“Bobotoh (sedang) Mencoba Belajar dari Pengalaman”
Sudah menjadi kenyataan dan layaknya suatu budaya yang melekat di ‘sebagian’ Bobotoh juga Jakmania bahwa pertandingan Persib kontra Persija mewajibkan adanya korban kekerasan didua kubu. Dan umumnya korban justru menimpa pada pemain dan offisial dari kedua belah pihak.
Dalam ilmu kesusastraan kita mengenal istilah ‘berbalas pantun’. Dan rupanya inipun berlaku di wilayah persepakbolaan, khusunya antar supporter. Meneror secara kriminal pada tim tamu di kandang dan berakibat dihabisinya tim kita saat bertandang ke markas lawan menjadi lumrah adanya.
Tentu masih ingat dalam ingatan kita bagaimana perlakuan ‘sebagian’ bobotoh terhadap tim Persija dalam kurun waktu 6 tahun terakhir saat mereka tandang bermain di Siliwangi. Alih-alih menjadi tuan rumah yang baik, ‘sebagian’ dari bobotoh justru melakukan teror yang mengarah kepada tindakan kriminal; dari pelemparan bus dan pemukulan terhadap pemain Persija. Setiap mereka bertanding pun pengamanan dan mobil TRANTIS setia menemani tim Persija.
Balasan apa yang diperoleh secara langsung oleh Tim Persib saat bertanding di Lebak Bulus? Pada musim 2005 tim Persib di WO karena mengundurkan diri beberapa jam menjelang pertandingan dengan dalih suasana stadion Lebak Bulus yang sudah tidak terkendali dan kondusif akibat membludaknya Jakmania yang juga disertai ancaman teror balasan. Meski pertandingan saat itu sudah tidak menentukan lagi posisi dan peluang Persib menuju babak berikutnya, tetap saja tindakan mengundurkan diri merugikan secara materi dan harga diri.
Belajarkah bobotoh dari pengalam itu? Sayangnya tidak. Bahkan dengan bangga dan gagahnya berucap: “Kita balas nanti di Siliwangi! Dan sejarah pun berulang, saat tandang ke Siliwangi tim Persija kembali mengalami teror pelemparan bus sebelum dan sesudah pertandingan. Tak jarang bebatuan berterbangan selama jalannya pertandingan. Walaupun Bus tim Persija dikawal oleh sang ketua Umum Viking, tetap saja teror berlanjut karena di sisi lainnya ‘perang terus dikumandangkan’. Apa yang terjadi? Pada laga tandang di Lebak Bulus tahun 2007, pemain dan ofisial Persib mengalami balasan yang ‘jauh’ lebih dahsyat dari apa yang dialami tim Persija saat bermain di Bandung. Menyimak dari pemberitaan Televisi dan Koran, tim Persib ibarat memasuki area peperangan. Bukan peperangan dalam arti bertanding sepak bola, tapi ini asli peperangan yang sesungguhnya. Ibarat memasuki arena gladiator. Dan kita semua sudah tahu, bis kesayangan Maung bandung hancur berantakan kacanya, beberapa pemain mengalami kekerasan fisik dan yang paling naas mungkin apa yang dialamai oleh Eka Ramdani, bengap dan berdarah.
Berangkat dari hasil saling berbalas teror yang tak kunjung berhenti dan malah menunjukan gelagat merugikan di kubu Persib dan juga mungkin bobotohnya. Terbentik upaya perubahan dari kubu bobotoh.
Pada LSI 2008, pihak Panpel Siliwangi juga berusaha aktif melibatkan bobotoh dalam pengamanan pertandingan antara Persib versus Persija. Hal ini disambut posistif oleh bobotoh, bahkan di sebuah surat kabar salah satu pentolan teras Viking (penulis lupa namanya), mengimbau agar jangan ada pelemparan terhadap tim Persija baik diluar maupun dalam lapangan.
Apakah ini awal yang baik? Ya semoga saja sambutan hangat bobotoh terhadap tim Persija menjadi titik awal bagi kelangsungan hubungan kedua supporter. Diawali dengan saling menjaga tim-offisial bukan tidak mungkin berlanjut pada hubungan kedua suporternya.
Seperti judul diatas “Bobotoh (sedang) Mencoba Belajar dari Pengalaman”, tentunya ini akan melalui proses yang panjang. Istilah ‘sedang’ mengandung makna sesuatu yang lagi dikerjakan dan ber kesinambungan sifatnya. Jadi pada semua pihak mohon dimaklumi jika dalam proses ini masih banyak terjadi kekurangan dan kelemahan
Akhirnya, semoga langkah positif yang ‘sedang’ diupayakan bobotoh ini bisa berbuah manis.
Wassalam
Qwen
09/05/2009 at 22:28
Betul banget ttuh, napa sih bobotoh gg damai aja. Klo damai kan jakmania juga ikutan damai. Bus gg ada lagi yg rusak diantara kedua kkubu. Bobotoh dan Jakmania CUPU