Kemaslahatan Sepakbola Indonesia
Monday, 11 April 2016 | 13:31
Berbicara sepakbola hari ini tentu tidak akan terlewat perbincangan mengenai transfer jual-beli pemain,sponsor tim, sponsor pemain, keuntungan klub, dan juga asset yang di miliki sebuah klub. Pada era industri seperti ini sangat wajar mengaitkan sepakbola dengan berbagai kepentingan, terutama soal bisnis. Tidak ada seorangpun yang berinvestasi di dunia sepakbola apabila tidak mendapat keuntungan sama sekali di dalamnya. Hal ini merupakan tantangan besar, baik bagi klub maupun federasi sepakbola disebuah negara, dalam konteks Indonesia tentu kita berbicara PSSI. Semua pihak yang ada di dalam industri sepakbola pun menghendaki satu tujuan, yaitu prestasi.
Bagi PSSI sangatlah penting untuk melahirkan seorang pemain yang berprestasi dari sebuah kompetisi domestic hingga dapat di panggil ke tim nasional. Bagi klub, prestasi berarti mengundang untuk terus mendanai operasional klub. Bagi investor,prestasi pada klub yang di sponsorinya,berarti meningkatkan nilai produknya di pasaran atau bahkan menambah jumlah mangsa pasar. Sedangkan bagi supporter,tentu prestasi adalah sebuah kebanggaan tersendiri,dan sekaligus menghilangkan kepenatan sehari-hari.
Jika menengok ke benua eropa,industri sepakbola telah stabil selama puluhan tahun. Hanya beberapa klub saja yang tergelincir,hingga harus bangkrut seperti klub Parma di Seri A Italia. Klub-klub sepakbola eropa sudah sangat bias untuk menarik perhatian sponsor,mengingat mangsa pasarnya pun besar. Investor melihat setidaknya ada 30 ribu penonton yang akan datang ke stadion setiap mingguny, belum lagi siaran langsung pertandingan yantg ditayangkan di televisi. Dari situ,paling tidak investor melihat peluang pasar yang cukup banyak. Sedangkan bagi klub,selain menunggu uluran tangan investor, berbagai asset bisnis pun dipersiapkan untuk menunjang stabilitas keuangan klub. Mulai dari hak siar, penjualan tiket, merchandise sampai kontrak pemain.
Ya,kontrak pemain. Salah satu keunggulan industry klub sepakbola di Negara-negara maju adalah kontrak pemain yang dijadikan aset penting sebuah klub. Ketika seorang pemain di kontrak, hitam diatas putih tersebut tidak hanya berbicara soal hubungan antara klub dan karirnya dalam jangka pendek, namun lebih dari itu kontrak dihargai sebagai sebuah kesepakatan dimana di dalamnya terdapat kesejahteraan pemain ketika membela klub tersebut. Gaji setiap bulan saja tidak cukup, namun dalam kontrak tersebut biasanya tidak hanya berumur satu tahun, namun bisa tiga sampai lima tahun dan akan ada opsi perpanjangan setelahnya. Memang,kelihataannya klub akan mengeluarkan uang yang sangat banyak untuk sekedar kontrak pemain,namun bukan berarti klub tidak akan mendapatkan keuntungan. Bayangkan apabila sebuah klub sedang menederita kesulitan finansial sehingga tidak dapat menutupi biaya operasional klub tersebut. Secara teori dalam bisnis,maka yang akan dilakukan oleh klub adalah menjual berbagai asset yang dapat mengurangi beban klub. Sebuah klub harus pintar menjual asetnya,jangan sampai saat menjual asetnya malah akan menghentikan kegiatan klub tersebut.
Salah satu solusinya adalah kontrak pemain. Kontrak pemain yang memiliki nilai yang tidak sedikit tentunya akan dapat dijual ke klub lainnya. Di sinilah, klub akan mendapatkan peluang untuk stabilisasi bisnisnya kembali. Salah satu contoh yang paling terlihat adalah pada klub Leeds United. Di musim Liga Primer Inggris 2002-2003, klub ini memiliki kesulitan finansial karena di dera hutang yang sangat besar. Akhirnya pihak klub terpaksa menjual pemain-pemain bintangnya ke klub lainnya. Dampaknya memang klub ini tidak dapat bersaing dengan klub-klub papan atas Liga Primer lagi, namun hal ini mengurangi beban di pundak klub. Saat ini Leeds United masih dapat eksis meskipun hanya bermain di Divisi Championship. Jika dibandingkan dengan di Indonesia, keadaannya jauh berbeda. Rata-rata setiap klub hanya berani mengontrak pemain dalam durasi satu tahun. Setelah durasi kontrak usai, sang pemain dapat pergi ke klub manapun tanpa memberi keuntungan pada klub sebelumnya. Hal ini mengurangi keuntungan klub. Hal tersebut belum jadi masalah hingga klub memiliki kesulitan finansial. Beberapa klub di Indonesia terpaksa bangkrut dan memilih mundur dari kompetisi akibat kesulitan finansial dan kehabisan aset. Hal inilah yang harus dihindari di masa depan.
Meskipun saat ini industri sepakbola Indonesia masih tertinggal, bukan berarti tidak mungkin Indonesia dapat menciptakan industri sepakbola yang stabil. Sebagai contoh, tidak perlu jauh-jauh ke Eropa, cukup menengok negara tetangga di Asia seperti Jepang dan Thailand, dimana dua negara tersebut memiliki industri sepakbola yang cukup mapan. Secara umum, Jepang dan Thailand memiliki populasi yang lebih sedikit dibanding dari Indonesia, namun klub sepakbola yang telah bekerjasama dengan investor dapat menangkap mangsa pasar dengan baik. Dampaknya tidak perlu dipertanyakan lagi, Jepang telah menjadi raksasa Asia baik di level klub maupun di level tim nasional sedangkan Thailand adalah raksasa Asia Tenggara yang siap menatap tingkat berikutnya untuk dapat berprestasi di level Benua Asia.
Indonesia, dimana populasi setiap daerah dapat mencapai angka jutaan daerah, tentu hal tersebut dapat dimanfaatkan sebagai mangsa pasar, mengingat sepakbola merupakan olahraga rakyat nomor satu di Indonesia. Dengan logika tersebut, diharapkan setiap klub dapat menangkap mangsa pasar dan menarik investor, dengan begitu diharapkan akan adanya kemajuan dalam industri sepakbola di Indonesia. Kalau begitu, dimanakah keterkaitan antara stabilitas bisnis sepakbola dengan prestasi ? Hal tersebut dapat dianalogikan seperti rantai yang terkait hingga membentuk lingkaran. Ketika sebuah klub dapat menjalankan bisnis sepakbola dengan baik, investor yang datang akan semakin banyak. Dengan datangnya dana yang cukup, klub pun dapat menginvestasikan uang tersebut untuk berbagai program, seperti peningkatan fasilitas pemain, perekrutan pemain berkualitas dan yang paling penting adalah pembinaan pemain usia dini.
Tidak hanya itu, ketika klub sudah dapat bersaing untuk merekrut pemain berkualitas ataupun melahirkan pemain berbakat, maka jalannya pertandingan di kompetisi domestik pun akan semakin menarik. Pertandingan yang semakin menarik akan memicu kompetisi domestik yang kompetitif dan hal tersebut merupakan komponen penting dalam sepakbola karena pemain yang hebat bukan hanya lahir dari bakat namun juga bergantung pada kompetisi yang baik serta mapan. Pemain yang hebat diharapkan akan menjadi tulang punggung tim nasional sepakbola Indonesia di masa depan hingga mereka dapat mengukir prestasi di dunia sepakbola atas nama Indonesia.
Dengan begitu, bukan tidak mungkin, akan semakin banyak orang tertarik menjadi pemain sepakbola sebagai profesi dan investor tidak lagi ragu menginvestasikan uangnya di sepakbola. Bisnis yang stabil dapat menciptakan kompetisi yang baik, kompetisi melahirkan pemain hebat, pemain yang hebat akan membela timnas dan mengukir prestasi, prestasi akan menarik perhatian masyarakat sehingga semakin banyak orang yang tertarik berprofesi sebagai pemain sepakbola, melalui pembinaan yang baik tentu akan melahirkan pemain berbakat. Pemain berbakat akan direkrut klub, kemudian akan ada investor yang tertarik untuk investasi di klub tersebut. Investasi akan membuat bisnis dalam industri sepakbola stabil, dan begitu seterusnya.
Pekerjaan rumah yang harus dilakukan PSSI tentu sangat banyak dan sebagai masyarakat yang mencintai negara ini dan sepakbola, tidak boleh kehilangan harapan meskipun sepakbola dalam negeri memiliki banyak masalah. Potensi sepakbola Indonesia sangat besar dan itu merupakan peluang bagi semua pihak yang berkepentingan dalam sepakbola, baik PSSI, investor, klub maupun suporter.
Maju terus sepakbola Indonesia !
Maju terus Persib Bandung !
Penulis berakun @BdgBiru

Berbicara sepakbola hari ini tentu tidak akan terlewat perbincangan mengenai transfer jual-beli pemain,sponsor tim, sponsor pemain, keuntungan klub, dan juga asset yang di miliki sebuah klub. Pada era industri seperti ini sangat wajar mengaitkan sepakbola dengan berbagai kepentingan, terutama soal bisnis. Tidak ada seorangpun yang berinvestasi di dunia sepakbola apabila tidak mendapat keuntungan sama sekali di dalamnya. Hal ini merupakan tantangan besar, baik bagi klub maupun federasi sepakbola disebuah negara, dalam konteks Indonesia tentu kita berbicara PSSI. Semua pihak yang ada di dalam industri sepakbola pun menghendaki satu tujuan, yaitu prestasi.
Bagi PSSI sangatlah penting untuk melahirkan seorang pemain yang berprestasi dari sebuah kompetisi domestic hingga dapat di panggil ke tim nasional. Bagi klub, prestasi berarti mengundang untuk terus mendanai operasional klub. Bagi investor,prestasi pada klub yang di sponsorinya,berarti meningkatkan nilai produknya di pasaran atau bahkan menambah jumlah mangsa pasar. Sedangkan bagi supporter,tentu prestasi adalah sebuah kebanggaan tersendiri,dan sekaligus menghilangkan kepenatan sehari-hari.
Jika menengok ke benua eropa,industri sepakbola telah stabil selama puluhan tahun. Hanya beberapa klub saja yang tergelincir,hingga harus bangkrut seperti klub Parma di Seri A Italia. Klub-klub sepakbola eropa sudah sangat bias untuk menarik perhatian sponsor,mengingat mangsa pasarnya pun besar. Investor melihat setidaknya ada 30 ribu penonton yang akan datang ke stadion setiap mingguny, belum lagi siaran langsung pertandingan yantg ditayangkan di televisi. Dari situ,paling tidak investor melihat peluang pasar yang cukup banyak. Sedangkan bagi klub,selain menunggu uluran tangan investor, berbagai asset bisnis pun dipersiapkan untuk menunjang stabilitas keuangan klub. Mulai dari hak siar, penjualan tiket, merchandise sampai kontrak pemain.
Ya,kontrak pemain. Salah satu keunggulan industry klub sepakbola di Negara-negara maju adalah kontrak pemain yang dijadikan aset penting sebuah klub. Ketika seorang pemain di kontrak, hitam diatas putih tersebut tidak hanya berbicara soal hubungan antara klub dan karirnya dalam jangka pendek, namun lebih dari itu kontrak dihargai sebagai sebuah kesepakatan dimana di dalamnya terdapat kesejahteraan pemain ketika membela klub tersebut. Gaji setiap bulan saja tidak cukup, namun dalam kontrak tersebut biasanya tidak hanya berumur satu tahun, namun bisa tiga sampai lima tahun dan akan ada opsi perpanjangan setelahnya. Memang,kelihataannya klub akan mengeluarkan uang yang sangat banyak untuk sekedar kontrak pemain,namun bukan berarti klub tidak akan mendapatkan keuntungan. Bayangkan apabila sebuah klub sedang menederita kesulitan finansial sehingga tidak dapat menutupi biaya operasional klub tersebut. Secara teori dalam bisnis,maka yang akan dilakukan oleh klub adalah menjual berbagai asset yang dapat mengurangi beban klub. Sebuah klub harus pintar menjual asetnya,jangan sampai saat menjual asetnya malah akan menghentikan kegiatan klub tersebut.
Salah satu solusinya adalah kontrak pemain. Kontrak pemain yang memiliki nilai yang tidak sedikit tentunya akan dapat dijual ke klub lainnya. Di sinilah, klub akan mendapatkan peluang untuk stabilisasi bisnisnya kembali. Salah satu contoh yang paling terlihat adalah pada klub Leeds United. Di musim Liga Primer Inggris 2002-2003, klub ini memiliki kesulitan finansial karena di dera hutang yang sangat besar. Akhirnya pihak klub terpaksa menjual pemain-pemain bintangnya ke klub lainnya. Dampaknya memang klub ini tidak dapat bersaing dengan klub-klub papan atas Liga Primer lagi, namun hal ini mengurangi beban di pundak klub. Saat ini Leeds United masih dapat eksis meskipun hanya bermain di Divisi Championship. Jika dibandingkan dengan di Indonesia, keadaannya jauh berbeda. Rata-rata setiap klub hanya berani mengontrak pemain dalam durasi satu tahun. Setelah durasi kontrak usai, sang pemain dapat pergi ke klub manapun tanpa memberi keuntungan pada klub sebelumnya. Hal ini mengurangi keuntungan klub. Hal tersebut belum jadi masalah hingga klub memiliki kesulitan finansial. Beberapa klub di Indonesia terpaksa bangkrut dan memilih mundur dari kompetisi akibat kesulitan finansial dan kehabisan aset. Hal inilah yang harus dihindari di masa depan.
Meskipun saat ini industri sepakbola Indonesia masih tertinggal, bukan berarti tidak mungkin Indonesia dapat menciptakan industri sepakbola yang stabil. Sebagai contoh, tidak perlu jauh-jauh ke Eropa, cukup menengok negara tetangga di Asia seperti Jepang dan Thailand, dimana dua negara tersebut memiliki industri sepakbola yang cukup mapan. Secara umum, Jepang dan Thailand memiliki populasi yang lebih sedikit dibanding dari Indonesia, namun klub sepakbola yang telah bekerjasama dengan investor dapat menangkap mangsa pasar dengan baik. Dampaknya tidak perlu dipertanyakan lagi, Jepang telah menjadi raksasa Asia baik di level klub maupun di level tim nasional sedangkan Thailand adalah raksasa Asia Tenggara yang siap menatap tingkat berikutnya untuk dapat berprestasi di level Benua Asia.
Indonesia, dimana populasi setiap daerah dapat mencapai angka jutaan daerah, tentu hal tersebut dapat dimanfaatkan sebagai mangsa pasar, mengingat sepakbola merupakan olahraga rakyat nomor satu di Indonesia. Dengan logika tersebut, diharapkan setiap klub dapat menangkap mangsa pasar dan menarik investor, dengan begitu diharapkan akan adanya kemajuan dalam industri sepakbola di Indonesia. Kalau begitu, dimanakah keterkaitan antara stabilitas bisnis sepakbola dengan prestasi ? Hal tersebut dapat dianalogikan seperti rantai yang terkait hingga membentuk lingkaran. Ketika sebuah klub dapat menjalankan bisnis sepakbola dengan baik, investor yang datang akan semakin banyak. Dengan datangnya dana yang cukup, klub pun dapat menginvestasikan uang tersebut untuk berbagai program, seperti peningkatan fasilitas pemain, perekrutan pemain berkualitas dan yang paling penting adalah pembinaan pemain usia dini.
Tidak hanya itu, ketika klub sudah dapat bersaing untuk merekrut pemain berkualitas ataupun melahirkan pemain berbakat, maka jalannya pertandingan di kompetisi domestik pun akan semakin menarik. Pertandingan yang semakin menarik akan memicu kompetisi domestik yang kompetitif dan hal tersebut merupakan komponen penting dalam sepakbola karena pemain yang hebat bukan hanya lahir dari bakat namun juga bergantung pada kompetisi yang baik serta mapan. Pemain yang hebat diharapkan akan menjadi tulang punggung tim nasional sepakbola Indonesia di masa depan hingga mereka dapat mengukir prestasi di dunia sepakbola atas nama Indonesia.
Dengan begitu, bukan tidak mungkin, akan semakin banyak orang tertarik menjadi pemain sepakbola sebagai profesi dan investor tidak lagi ragu menginvestasikan uangnya di sepakbola. Bisnis yang stabil dapat menciptakan kompetisi yang baik, kompetisi melahirkan pemain hebat, pemain yang hebat akan membela timnas dan mengukir prestasi, prestasi akan menarik perhatian masyarakat sehingga semakin banyak orang yang tertarik berprofesi sebagai pemain sepakbola, melalui pembinaan yang baik tentu akan melahirkan pemain berbakat. Pemain berbakat akan direkrut klub, kemudian akan ada investor yang tertarik untuk investasi di klub tersebut. Investasi akan membuat bisnis dalam industri sepakbola stabil, dan begitu seterusnya.
Pekerjaan rumah yang harus dilakukan PSSI tentu sangat banyak dan sebagai masyarakat yang mencintai negara ini dan sepakbola, tidak boleh kehilangan harapan meskipun sepakbola dalam negeri memiliki banyak masalah. Potensi sepakbola Indonesia sangat besar dan itu merupakan peluang bagi semua pihak yang berkepentingan dalam sepakbola, baik PSSI, investor, klub maupun suporter.
Maju terus sepakbola Indonesia !
Maju terus Persib Bandung !
Penulis berakun @BdgBiru

nu jadi pertanyaan nyaeta, kunaon indonesia teu bisa siga luar negeri nu maju sepak bolana? padahal sumber daya na teu eleh, malah relatif leuwih loba. bibit pemain, sponsor, pangsa pasar, sampe ka basis suporter, indonesia mah luar biasa.
karena milik parpol si liga dan sebagian tim tim nya, bukan milik businessman.. untung persib mah nu nyekelna businessman
pernah liat hal yang maju ketika dikuasai parpol? kemungkinan nya antara 0 persen dan mustahil.. nagara ge ramijud
anda cerdas!!!
Mungkin teu pssi jeung sepak bola leupas ti parpol? Asa ragu euy…
Mantap hidup persib..