Ini Semua Demi Sang Pangeran Biru
Saturday, 22 November 2014 | 14:00
“Ratusan Kilo Meter, Jutaan Kubik Air Laut, Berkali-Kali Dihujani Batu, Namun Ini Semua Demi Sang Pangeran Biru”
Hari itu menjadi hari yang tidak akan pernah aku lupakan dalam sepanjang hidupku. Bagaimana tidak, kepergianku ke bumi Sriwijaya untuk menyaksikan klub kebanggaan masyarakat kota kembang bisa dibilang hal yang tidak masuk akal. Aku saat ini masih mengenyam bangku pendidikan sebagai seorang pelajar, sewajarnya seorang pelajar duduk manis dikelas sembari menerima ilmu dari sang guru, namun diriku malah membiru. Dengan segalala resiko yang selalu membayangiku, ku kuatkan tekad demi sang pangeran biru.
Pagi itu aku bangun pagi – pagi sekali, kusiapkan segala perlengkapan yang dibutuhkan selama membiru di bumi Sriwijaya. Setelah semua siap, akupun bergerak ke Stadion Sidolig yang berada di Jalan Ahmad Yani, Bandung. Kebetulan jarak dari rumahku ke Stadion Sidolig tidak terlalu jauh, namun kepadatan arus lalu lintas Kota Bandung di pagi hari mebuat waktu tempuh menjadi lebih lama. Seperti biasa, diriku harus menaiki bus kota yang mengangkut ribuan warga bandung setiap harinya dengan berdesak-desakan.
Setibanya di Stadion Sidolig, kulihat puluhan bus pariwisata telah berbaris dan lautan manusia berpakaian biru telah bersiap membirukan Stadion Gelora Jakabaring, Palembang. Moment ini rasanya tidak akan datang dua kali dalam seumur hidupku, apalagi telah belasan tahun diriku dan para bobotoh di seluruh penjuru dunia menanti gelar juara di Kota Bandung dan sekaranglah saatnya Persib Bandung harus juara. Sebelum berangkat, kami terlebih dahulu diberikan pengarahan oleh bapak Heru Joko untuk pembekalan selama dalam perjalanan. Yang saya ingat dari pesan beliau adalah “Otak jeung otot pang hareupna, nu otot hungkul kadua, nu otak hungkul pang tukangna. Nu penting kabeh kudu babarengan, Insya Allah mun kabeh babarengan kabehanana balik kadieu deui salamet (Otak sama otot paling depan, yang otot aja kedua, yang otak aja paling belakang. Yang penting semua harus bersama-sama, Insya Allah kalau semua bersama-sama semuanya kembali lagi kesini (Bandung) dengan selamat)”. Dan kata-kata beliau teringat dibenat kami, karena kami semua ingin kembali lagi dengan keadaan selamat.
Setelah kami diberi pengarahan selama dalam perjalanan, kemudian kami memasuki bus masing-masing. Kebetulan saya menaiki bus sebelas bersama puluhan orang lainnya dari berbagai penjuru Bandung dan luar Bandung bahkan ada yang dari Luar Negeri. Aku mengambil posisi duduk di paling belakang, tepatnya diatas mesin. Walapun suhu diatas mesin cukup panas, tetapi aku merasa nyaman berada di posisi tersebut karena bisa tidur sambil terlentang. Aku pun berbincang-bincang dengan bobotoh yang lainnya sambil menunggu bus diberangkatkan.
Tak lama kemudian, akhirnya bus diberangkatkan. Semula bus berjalan beriringan, namun kondisi arus lalu lintas Tol Jakarta yang padat membuat bus berpencar karena harus berpacu dengan waktu untuk menyebrang ke Pulau Sumatera. Setibanya di Pelabuhan Merak, kami harus meunggu beberapa bus yang belum tiba sambil mengistirahatkan badan. Setelah semua bus berkumpul kembali, kemudian satu per satu bus memasuki kapal yang sudah siap mengangkut para bobotoh menyebrangi selat sunda.
Suasana dalam kapal saat itu penuh dengan raut wajah ceria penuh harapan kepada sang pangeran biru (Juara). Tidak sedikit para bobotoh yang mengabadikan moment kegembiraan tersebut dan berteriak JUARA !! JUARA !! JUARA !! dengan sangat lantangnya. Akhirnya canda dan tawa membuat tak terasa bahwa kami telah tiba di pulau sumatera. Dan untuk yang pertama kalinya diriku menginjakkan kaki di pulau sumatera bersama ribuan bobotoh.
Kami pun kembali melanjutkan perjalanan, raut wajah ceria penuh optimis bahwa Persib pasti bisa masuk Final dan meraih gelar juara ISL musim ini masih dapat terlihat di wajah kami. Hari mulai larut malam dan matahari pun sudah tidak terlihat lagi. Akhirnya kami menyempatkan diri untuk beristirahat sejenak sembari mengisi perut yang sudah mulai lapar sedari tadi di sebuah rumah makan yang berada di lintas timur pulau sumatera. Ada banyak pilihan menu makanan di rumah makan tersebut, tetapi aku tertarik kepada segelas pop mie dikarenakan kondisi dompet dikantongku harus cukup sampai kembali lagi di kota Bandung. Seluruh bobotoh nampak terlihat lahap memakan makanan yang dihidangkan, sambil bercengkrama hingga tak terasa bahwa koordinator bus memutuskan bahwa kami kembali lagi melanjutkan perjalanan yang masih membutuhkan waktu cukup lama.
Puluhan bus kembali melaju beriringan melintasi jalur yang berkelok serta tanjakan dan turunan yang cukup curam. Kecepatan maksimum setiap bus yang berbeda-beda membuat iring-iringan terbagi-bagi menjadi beberapa iring-iringan. Bus melaju dengan kecepatan yang tidak terlalu tinggi, tiba-tiba bus terdepan berhenti dengan mendadak dan semua bus dalam iring-ringan tersebut berhenti total. Kulihat semua bobotoh berlarian kearah kebun yang belum ditanami seperti mengejar seseorang, akupun langsung keluar dan seseorang yang tidak ikut berlari mengatakan “udag woi beus urang pepeus dibaledogan” dan akupun langsung berlari mengikuti mereka dengan sekencang-kencangnya karena tak terima bahwa bus kami di lempari batu tanpa sebab. Tak lama kami mendapat arahan untuk kembali lagi merapat ke bus masing-masing untuk segera melanjutkan perjalanan, karena niat kami datang ke Palembang untuk mendukung Maung Bandung bukan untuk berperang, dan tak ada gunanya bagi kami menghabiskan waktu dan membuang energi dengan cuma-cuma dalam perjalanan ini hanya untuk berperang, dan energi kami disiapkan hanya untuk Persib Bandung yang saat ini membutuhkan dukungan langsung para bobotoh di bumi sriwijaya.
Tak lama setelah bus kembali melaju, kulihat tak sedikit bobotoh yang mulai tertidur karena mungkin sudah mulai merasa lelah dalam perjalanan ini. Akupun terbawa suasana dan tak lama kemudian aku mulai merasa ngantuk dan akhirnya aku tertidur hingga terbangun di sebuah rumah makan yang cukup luas. Dengan kondisi yang masih ngantuk dan matahari belum menunjukkan sinarnya aku memilih berjalan-jalan mengitari rumah makan sambil melihat-lihat suasana sekitar. Setelah puas melihat-lihat suasana rumah makan saat itu aku memilih kembali lagi kedalam bus dan melanjutkan tidur.
Aku terbangun karena sinar matahari tepat bersinar di depan wajahku dengan bus yang sudah melaju dengan kecepatan yang cukup tinggi. Setelah kumelihat jam ternyata jarum jam menunjukkan pukul tujuh pagi, biasanya sekitar pukul tujuh pagi aku sudah berada di sekolah dan bercengkrama dengan teman sekelas, tetapi kali ini aku harus berjuang demi sang pangeran biru di tempat yang jauh dari tanah kelahiranku.
Ketika kami memasuki kota Palembang, ternyata para petugas kepolisian sudah siap mengawal kami untuk menuju titik pertemuan bobotoh yang datang dari seluruh penjuru bumi pertiwi ini. Tentunya pengawalan ini bukan tanpa alasan, demi keamanan dan keselamatan para bobotoh agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dan juga memberikan kenyamanan bagi masyarakat Palembang, para pihak kepolisian rela melakukan pengamanan dengan ketat kepada setiap rombongan bobotoh yang memasuki kota Palembang. Setidaknya pengawalan kali ini bentuk pencegahan dari pihak kepolisian agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan hingga mengakibatkan korban luka, bahkan korban jiwa.
Kami pun akhirnya tiba di bumi sriwijaya yang terkenal dengan jembatan ampera itu dengan pengawalan ketat pihak kepolisian. Kami (bobotoh) dipusatkan disebuah tempat yang luasnyamampu menampung hingga puluhan bus dan puluhan mobil pribadi dari bobotoh seluruh penjuru negeri ini. Dengan fasilitas yang cukup memadai, kami menghabiskan waktu dengan mengistirahatkan badan dan memulihkan energi yang berkurang selama perjalanan. Hingga tak terasa waktu telah menunjukkan pukul 14.30 WIB dan kami bersiap untuk menuju Stadion Gelora Jakabaring, Palembang.
Perjalanan dari titik kumpul bobotoh ke tempat diadakannya pertandingan bisa dibilang tidak terlalu jauh, itulah yang membuat kami berangkat tidak terlalu terburu-buru. Perlahan tapi pasti, puluhan bus dan puluhan mobil pribadi berjalan beriringan memenuhi jalan protokol bumi sriwijaya.Sorak sorai serta nyanyian dengan raut wajah penuh kegembiraan mengiringi keberangkatan kami ke Stadion Gelora Jakabaring. Tak lama kemudian, akhirnya kami tiba di tempat yang akan menjadi saksi sejarah persepakbolaan Indonesia.
Setibanya kami di Stadion Gelora Jakabaring, puluhan bus dan puluhan mobil pribadi yang mengangkut ribuan bobotoh dipusatkan di Jakabaring Aquatic Center yang letaknya tidak jauh dari pintu masuk tribun selatan. Disana kami mendapatkan tiket masuk stadion dan diberikan pengarahan dari Pak Walikota Bandung yaitu Kang Ridwan Kamil atau yang biasa akrab dipanggil Kang Emil. Yang saya ingat dari pesan beliau adalah “Ieu lembur batur, lain lembur sorangan, hayu urang tunjukkeun mun urang bandung teh balarageur, pokona mah mun geus di jero stadion teu aya deui nu nyeneut flare, teu aya deui nu nyanyi rasis, pokona mah ulah nepi ngagorengkeun ngaran Bandung (ini kampung orang lain, bukan kampung sendiri, mari kita tunjukkan bahwa orang Bandung pada baik-baik, pokoknya jika sudah didalam stadion tidak ada lagi yang membakar flare, tidak ada lagi yang bernyanyi rasis, pokoknya jangan sampai menjelekkan nama Bandung) setidaknya sepenggal kata yang diarahkan beliau teringat dibenakku dan ribuan bobotoh yang hadir di Jakabaring Aquatic Center sore itu. Dan arahan beliau petang itu ditutup oleh lagu Halo-Halo Bandung yang dinyanyikan dengan lantang oleh ribuan bobotoh yang membuat bulu kudukku merinding.
Nyanyian itu terus dikumandangkan hingga kami bergerak ke pintu selatan Stadion Gelora Jakabaring. Tanpa ku sangka, puluhan supporter asli kota Palembang menyanyikan nyanyian selamat datang kepada bobotoh dengan penuh suka cita, nampaknya supporter asli bumi sriwijaya tersebut merindukan kedatangan kami di kotanya sudah cukup lama, meskipun malam itu bukan klub kota asalnya yang berlaga, namun mereka tetap hadir untuk bersilaturahmi dengan kami.
Kamipun memasuki stadion satu per satu dengan berdesak-desakan, “ieu mah jiga lalajo Persib di Si Jalak Harupat, meuni pinuh pisan euy (ini seperti nonton Persib di Si Jalak Harupat, sangat penuh sekali)” celetuk salah satu bobotoh ketika mencoba memasuki pintu selatan Gelora Jakabaring. Perlahan tapi pasti, akhirnya aku dan ribuan bobotoh berhasil memasuki stadion yang akan menjadi saksi sejarah persepakbolaan di bumi pertiwi ini. Meskipun hari mulai gelap, tak lupa moment bersejarah tersebut diabadikan oleh ku dan ribuan bobotoh yang hadir malam itu.
Meskipun pertandingan malam itu belum dimulai, nyanyian yang bersifat dukungan kepada Pangeran Biru dikumandangkan dengan lantang oleh ribuan bobotoh yang memenuhi tribun selatan Stadion Gelora Jakabaring. Tak lama berselang para punggawa Maung Bandung memasuki lapangan hijau untuk melakukan sesi pemanasan dan nyanyian dari tribun selatan pun semakin terdengar keras. Terlihat dari kejauhan Firman Utina dkknampak serius menikmati sesi pemanasan malam itu, setelah dirasa cukup untuk melakukan sesi pemanasan, para pemain kembali lagi ke ruang ganti untuk menerima arahan dari sang pelatih Jajang Nurjaman. Harapan bobotoh dari seluruh penjuru duniaakan gelar juara yang sudah lama di cita-citakannampaknya akan segera terwujudpada tahun ini.
Anthem yang menandakan para pemain dari kedua tim memasuki lapangan mulai terdengar di seluruh sumber suara penjuru stadion, dan seluruh hadirin langsung berdiri dan meberikan tepuk tangan. Pemandangan berbeda nampak terlihat di tribun selatan malam itu, biasanya pada partai semifinal maupun final, seorang supporter diperbolehkan dengan bebas mengenakan atribut klub kebanggaanya yang sedang berlaga, namun hal ini tidak bisa dirasakan oleh seluruh bobotoh yang hadir malam itu. Meskipun tanpa mengenakan atribut Persib pada malam itu karena adanya larangan dari pihak PSSI, namun para bobotoh tidak memperdulikan hal itu dan tetap memberikan dukungannyasecara total kepada sang Pangeran Biru.
Pluit tanda jalannya pertandingan babak yang pertamatelah ditiup oleh sang pengadil, doa agar sang Maung bisa masuk final dan menjadi juara di Indonesia terus dicurahkan oleh bobotoh yang hadir langsung di Jakabaring maupun yang menyaksikan melalui layar kaca dimanapun berada. Klub yang dihadapi Persib Bandung pada malam ini memang dikenal dengan mafia yang sangat berbahaya, dan terkadang wasit menjadi kontroversi karena menguntungkan tim yang malam ini dihadapi Persib Bandung. Meskipun demikian, para bobotoh dan pecinta sepakbola di seluruh Nusantara dari Sabang sampai Merauke berharap wasit bisa menjadi pengadil yang tegas dan tidak membuat kontroversi yang ujung-ujungnya merugikan salah satu tim.
Halo Halo Bandung menjadi nyanyian pembuka yang dilantunkan oleh ribuan bobotoh pada malam itu untuk memberikan motivasi kepada Ferdinan Sinaga dkk agar bisa memenangkan pertandingan dan masuk ke babak final. Jalannya pertandingan di babak pertama cukup ketat, meskipun sepanjang babak pertama Persib Bandung berada dibawah tekanan Arema Cronus, namun rasa optimis memenangkan pertandingan bisa dilihat dari perjuangan Vujovic dkk dalam membendung serangan Arema Cronus yang cukup agresif. Bobotoh tidak tinggal diam menyaksikan tim kesayangannya sedang berada dibawah tekanan sang rival, nyanyian dari tribun selatan kembali mengeras yang berujung pada permainan Persib Bandung yang semakin membaik hingga berhasil keluar dari tekanan Arema. Namun sayang, wasit meniupkan pluit akhir jalannya pertandingan, skor kaca mata masih menghiasi papan skor untuk menutup jalannya 45 menit yang pertama. Namun raut wajah optimis masih nampak terlihat dari bobotoh yang hadir pada malam itu di Gelora Jakabaring.
Setelah turun minum, wasit kembali meniupkan pluit tanda dimulainya 45 menit yang kedua. Penyesalan serta rasa tidak percaya dirasakan olehku dan ribuan bobotoh yang hadir malam itu ketika Gustavo Lopes mampu menciptakan sebuah goal yang bersarang tepat di gawang I Made Wirawan beberapa menit selepas jeda. Akupun langsung tertunduk dan berdoa agar klub kebanggaan masyarakat Jawa Barat bisa menjadi juara Liga Indonesia pada tahun ini. Permainan persib di babak yang kedua memang lebih menyerang, namun koordinasi serta beberapa peluang yang gagal di konversikan menjadi goal membuat gereget ribuan bobotoh.
Akupun sempat bertanya kepada rekan yang berada disebelah ku, ”sabaraha menit deui mang? (berapa menit lagi mas?)” dan dijawab olehnya dengan kurang bersemangat, “sapuluh menit deui jang (sepuluh menit lagi)”. Akupun langsung terdiam kaku ketika mendengar berita tersebut, tak mampu lagi aku berkata-kata dan akupun tak mampu lagi membendung kesedihan hingga air mataku akhirnya menetes. Kulihat kesekelilingku, dan tidak sedikit dari mereka yang menahan kesedihan hingga meneteskan air mata sepertiku.
Kesedihan itu akhirnya berakhir ketika kulihat di kejauhan seorang yang memiliki postur badan yang tinggi, dan berkulit putih mampu menciptakan sebuah goal dari kemelut yang berada di bibir gawang Arema Cronus dan ternyata dia adalah Vujovic. Akupun langsung melakukan sujut syukur dan kemudian rekan yang berada di sebelahku langsung memeluk erat tubuhku dan kupeluk erat lagi tubuhnya hingga kami saling berpelukan sambil berteriak “JUARA !! JUARA !! JUARA !!’ dengan sekeras-kerasnya. Yang semula air mataku bercampur kesedihan dan hanya terdiam kaku namun kini berubah menjadi air mata penuh rasa bangga dan bahagia. Tribun selatan kembali bergelora dan sorak sorai serta nyanyian kembali dikumandangkan dengan sekeras-kerasnya. Kebahagiaan pada malam itu membuat tak terasa bahwa 90 menit yang pertama telah berakhir dan kemudian dilanjutkan ke babak perpanjangan waktu.
“Bisa juara sib” itulah yang ada dibenatku dan mungkin ribuan bobotoh yang hadir pada malam itu di Jakabaring. Wasit pun kembali meniupkan pluit jalannya babak perpanjangan waktu yang pertama, harapan Persib Bandung untuk memenangkan pertandingan malam ini terbuka lebar. Benar saja, tak lama berselang Atep mampu menggetarkan gawang Arema Cronus yang dikawal Ahmad Kurniawan hingga papan skor Stadion Gelora Jakabaring berubah menjadi 2-1 untuk keunggulan Persib Bandung. Suasana tribun selatan malam itu berubah menjadi euforia yang luar biasa, akhirnya kami bisa tersenyum cukup lebar setelah 90 menit dibalut ketegangan. Euforia ini lagi-lagi membuat tak terasa bahwa perpanjangan waktu yang pertama telah berakhir.
Kami pun terus bernyanyi dengan lantang tanpa henti-hentinya, hadirnya bobotoh pada malam itu menjadi salah satu sumber motivasi bagi para pemain untuk memperoleh kemenangan agar bisa melaju ke babak final. Pertandingan perpanjangan waktu yang ke dua pun kembali dilanjutkan, Persib Bandung masih mendominasi jalannya pertandingan melalui serangan-serangan yang cukp berbahaya, namun Arema Cronus masih terus berjuang untuk menyamakan kedudukan dan berharap memenangkan pertandingan di babak adu pinalti. Tak lama berselang, pemain belakang Arema melakukan kesalahan dan Konate langsung menyambar bola dan berhasil dikonversikan menjadi sebuah goal. Suasana tribun selatan Stadion Gelora Jakabaring pada malam itu pun berubah menjadi lautan kegembiraan yang luar biasa. Dan inilah waktu yang ditunggu-tunggu, bunyi pluit yang keluar dari mulut sang pengadil akhirnya mengakhiri jalannya pertandingan pada malam ini dan memastikan Persib Bandung lolos ke putaran final ISL 2014 setelah sukses menaklukkan Arema Cronus dengan skor yang cukup telak 3-1.
Para pemain langsung menghampiri para bobotoh sebagai bentuk terima kasih karena telah memberikan dukungannya secara langsung walaupun jarak dari kota Bandung ke Palembang cukup jauh dan menguras tenaga yang tidak sedikit. Pertandingan pun telah usai namun kami harus kembali pulang ke kota Bandung, namun pihak kepolisian menahan bobotoh untuk tetap berada didalam stadion, hal ini bertujuan agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dengan supporter dari Arema Cronus. Setelah kondisi dirasa aman, pihak kepolisian memberikan izin kepada bobotoh untuk meninggalkan stadion. Kami pun meninggalkan stadion dan memasuki bus masing-masing yang sudah berbaris.
Koordinator bus serta Kang Yana memberi arahan untuk kembali lagi ke titik kumpul bobotoh yang letaknya tidak jauh dari Stadion Gelora Bumi Sriwrijaya dan tidak melakukan perlawanan kepada supporter yang tidak menyukai kemenangan Persib Bandung malam ini,kami pun menuruti perintah dari koordinator bus dan Kang Yana. Bus pun kemudian melaju beriringan dengan kecepatan yang tidak terlalu tinggi. Betul saja, tak jauh dari Stadion Gelora Jakabaring terdengar bunyi lemparan batu dan benda lainnya menghantam body bus kami, berkali-kali bus kami dihujani batu namun alhamdulillah, Allah SWT masih melindungi kami dengan tidak adanya korban luka dalam perjalanan pulang dari Gelora Jakabaring.
Setibanya kami semua berkumpul di titik kumpul bobotoh, kemudian kami bersiap-siap merapihkan barang untuk segera melakukan perjalanan kembali ke kota Bandung. Namun hal yang tidak diinginkan pun terjadi, supporter yang tidak menyukai kemenangan Persib Bandung malam ini melakukan penyerangan hingga mengakibatkan satu orang mengalami luka-luka. Demi melindungi bus agar tidak hancur, kami semua melakukan perlawanan dengan alat seadanya dan berhasil memukul mundur sedikit demi sedikit. Meskipun suasana disekitar lokasi masih belum kondusif, namun akhirnya diputuskan kami tetap kembali ke kota Bandung sekitar pukul setengah tiga pagi.
Akhirnya kami melakukan perjalanan yang cukup jauh untuk kembali lagi ke kota Bandung. Tak disangka, beberapa ratus meter setelah kami berangkat, ternyata lagi-lagi bus kami dihujani batu dan alhamdulillah, Allah SWT masih melindungi kami dalam perjalanan ini dengan tidak adanya korban luka. Malam itu aku merasa sangat lelah hingga akhirnya aku tertidur dan terbangun kembali di sebuah rumah makan yang cukup luas. Dengan terbangun masih dalam kondisi yang mengantuk, akupun memutuskan hanya untuk membuang air besar dan memilih kembali lagi ke bus untuk melanjutkan tidur.
Setelah tertidur cukup pulas, akupun terbangun di sebuah tempat pengisian bahan bakar. Matahari yang bersinar sangat terik serta suhu pulau sumatera yang panas membuat aku memilih turun dan membeli sebotol air mineral dingin. Akupun kembali lagi menaiki bus dan kemudian bus kembali diberangkatkan untuk melanjutkan perjalanan ke kota Bandung. Bus semula melaju dengan kecapatan yang cukup tinggi, namun kondisi jalanan yang berkelok disertai tanjakan dan turunan yang cukup curam membuat bus harus mengurangi kecepatannya.
Setelah perjalanan yang cukup panjang, kami pun kembali berhenti di sebuah rumah makan untuk melakukan makan siang. Kondisi perut yang sedari pagi dalam keadaan kosongmembuat aku harus makan makanan yang cukup banyak untuk mengisi kekosongan tersebut hingga sampai di kota Bandung. akhirnya pilihanku jatuh pada menu nasi dan ayam goreng. Selain sudah tidak asing lagi di lidah orang sunda, kondisi dompet dikantongku memaksa aku harus memilih menu tersebut. Aku dan para bobotoh yang lain nampak lahap menikmati makanan yang telah dihidangkan. Sambil bercengkrama soal pertandingan tadi malam, membuat waktu makan siang kali ini tak terasa dan terpaksa kami harus melanjutkan kembali perjalanan yang masih cukup jauh.
Puluhan bus dan mobil pribadi kembali melanjutkan perjalanan menuju pelabuhan Bakauheni. Setelah semua bus berkumpul kembali di pelabuhan Bakauheni, kemudian satu per satu bus memasuki kapal yang sudah siap mengangkut para bobotoh untuk kembali ke kota Bandung. Suasana kapal pada saat itu sangat meriah, dengan teriakan“JUARA !! JUARA !! JUARA !!” dan berkibarnya bendera Viking menambah suasana kapal semakin meriah. Terlarut dalam kegembiraan hingga membuat tak terasa bahwa kami sudah tiba di Pulau Jawa. Satu per satu bus meninggalkan kapal dan melanjutkan perjalanan untuk segera kembali ke kota Bandung.
Kami pun memasuki Tol Merak dengan diiringi pihak kepolisian, tanpa disangka, setelah berjalan beberapa kilo meter, bus kami lagi-lagi kembali dihujani batu, namun beruntung ada pihak kepolisian yang mampu menghalau itu semua sehingga bentrokan pun dapat dicegah. Bus pun kembali berjalan beriringan dan kemudian melewati Tol JLJ, lagi-lagi bus kami dihujani batu namun dengan tekad yang kuad, kota Jakarta dapat dilewati dengan sangat mudah. Rasa kantuk kembali menyerangku, akupun kembali tertidur dan terbangun kembali di gerbang Tol Pasteur. Sebagian bobotoh memilih turun di jalan protokol kota Bandung karena memang lebih dekat dengan tempat tinggalnya. Akupun memilih turun di jalan Supratman dan kemudian melanjutkan kembali perjalananku dengan menumpangi angkutan kota.
Palembang Yang Tak Akan Pernah Terlupakan
Ditulis oleh Naufal Chandra A, dengan akun twitter @SiRajaGopal

“Ratusan Kilo Meter, Jutaan Kubik Air Laut, Berkali-Kali Dihujani Batu, Namun Ini Semua Demi Sang Pangeran Biru”
Hari itu menjadi hari yang tidak akan pernah aku lupakan dalam sepanjang hidupku. Bagaimana tidak, kepergianku ke bumi Sriwijaya untuk menyaksikan klub kebanggaan masyarakat kota kembang bisa dibilang hal yang tidak masuk akal. Aku saat ini masih mengenyam bangku pendidikan sebagai seorang pelajar, sewajarnya seorang pelajar duduk manis dikelas sembari menerima ilmu dari sang guru, namun diriku malah membiru. Dengan segalala resiko yang selalu membayangiku, ku kuatkan tekad demi sang pangeran biru.
Pagi itu aku bangun pagi – pagi sekali, kusiapkan segala perlengkapan yang dibutuhkan selama membiru di bumi Sriwijaya. Setelah semua siap, akupun bergerak ke Stadion Sidolig yang berada di Jalan Ahmad Yani, Bandung. Kebetulan jarak dari rumahku ke Stadion Sidolig tidak terlalu jauh, namun kepadatan arus lalu lintas Kota Bandung di pagi hari mebuat waktu tempuh menjadi lebih lama. Seperti biasa, diriku harus menaiki bus kota yang mengangkut ribuan warga bandung setiap harinya dengan berdesak-desakan.
Setibanya di Stadion Sidolig, kulihat puluhan bus pariwisata telah berbaris dan lautan manusia berpakaian biru telah bersiap membirukan Stadion Gelora Jakabaring, Palembang. Moment ini rasanya tidak akan datang dua kali dalam seumur hidupku, apalagi telah belasan tahun diriku dan para bobotoh di seluruh penjuru dunia menanti gelar juara di Kota Bandung dan sekaranglah saatnya Persib Bandung harus juara. Sebelum berangkat, kami terlebih dahulu diberikan pengarahan oleh bapak Heru Joko untuk pembekalan selama dalam perjalanan. Yang saya ingat dari pesan beliau adalah “Otak jeung otot pang hareupna, nu otot hungkul kadua, nu otak hungkul pang tukangna. Nu penting kabeh kudu babarengan, Insya Allah mun kabeh babarengan kabehanana balik kadieu deui salamet (Otak sama otot paling depan, yang otot aja kedua, yang otak aja paling belakang. Yang penting semua harus bersama-sama, Insya Allah kalau semua bersama-sama semuanya kembali lagi kesini (Bandung) dengan selamat)”. Dan kata-kata beliau teringat dibenat kami, karena kami semua ingin kembali lagi dengan keadaan selamat.
Setelah kami diberi pengarahan selama dalam perjalanan, kemudian kami memasuki bus masing-masing. Kebetulan saya menaiki bus sebelas bersama puluhan orang lainnya dari berbagai penjuru Bandung dan luar Bandung bahkan ada yang dari Luar Negeri. Aku mengambil posisi duduk di paling belakang, tepatnya diatas mesin. Walapun suhu diatas mesin cukup panas, tetapi aku merasa nyaman berada di posisi tersebut karena bisa tidur sambil terlentang. Aku pun berbincang-bincang dengan bobotoh yang lainnya sambil menunggu bus diberangkatkan.
Tak lama kemudian, akhirnya bus diberangkatkan. Semula bus berjalan beriringan, namun kondisi arus lalu lintas Tol Jakarta yang padat membuat bus berpencar karena harus berpacu dengan waktu untuk menyebrang ke Pulau Sumatera. Setibanya di Pelabuhan Merak, kami harus meunggu beberapa bus yang belum tiba sambil mengistirahatkan badan. Setelah semua bus berkumpul kembali, kemudian satu per satu bus memasuki kapal yang sudah siap mengangkut para bobotoh menyebrangi selat sunda.
Suasana dalam kapal saat itu penuh dengan raut wajah ceria penuh harapan kepada sang pangeran biru (Juara). Tidak sedikit para bobotoh yang mengabadikan moment kegembiraan tersebut dan berteriak JUARA !! JUARA !! JUARA !! dengan sangat lantangnya. Akhirnya canda dan tawa membuat tak terasa bahwa kami telah tiba di pulau sumatera. Dan untuk yang pertama kalinya diriku menginjakkan kaki di pulau sumatera bersama ribuan bobotoh.
Kami pun kembali melanjutkan perjalanan, raut wajah ceria penuh optimis bahwa Persib pasti bisa masuk Final dan meraih gelar juara ISL musim ini masih dapat terlihat di wajah kami. Hari mulai larut malam dan matahari pun sudah tidak terlihat lagi. Akhirnya kami menyempatkan diri untuk beristirahat sejenak sembari mengisi perut yang sudah mulai lapar sedari tadi di sebuah rumah makan yang berada di lintas timur pulau sumatera. Ada banyak pilihan menu makanan di rumah makan tersebut, tetapi aku tertarik kepada segelas pop mie dikarenakan kondisi dompet dikantongku harus cukup sampai kembali lagi di kota Bandung. Seluruh bobotoh nampak terlihat lahap memakan makanan yang dihidangkan, sambil bercengkrama hingga tak terasa bahwa koordinator bus memutuskan bahwa kami kembali lagi melanjutkan perjalanan yang masih membutuhkan waktu cukup lama.
Puluhan bus kembali melaju beriringan melintasi jalur yang berkelok serta tanjakan dan turunan yang cukup curam. Kecepatan maksimum setiap bus yang berbeda-beda membuat iring-iringan terbagi-bagi menjadi beberapa iring-iringan. Bus melaju dengan kecepatan yang tidak terlalu tinggi, tiba-tiba bus terdepan berhenti dengan mendadak dan semua bus dalam iring-ringan tersebut berhenti total. Kulihat semua bobotoh berlarian kearah kebun yang belum ditanami seperti mengejar seseorang, akupun langsung keluar dan seseorang yang tidak ikut berlari mengatakan “udag woi beus urang pepeus dibaledogan” dan akupun langsung berlari mengikuti mereka dengan sekencang-kencangnya karena tak terima bahwa bus kami di lempari batu tanpa sebab. Tak lama kami mendapat arahan untuk kembali lagi merapat ke bus masing-masing untuk segera melanjutkan perjalanan, karena niat kami datang ke Palembang untuk mendukung Maung Bandung bukan untuk berperang, dan tak ada gunanya bagi kami menghabiskan waktu dan membuang energi dengan cuma-cuma dalam perjalanan ini hanya untuk berperang, dan energi kami disiapkan hanya untuk Persib Bandung yang saat ini membutuhkan dukungan langsung para bobotoh di bumi sriwijaya.
Tak lama setelah bus kembali melaju, kulihat tak sedikit bobotoh yang mulai tertidur karena mungkin sudah mulai merasa lelah dalam perjalanan ini. Akupun terbawa suasana dan tak lama kemudian aku mulai merasa ngantuk dan akhirnya aku tertidur hingga terbangun di sebuah rumah makan yang cukup luas. Dengan kondisi yang masih ngantuk dan matahari belum menunjukkan sinarnya aku memilih berjalan-jalan mengitari rumah makan sambil melihat-lihat suasana sekitar. Setelah puas melihat-lihat suasana rumah makan saat itu aku memilih kembali lagi kedalam bus dan melanjutkan tidur.
Aku terbangun karena sinar matahari tepat bersinar di depan wajahku dengan bus yang sudah melaju dengan kecepatan yang cukup tinggi. Setelah kumelihat jam ternyata jarum jam menunjukkan pukul tujuh pagi, biasanya sekitar pukul tujuh pagi aku sudah berada di sekolah dan bercengkrama dengan teman sekelas, tetapi kali ini aku harus berjuang demi sang pangeran biru di tempat yang jauh dari tanah kelahiranku.
Ketika kami memasuki kota Palembang, ternyata para petugas kepolisian sudah siap mengawal kami untuk menuju titik pertemuan bobotoh yang datang dari seluruh penjuru bumi pertiwi ini. Tentunya pengawalan ini bukan tanpa alasan, demi keamanan dan keselamatan para bobotoh agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dan juga memberikan kenyamanan bagi masyarakat Palembang, para pihak kepolisian rela melakukan pengamanan dengan ketat kepada setiap rombongan bobotoh yang memasuki kota Palembang. Setidaknya pengawalan kali ini bentuk pencegahan dari pihak kepolisian agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan hingga mengakibatkan korban luka, bahkan korban jiwa.
Kami pun akhirnya tiba di bumi sriwijaya yang terkenal dengan jembatan ampera itu dengan pengawalan ketat pihak kepolisian. Kami (bobotoh) dipusatkan disebuah tempat yang luasnyamampu menampung hingga puluhan bus dan puluhan mobil pribadi dari bobotoh seluruh penjuru negeri ini. Dengan fasilitas yang cukup memadai, kami menghabiskan waktu dengan mengistirahatkan badan dan memulihkan energi yang berkurang selama perjalanan. Hingga tak terasa waktu telah menunjukkan pukul 14.30 WIB dan kami bersiap untuk menuju Stadion Gelora Jakabaring, Palembang.
Perjalanan dari titik kumpul bobotoh ke tempat diadakannya pertandingan bisa dibilang tidak terlalu jauh, itulah yang membuat kami berangkat tidak terlalu terburu-buru. Perlahan tapi pasti, puluhan bus dan puluhan mobil pribadi berjalan beriringan memenuhi jalan protokol bumi sriwijaya.Sorak sorai serta nyanyian dengan raut wajah penuh kegembiraan mengiringi keberangkatan kami ke Stadion Gelora Jakabaring. Tak lama kemudian, akhirnya kami tiba di tempat yang akan menjadi saksi sejarah persepakbolaan Indonesia.
Setibanya kami di Stadion Gelora Jakabaring, puluhan bus dan puluhan mobil pribadi yang mengangkut ribuan bobotoh dipusatkan di Jakabaring Aquatic Center yang letaknya tidak jauh dari pintu masuk tribun selatan. Disana kami mendapatkan tiket masuk stadion dan diberikan pengarahan dari Pak Walikota Bandung yaitu Kang Ridwan Kamil atau yang biasa akrab dipanggil Kang Emil. Yang saya ingat dari pesan beliau adalah “Ieu lembur batur, lain lembur sorangan, hayu urang tunjukkeun mun urang bandung teh balarageur, pokona mah mun geus di jero stadion teu aya deui nu nyeneut flare, teu aya deui nu nyanyi rasis, pokona mah ulah nepi ngagorengkeun ngaran Bandung (ini kampung orang lain, bukan kampung sendiri, mari kita tunjukkan bahwa orang Bandung pada baik-baik, pokoknya jika sudah didalam stadion tidak ada lagi yang membakar flare, tidak ada lagi yang bernyanyi rasis, pokoknya jangan sampai menjelekkan nama Bandung) setidaknya sepenggal kata yang diarahkan beliau teringat dibenakku dan ribuan bobotoh yang hadir di Jakabaring Aquatic Center sore itu. Dan arahan beliau petang itu ditutup oleh lagu Halo-Halo Bandung yang dinyanyikan dengan lantang oleh ribuan bobotoh yang membuat bulu kudukku merinding.
Nyanyian itu terus dikumandangkan hingga kami bergerak ke pintu selatan Stadion Gelora Jakabaring. Tanpa ku sangka, puluhan supporter asli kota Palembang menyanyikan nyanyian selamat datang kepada bobotoh dengan penuh suka cita, nampaknya supporter asli bumi sriwijaya tersebut merindukan kedatangan kami di kotanya sudah cukup lama, meskipun malam itu bukan klub kota asalnya yang berlaga, namun mereka tetap hadir untuk bersilaturahmi dengan kami.
Kamipun memasuki stadion satu per satu dengan berdesak-desakan, “ieu mah jiga lalajo Persib di Si Jalak Harupat, meuni pinuh pisan euy (ini seperti nonton Persib di Si Jalak Harupat, sangat penuh sekali)” celetuk salah satu bobotoh ketika mencoba memasuki pintu selatan Gelora Jakabaring. Perlahan tapi pasti, akhirnya aku dan ribuan bobotoh berhasil memasuki stadion yang akan menjadi saksi sejarah persepakbolaan di bumi pertiwi ini. Meskipun hari mulai gelap, tak lupa moment bersejarah tersebut diabadikan oleh ku dan ribuan bobotoh yang hadir malam itu.
Meskipun pertandingan malam itu belum dimulai, nyanyian yang bersifat dukungan kepada Pangeran Biru dikumandangkan dengan lantang oleh ribuan bobotoh yang memenuhi tribun selatan Stadion Gelora Jakabaring. Tak lama berselang para punggawa Maung Bandung memasuki lapangan hijau untuk melakukan sesi pemanasan dan nyanyian dari tribun selatan pun semakin terdengar keras. Terlihat dari kejauhan Firman Utina dkknampak serius menikmati sesi pemanasan malam itu, setelah dirasa cukup untuk melakukan sesi pemanasan, para pemain kembali lagi ke ruang ganti untuk menerima arahan dari sang pelatih Jajang Nurjaman. Harapan bobotoh dari seluruh penjuru duniaakan gelar juara yang sudah lama di cita-citakannampaknya akan segera terwujudpada tahun ini.
Anthem yang menandakan para pemain dari kedua tim memasuki lapangan mulai terdengar di seluruh sumber suara penjuru stadion, dan seluruh hadirin langsung berdiri dan meberikan tepuk tangan. Pemandangan berbeda nampak terlihat di tribun selatan malam itu, biasanya pada partai semifinal maupun final, seorang supporter diperbolehkan dengan bebas mengenakan atribut klub kebanggaanya yang sedang berlaga, namun hal ini tidak bisa dirasakan oleh seluruh bobotoh yang hadir malam itu. Meskipun tanpa mengenakan atribut Persib pada malam itu karena adanya larangan dari pihak PSSI, namun para bobotoh tidak memperdulikan hal itu dan tetap memberikan dukungannyasecara total kepada sang Pangeran Biru.
Pluit tanda jalannya pertandingan babak yang pertamatelah ditiup oleh sang pengadil, doa agar sang Maung bisa masuk final dan menjadi juara di Indonesia terus dicurahkan oleh bobotoh yang hadir langsung di Jakabaring maupun yang menyaksikan melalui layar kaca dimanapun berada. Klub yang dihadapi Persib Bandung pada malam ini memang dikenal dengan mafia yang sangat berbahaya, dan terkadang wasit menjadi kontroversi karena menguntungkan tim yang malam ini dihadapi Persib Bandung. Meskipun demikian, para bobotoh dan pecinta sepakbola di seluruh Nusantara dari Sabang sampai Merauke berharap wasit bisa menjadi pengadil yang tegas dan tidak membuat kontroversi yang ujung-ujungnya merugikan salah satu tim.
Halo Halo Bandung menjadi nyanyian pembuka yang dilantunkan oleh ribuan bobotoh pada malam itu untuk memberikan motivasi kepada Ferdinan Sinaga dkk agar bisa memenangkan pertandingan dan masuk ke babak final. Jalannya pertandingan di babak pertama cukup ketat, meskipun sepanjang babak pertama Persib Bandung berada dibawah tekanan Arema Cronus, namun rasa optimis memenangkan pertandingan bisa dilihat dari perjuangan Vujovic dkk dalam membendung serangan Arema Cronus yang cukup agresif. Bobotoh tidak tinggal diam menyaksikan tim kesayangannya sedang berada dibawah tekanan sang rival, nyanyian dari tribun selatan kembali mengeras yang berujung pada permainan Persib Bandung yang semakin membaik hingga berhasil keluar dari tekanan Arema. Namun sayang, wasit meniupkan pluit akhir jalannya pertandingan, skor kaca mata masih menghiasi papan skor untuk menutup jalannya 45 menit yang pertama. Namun raut wajah optimis masih nampak terlihat dari bobotoh yang hadir pada malam itu di Gelora Jakabaring.
Setelah turun minum, wasit kembali meniupkan pluit tanda dimulainya 45 menit yang kedua. Penyesalan serta rasa tidak percaya dirasakan olehku dan ribuan bobotoh yang hadir malam itu ketika Gustavo Lopes mampu menciptakan sebuah goal yang bersarang tepat di gawang I Made Wirawan beberapa menit selepas jeda. Akupun langsung tertunduk dan berdoa agar klub kebanggaan masyarakat Jawa Barat bisa menjadi juara Liga Indonesia pada tahun ini. Permainan persib di babak yang kedua memang lebih menyerang, namun koordinasi serta beberapa peluang yang gagal di konversikan menjadi goal membuat gereget ribuan bobotoh.
Akupun sempat bertanya kepada rekan yang berada disebelah ku, ”sabaraha menit deui mang? (berapa menit lagi mas?)” dan dijawab olehnya dengan kurang bersemangat, “sapuluh menit deui jang (sepuluh menit lagi)”. Akupun langsung terdiam kaku ketika mendengar berita tersebut, tak mampu lagi aku berkata-kata dan akupun tak mampu lagi membendung kesedihan hingga air mataku akhirnya menetes. Kulihat kesekelilingku, dan tidak sedikit dari mereka yang menahan kesedihan hingga meneteskan air mata sepertiku.
Kesedihan itu akhirnya berakhir ketika kulihat di kejauhan seorang yang memiliki postur badan yang tinggi, dan berkulit putih mampu menciptakan sebuah goal dari kemelut yang berada di bibir gawang Arema Cronus dan ternyata dia adalah Vujovic. Akupun langsung melakukan sujut syukur dan kemudian rekan yang berada di sebelahku langsung memeluk erat tubuhku dan kupeluk erat lagi tubuhnya hingga kami saling berpelukan sambil berteriak “JUARA !! JUARA !! JUARA !!’ dengan sekeras-kerasnya. Yang semula air mataku bercampur kesedihan dan hanya terdiam kaku namun kini berubah menjadi air mata penuh rasa bangga dan bahagia. Tribun selatan kembali bergelora dan sorak sorai serta nyanyian kembali dikumandangkan dengan sekeras-kerasnya. Kebahagiaan pada malam itu membuat tak terasa bahwa 90 menit yang pertama telah berakhir dan kemudian dilanjutkan ke babak perpanjangan waktu.
“Bisa juara sib” itulah yang ada dibenatku dan mungkin ribuan bobotoh yang hadir pada malam itu di Jakabaring. Wasit pun kembali meniupkan pluit jalannya babak perpanjangan waktu yang pertama, harapan Persib Bandung untuk memenangkan pertandingan malam ini terbuka lebar. Benar saja, tak lama berselang Atep mampu menggetarkan gawang Arema Cronus yang dikawal Ahmad Kurniawan hingga papan skor Stadion Gelora Jakabaring berubah menjadi 2-1 untuk keunggulan Persib Bandung. Suasana tribun selatan malam itu berubah menjadi euforia yang luar biasa, akhirnya kami bisa tersenyum cukup lebar setelah 90 menit dibalut ketegangan. Euforia ini lagi-lagi membuat tak terasa bahwa perpanjangan waktu yang pertama telah berakhir.
Kami pun terus bernyanyi dengan lantang tanpa henti-hentinya, hadirnya bobotoh pada malam itu menjadi salah satu sumber motivasi bagi para pemain untuk memperoleh kemenangan agar bisa melaju ke babak final. Pertandingan perpanjangan waktu yang ke dua pun kembali dilanjutkan, Persib Bandung masih mendominasi jalannya pertandingan melalui serangan-serangan yang cukp berbahaya, namun Arema Cronus masih terus berjuang untuk menyamakan kedudukan dan berharap memenangkan pertandingan di babak adu pinalti. Tak lama berselang, pemain belakang Arema melakukan kesalahan dan Konate langsung menyambar bola dan berhasil dikonversikan menjadi sebuah goal. Suasana tribun selatan Stadion Gelora Jakabaring pada malam itu pun berubah menjadi lautan kegembiraan yang luar biasa. Dan inilah waktu yang ditunggu-tunggu, bunyi pluit yang keluar dari mulut sang pengadil akhirnya mengakhiri jalannya pertandingan pada malam ini dan memastikan Persib Bandung lolos ke putaran final ISL 2014 setelah sukses menaklukkan Arema Cronus dengan skor yang cukup telak 3-1.
Para pemain langsung menghampiri para bobotoh sebagai bentuk terima kasih karena telah memberikan dukungannya secara langsung walaupun jarak dari kota Bandung ke Palembang cukup jauh dan menguras tenaga yang tidak sedikit. Pertandingan pun telah usai namun kami harus kembali pulang ke kota Bandung, namun pihak kepolisian menahan bobotoh untuk tetap berada didalam stadion, hal ini bertujuan agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dengan supporter dari Arema Cronus. Setelah kondisi dirasa aman, pihak kepolisian memberikan izin kepada bobotoh untuk meninggalkan stadion. Kami pun meninggalkan stadion dan memasuki bus masing-masing yang sudah berbaris.
Koordinator bus serta Kang Yana memberi arahan untuk kembali lagi ke titik kumpul bobotoh yang letaknya tidak jauh dari Stadion Gelora Bumi Sriwrijaya dan tidak melakukan perlawanan kepada supporter yang tidak menyukai kemenangan Persib Bandung malam ini,kami pun menuruti perintah dari koordinator bus dan Kang Yana. Bus pun kemudian melaju beriringan dengan kecepatan yang tidak terlalu tinggi. Betul saja, tak jauh dari Stadion Gelora Jakabaring terdengar bunyi lemparan batu dan benda lainnya menghantam body bus kami, berkali-kali bus kami dihujani batu namun alhamdulillah, Allah SWT masih melindungi kami dengan tidak adanya korban luka dalam perjalanan pulang dari Gelora Jakabaring.
Setibanya kami semua berkumpul di titik kumpul bobotoh, kemudian kami bersiap-siap merapihkan barang untuk segera melakukan perjalanan kembali ke kota Bandung. Namun hal yang tidak diinginkan pun terjadi, supporter yang tidak menyukai kemenangan Persib Bandung malam ini melakukan penyerangan hingga mengakibatkan satu orang mengalami luka-luka. Demi melindungi bus agar tidak hancur, kami semua melakukan perlawanan dengan alat seadanya dan berhasil memukul mundur sedikit demi sedikit. Meskipun suasana disekitar lokasi masih belum kondusif, namun akhirnya diputuskan kami tetap kembali ke kota Bandung sekitar pukul setengah tiga pagi.
Akhirnya kami melakukan perjalanan yang cukup jauh untuk kembali lagi ke kota Bandung. Tak disangka, beberapa ratus meter setelah kami berangkat, ternyata lagi-lagi bus kami dihujani batu dan alhamdulillah, Allah SWT masih melindungi kami dalam perjalanan ini dengan tidak adanya korban luka. Malam itu aku merasa sangat lelah hingga akhirnya aku tertidur dan terbangun kembali di sebuah rumah makan yang cukup luas. Dengan terbangun masih dalam kondisi yang mengantuk, akupun memutuskan hanya untuk membuang air besar dan memilih kembali lagi ke bus untuk melanjutkan tidur.
Setelah tertidur cukup pulas, akupun terbangun di sebuah tempat pengisian bahan bakar. Matahari yang bersinar sangat terik serta suhu pulau sumatera yang panas membuat aku memilih turun dan membeli sebotol air mineral dingin. Akupun kembali lagi menaiki bus dan kemudian bus kembali diberangkatkan untuk melanjutkan perjalanan ke kota Bandung. Bus semula melaju dengan kecapatan yang cukup tinggi, namun kondisi jalanan yang berkelok disertai tanjakan dan turunan yang cukup curam membuat bus harus mengurangi kecepatannya.
Setelah perjalanan yang cukup panjang, kami pun kembali berhenti di sebuah rumah makan untuk melakukan makan siang. Kondisi perut yang sedari pagi dalam keadaan kosongmembuat aku harus makan makanan yang cukup banyak untuk mengisi kekosongan tersebut hingga sampai di kota Bandung. akhirnya pilihanku jatuh pada menu nasi dan ayam goreng. Selain sudah tidak asing lagi di lidah orang sunda, kondisi dompet dikantongku memaksa aku harus memilih menu tersebut. Aku dan para bobotoh yang lain nampak lahap menikmati makanan yang telah dihidangkan. Sambil bercengkrama soal pertandingan tadi malam, membuat waktu makan siang kali ini tak terasa dan terpaksa kami harus melanjutkan kembali perjalanan yang masih cukup jauh.
Puluhan bus dan mobil pribadi kembali melanjutkan perjalanan menuju pelabuhan Bakauheni. Setelah semua bus berkumpul kembali di pelabuhan Bakauheni, kemudian satu per satu bus memasuki kapal yang sudah siap mengangkut para bobotoh untuk kembali ke kota Bandung. Suasana kapal pada saat itu sangat meriah, dengan teriakan“JUARA !! JUARA !! JUARA !!” dan berkibarnya bendera Viking menambah suasana kapal semakin meriah. Terlarut dalam kegembiraan hingga membuat tak terasa bahwa kami sudah tiba di Pulau Jawa. Satu per satu bus meninggalkan kapal dan melanjutkan perjalanan untuk segera kembali ke kota Bandung.
Kami pun memasuki Tol Merak dengan diiringi pihak kepolisian, tanpa disangka, setelah berjalan beberapa kilo meter, bus kami lagi-lagi kembali dihujani batu, namun beruntung ada pihak kepolisian yang mampu menghalau itu semua sehingga bentrokan pun dapat dicegah. Bus pun kembali berjalan beriringan dan kemudian melewati Tol JLJ, lagi-lagi bus kami dihujani batu namun dengan tekad yang kuad, kota Jakarta dapat dilewati dengan sangat mudah. Rasa kantuk kembali menyerangku, akupun kembali tertidur dan terbangun kembali di gerbang Tol Pasteur. Sebagian bobotoh memilih turun di jalan protokol kota Bandung karena memang lebih dekat dengan tempat tinggalnya. Akupun memilih turun di jalan Supratman dan kemudian melanjutkan kembali perjalananku dengan menumpangi angkutan kota.
Palembang Yang Tak Akan Pernah Terlupakan
Ditulis oleh Naufal Chandra A, dengan akun twitter @SiRajaGopal
