dibawa Marek untuk menjadi tumpuan timnya. Mereka diproyeksikan sebagai mentor bagi pemain lokal yang pada musim itu bermaterikan amunisi belia. Namun bukannya untung, Persib malah buntung. Performa tim sangat jauh dari harapan di putaran pertama.
Rekor buruk diterima Persib dengan mencatatkan 12 laga tanpa kemenangan. Delapan kekalahan dan empat hasil imbang didapat Persib dan posisi juru kunci jadi ‘hadiah’ atas torehan itu. Baru di pekan ke-13 Maung Bandung bisa memetik kemenangan saat menjamu Petrokimia Putra dengan skor 2-1 berkat gol M Yusuf dan Asep Dayat.
Mengakhiri putaran pertama dengan rapor amat buruk, manajemen lalu mengambil langkah tegas dengan memecat Marek dan pasukannya. Sebagai gantinya, pelatih asal Chili, Juan Paez didapuk sebagai nahkoda Persib untuk menyelamatkan harga diri klub agar tidak terjun ke jurang degradasi. Tiga pemain asing dibawa, Claudio Lizama (bek), Alejandro Tobar (gelandang) dan Rodrigo Lemunao (penyerang) didatangkan, namun kemudian dia diganti oleh Rodrigo Sanhueza (penyerang).

Marek Sledzianowski dan kiper asal Polandia, Mucharski. FOTO: Andri Gurnita / Pikiran Rakyat
Awal Misi Penyelamatan
Hanya mengumpulkan 14 poin di paruh pertama membuat Persib berada di posisi yang sangat terjepit. Tugas yang dihadapi oleh Juan Paez pun begitu berat karena dia diharapkan mengangkat performa tim demi merangkak naik di papan klasemen. Lizama langsung diplot membantu Dadang Hidayat di jantung pertahanan bersama Suwandi H.S.
Alejandro Tobar yang mempunyai karakter sebagai playmaker langsung dipasang sebagai pilar di pusat permainan. Dengan kaki kirinya yang penuh daya magis, Tobar sebagai pemain ‘nomor 10’ menjadi sutradara permainan dan membuat serangan Persib lebih hidup. Sedangkan Lemunao yang tampil kurang menggigit di beberapa laga langsung dicoret dan digantikan Sanhueza.
Kehadiran kuartet asal Chili itu pun menghidupkan lagi denyut nadi Persib setelah sempat berada di titik nadir. Racikan taktik Paez membuat tim yang sebelumnya mudah rontok menjadi sulit untuk ditaklukan. Di paruh musim kedua, 31 angka berhasil dikumpulkan dan sempat ada masanya Persib tidak terkalahkan di 10 laga beruntun, yaitu dari pekan ke-27 hingga 36.
Sosok Tobar yang paling menyita perhatian karena dia cukup produktif dalam mencetak gol bagi Persib. Enam gol dikoleksinya hanya dalam setengah musim kompetisi saja. Jumlah gol tersebut hanya kalah dari Imral Usman dan Suladi yang berposisi sebagai striker. Posisi Persib perlahan naik, asa untuk terhindar dari degradasi pun muncul.
Akhirnya di pekan ke-38, Persib finish di urutan 16 dari 20 tim yang berkompetisi. Itu artinya Maung Bandung harus menjajal babak playoff untuk menentukan nasibnya apakah bertahan di Divisi Utama atau harus turun kasta. Kisah kuartet Chili dalam misi menghindarkan Persib dari jeratan degradasi pun masih berlanjut.

Juan Paez. Foto: pikiran-rakyat.com
Akhir Bahagia di Manahan Solo
Babak playoff promosi/degradasi dimainkan di Stadion Manahan, Solo dengan format setengah kompetisi. Persib bersama Perseden menjadi klub dari Divisi Utama yang memperjuangkan tempat di kompetisi kasta teratas. Sedangkan Persela dan PSIM adalah tim dari Divisi Satu yang mengintip peluang untuk promosi.
Laga pertama Persib di babak playoff adalah meladeni Persela Lamongan pada 14 Oktober 2013. Maung Bandung sukses mengamankan tiga poin lewat gol semata wayang Imral Usman. Berselang dua hari, Persib sudah harus menghadapi PSIM Yogyakarta. Peran pemain Chili terlihat di laga ini, Rodrigo Sanhueza yang menjadi pahlawan melalui gol tunggal di menit 58.
Dua kemenangan ini sebenarnya sudah cukup membuat Persib lolos dari lubang jarum. Tetapi di pertandingan terakhir, Maung Bandung tidak mau begitu saja melepaskan poin. Laga ketat kontra Perseden Denpasar pun pecah pada tanggal 18 Oktober 2003. Drama delapan gol terjadi, meski Paulus Krey dan kawan-kawan sudah dipastikan turun kasta.
Gbeneme Friday dan Agus Susanto membawa Perseden unggul 2-0. Persib lalu memperkecil skor melalui tendangan penalti Alejandro Tobar. Kejar-kejaran angka terjadi karena Miro Baldo Bento serta Achmad Junaidi kembali membawa Perseden unggul. Tapi berkat dua gol tambahan Tobar serta satu gol Dicky Firasat, laga ini jadi berakhir imbang 4-4.
Di akhir babak playoff, Persib menjadi pemimpin klasemen dengan poin 7 dan disusul Persela di peringkat kedua dan berhak atas satu tempat di Divisi Utama 2004. Keputusan manajemen dalam merekrut kuartet Chili pun berhasil karena Persib tidak jadi degradasi. Di musim berikutnya, posisi Juan Paez dipertahankan, begitu pula Lizama dan Tobar. Hanya Sanhueza yang tidak diperpanjang kontraknya dan harus berpisah dengan Maung Bandung.
