Hari ketiga di bulan April, akhirnya saya memiliki kesempatan untuk mendampingi Persib bertanding di stadion Gelora Bung Karno setelah pada piala Presiden lalu terhalang tugas luar kota. Mendaftarkan diri di Fanshop Alun-Alun, saya tergabung di bus 5 yang luar biasa akrab dan kompak walaupun baru saling kenal. Cerita konyol dan lucu dari awal pemberangkatan, sampai sebelum kick off pertandingan, menjadi bumbu penyempurna harapan kami agar Persib mampu menang dan menjadi juara.
Hasil nya ternyata jauh dari harapan, berharap pulang sebagai juara, saya dan rekan rekan lain tertunduk lesu karena kalah 0-2 dari Arema. Hal yang tidak bisa diterima oleh hati saya, namun dapat diterima oleh akal sehat saya.
Saya bukan ahli sepakbola, namun secara pribadi saya akui bahwa diluar dari kontroversi wasit yang memimpin pertandingan, kekalahan Persib dapat dimaklumi karena memang Arema tampil jauh lebih baik dari Persib. Lini tengah murni dikuasai oleh Arema, Hariono dan Taufiq terlalu fokus pada kedalaman lini belakang, sedangkan Kim yang didapuk menjadi playmaker, tidak mampu menjalankan peran dengan baik. Hal ini menjadikan lini tengah dan lini depan Persib terlalu berjarak ketika akan membangun serangan. Saya yang bukan pelatih sepakbola saja sudah bisa menebak kebanyakan arah serangan Persib, umpan dari bek langsung kepada Belencoso, lalu selanjutnya berharap Belencoso mampu memantulkan, dan atau menyundul bola menjadi umpan terobosan untuk pemain di sisi kiri atau kanan. Hal ini diperparah oleh seringnya para pemain Persib melakukan salah passing.
Ah abaikan analisa diatas, saya bukan seorang ahli taktik. Tapi yang pasti, ada satu hal yang saya khawatirkan. Itu adalah sikap Coach Dejan Antonic yang sering meledak-ledak memprotes keputusan wasit. Puncaknya saat Yanto Basna dikartu merah. Memang keputusan wasit di pertandingan kemarin banyak merugikan Persib, tetapi apa yang saya harapkan dari seorang pelatih Persib saat ini adalah bagaimana caranya menenangkan emosi pemain, dan kemudian kembali membuat mereka fokus pada pertandingan sisa. Bukan malah ikut emosi, masuk ke lapangan dan membuat pemain semakin emosi dan hilang konsentrasi.
Semua orang tahu kualitas wasit di Indonesia seperti apa. Dan coach Dejan nampaknya lupa bahwa beliau bukan pertama kali menghadapi situasi seperti ini. Satu satunya cara untuk mengatasi buruknya kualitas wasit adalah tampil luar biasa secara taktik dan permainan, sehingga ketika wasit memberikan keputusan merugikan, kita mampu membalasnya dengan gol gol dari strategi dan permainan yang luar biasa. Itulah yang dilakukan Coach Djajang Nurdjaman meskipun tanpa lisensi UEFA Pro sekalipun.
Tapi ini barulah permulaan, Persib saat ini adalah tim yang baru terbentuk, dan turnamen-turnamen yang sudah dilalui adalah persiapan untuk turnamen bertema kompetisi panjang yang akan datang. Kita semua berharap saja akan banyak perubahan baik yang akan dilakukan Coach Dejan dan pemain yang ada sekarang. Semoga nanti Coach Dejan mampu mengatasi tekanan dan ekspektasi para Bobotoh yang begitu tinggi dengan permainan yang layak ditonton, dan hasil yang baik. Yang perlu Coach Dejan tahu adalah, sekalipun jutaan Bobotoh mengkritik bahkan mencaci, itu adalah bentuk kecintaan Bobotoh demi Persib yang lebih baik, dan semoga mampu diterima dan diaplikasikan dengan bijak. Karena apapun yang terjadi, Bobotoh akan tetap setia mendukung Persib di bawah kepelatihan siapapun.
Berhenti berbicara kekalahan Persib kemarin, saya juga melihat beberapa hal yang menarik dari sisi lain panasnya pertandingan Final Piala Bhayangkara yang lalu. Kali ini meskipun gengsi piala Bhayangkara masih kalah oleh piala Presiden yang lalu, namun pertandingan final terasa lebih spesial karena lawan yang dihadapi adalah Arema Malang yang merupakan salah satu tim kuat penuh bintang, dan tentu saja karena baik bobotoh maupun Aremania memilik basis supporter yang besar, yang memiliki hubungan yang tidak biasa (Read: tidak bersahabat, namun tidak juga bermusuhan karena alasan yang jelas).
Hal itu jelas terlihat pada saat sebelum pertandingan dimulai, sedari siang hari banyak Aremania beratribut lengkap yang lalu lalang di daerah parkir timur senayan tanpa diganggu dan diprovokasi oleh satupun bobotoh. Bahkan kami saling lempar senyum dan ada beberapa Aremania yang mengajak foto bersama. Namun pada saat pertandingan berlangsung kami adalah rival yang saling adu chants dan kreatifitas, walaupun disayangkan masih ada chants berbau rasis dari kedua belah pihak, tetapi keadaan masih sangat kondusif dan jauh dari kata anarkis. Pun pada saat pertandingan selesai, meskipun Persib Bandung menelan kekalahan, namun Bobotoh membubarkan diri dengan tertib dan teratur tanpa terlibat hal hal negatif dengan pihak Aremania.
Satu satunya insiden terjadi di tribun atas sektor 13, saat itu ada sekelompok oknum supporter klub lain, yang tim nya bahkan tidak lolos ke babak final maupun perebutan juara 3, tapi turut hadir di stadion GBK. Bukan menyaksikan pertandingan, sekelompok oknum ini duduk di sektor 15 dan berusaha memprovokasi bobotoh. Alhasil, ketika situasi pertandingan sedang panas, beberapa bobotoh terpancing dan sempat saling lempar dan hampir menyerbu sekelompok oknum tersebut. Namun hal itu dapat dihindari karena bapak kepolisian dan TNI cepat bertindak dengan mengusir sekelompok oknum tersebut, dan menahan bobotoh untuk tidak bergerak maju lebih jauh, ya walaupun beberapa oknum anggota kepolisian bertindak represif untuk menghalau Bobotoh.
Well, walaupun hasil akhir tidak sesuai harapan, tapi saya pribadi menganggap ini adalah awayday yang paling berkesan secara adrenalin, dan rivalitas supporter. Saya rasa seluruh Bobotoh yang ikut ke GBK pasti akan merasakan adrenalin yang lebih dari biasanya dirasakan. Dan yang pasti, kapanpun dan dimanapun, seluruh Bobotoh akan selalu luar biasa dengan totalitas, loyalitas, dan kreatifitasnya dalam mendukung Persib karena kecintaan pada Persib itu sendiri.
Persib 19 tahun tanpa gelar, sempat nyaris degradasi, Mereka tak menghilang dan tak pernah lelah mendukung. Ya merekalah Bobotoh, mereka yang membuat Persib menjadi Besar.
PS: untuk sekelompok oknum yang disebut diatas, mulailah menjadi supporter fanatik yang didasari oleh rasa cinta pada klub anda sendiri seperti rekan rekan anda yang tidak menjadi oknum. Janganlah menjadi supporter yang fanatik karena rasa benci pada supporter lain. Mulailah kritisi dan dukung total tim anda. Dan semoga kelak kedua tim kita bertemu di final final lain nya di GBK, maka kehadiran anda disitu, dan pada saat itu akan menjadi layak, tidak seperti hari kemarin.
Ditulis oleh Gery H Saputra dengan Twitter account: @Storyofgery
udin
06/04/2016 at 20:37
Emprok barudak.. HADEEW LAH
uchiha obito
30/04/2017 at 21:12
Caduuuukk joree patuut nu ngapost blogna bau hitut