Koleksi, Dado Beli Sepatu Buatan Cibaduyut di Afrika Selatan
Tuesday, 15 December 2015 | 20:01
Gelandang Persib Dedi Kusnandar mendapakan pengalaman unik saat ia berlibur ke Afrika Selatan menghadiri pertandingan perempat final Piala Dunia 2010. Kala itu ia mendapatkan hadiah liburan kesana berkat prestasinya menjadi pemain terbaik kompetisi antar sekolah yang diadakan oleh salah satu minuman bersoda. Tak tanggung, dua laga big match ia menontonnya secara langsung yakni pertandingan Ghana vs Uruguay di Soccer City, Johannesburg Stadium dan Argentina vs Jerman di Cape Town Stadium.
“Waktu itu tahun 2010 ke Afrika Selatan, hadiah jadi pemain terbaik pelajar turnamen antar pelajar, saya dulu perkuat SMA di Tanggerang Selatan. Saya sendiri pemainnya dari Indonesia, barengan sama pelatih terbaik sama suporter terbaik, kebetulan ketiganya orang Bandung,” Beber Dado sapaan akrab Dedi Kusnandar.
Pengalaman unik yang didapat bukan berasal dari pertandingan Piala Dunianya melainkan berkat hobinya mengoleksi sepatu. Saat berjalan-jalan di Kota Cape Town, Afrika Selatan ia menyempatkan untuk membeli sepatu buatan sana. Secara tak sengaja Dado menyukai sepatu berjenis cats atau sneakers. Rupaya sepatu tersebut bertuliskan ‘Made in Indonesia Cibaduyut’.
“Pernak pernik beli waktu di Cap Town, beli baju rugbhy, terus terompet vuvuzela, tapi pas beli sepatu milih-milih suka, terus dilihat ada tulisan made in Indonesia buatan Cibaduyut. Sepatunya biasa sepatu jalan cats,” tuturnya menceritakan
Dado tidak menyangka bila sepatu asal Indonesia atau tempat kelahirannya–Bandung bisa mengekspornya sampai ke Afrika. Tidak banyak berpikir, pria yang kala itu berusia 19 tahun langsung membelinya dengan alasan sebagai bukti, bahwa karya anak bangsa itu patut dibanggakan bisa sampai laku di pasar luar negeri. “Sebagai bukti makanya langsung dibeli, harganya disana, kalau dirupiahin 1,5 juta, kalau disini mungkin 150 ribu sudah dapat,” ungkapnya seru menceritakan.
Sayangnya pemain yang tahun ini (2015) berusia 24 tahun itu, mengatakan, sepatu yang ia beli 5 tahun lalu sudah rusak dan tak tahu kemana. Kenang-kenangan dari Afrika Selatan dulu hanya tersisa terompet Vuvuzela yang ia pajang di rumahnya. “Sepatunya sudah rusak, enggak tahu keman, tapi kalau terompet mah masih ada di pajang di rumah,” pungkasnya.

Gelandang Persib Dedi Kusnandar mendapakan pengalaman unik saat ia berlibur ke Afrika Selatan menghadiri pertandingan perempat final Piala Dunia 2010. Kala itu ia mendapatkan hadiah liburan kesana berkat prestasinya menjadi pemain terbaik kompetisi antar sekolah yang diadakan oleh salah satu minuman bersoda. Tak tanggung, dua laga big match ia menontonnya secara langsung yakni pertandingan Ghana vs Uruguay di Soccer City, Johannesburg Stadium dan Argentina vs Jerman di Cape Town Stadium.
“Waktu itu tahun 2010 ke Afrika Selatan, hadiah jadi pemain terbaik pelajar turnamen antar pelajar, saya dulu perkuat SMA di Tanggerang Selatan. Saya sendiri pemainnya dari Indonesia, barengan sama pelatih terbaik sama suporter terbaik, kebetulan ketiganya orang Bandung,” Beber Dado sapaan akrab Dedi Kusnandar.
Pengalaman unik yang didapat bukan berasal dari pertandingan Piala Dunianya melainkan berkat hobinya mengoleksi sepatu. Saat berjalan-jalan di Kota Cape Town, Afrika Selatan ia menyempatkan untuk membeli sepatu buatan sana. Secara tak sengaja Dado menyukai sepatu berjenis cats atau sneakers. Rupaya sepatu tersebut bertuliskan ‘Made in Indonesia Cibaduyut’.
“Pernak pernik beli waktu di Cap Town, beli baju rugbhy, terus terompet vuvuzela, tapi pas beli sepatu milih-milih suka, terus dilihat ada tulisan made in Indonesia buatan Cibaduyut. Sepatunya biasa sepatu jalan cats,” tuturnya menceritakan
Dado tidak menyangka bila sepatu asal Indonesia atau tempat kelahirannya–Bandung bisa mengekspornya sampai ke Afrika. Tidak banyak berpikir, pria yang kala itu berusia 19 tahun langsung membelinya dengan alasan sebagai bukti, bahwa karya anak bangsa itu patut dibanggakan bisa sampai laku di pasar luar negeri. “Sebagai bukti makanya langsung dibeli, harganya disana, kalau dirupiahin 1,5 juta, kalau disini mungkin 150 ribu sudah dapat,” ungkapnya seru menceritakan.
Sayangnya pemain yang tahun ini (2015) berusia 24 tahun itu, mengatakan, sepatu yang ia beli 5 tahun lalu sudah rusak dan tak tahu kemana. Kenang-kenangan dari Afrika Selatan dulu hanya tersisa terompet Vuvuzela yang ia pajang di rumahnya. “Sepatunya sudah rusak, enggak tahu keman, tapi kalau terompet mah masih ada di pajang di rumah,” pungkasnya.

Mudah2an suatu saat pemainnya yang eksis di luar negri tidak hanya sepatunya