Fitnah yang Terdokumentasi
Wednesday, 12 November 2014 | 08:35
Oleh: @ekomaung*
Ketika akan beristirahat sepulang dari Palembang dalam rangka menyaksikan laga final liga Indonesia 2014 saya terkejut ketika seorang kawan yang ikut tur dengan bus menghubungi bahwa rombongan mereka diserang di Jakarta, menyadari bahwa tak mungkin membantu secara nyata di lokasi penyerangan saya hanya mampu menghubungi seorang kawan yang memiliki akses ke walikota agar menyiapkan bantuan medis di gasibu, karena seluruh rombongan bus menjadikan gasibu sebagai tujuan akhir.
Melihat tingkat kerusakan bus yang sangat parah dan luka yang diderita para korban saya sangat yakin seyakin-yakinnya bahwa insiden tersebut bukanlah insiden spontan, terlebih ketika berbicara dengan warga di TKP (tol sekitar cilandak-TB.simatupang,pasar minggu,tanjung barat,lenteng agung-pasar rebo) keesokan harinya, beberapa diantaranya mengatakan bahwa yang terlibat bukanlah warga sekitar, terlebih pencegatan dilakukan dibeberapa titik, bahkan dari pihak bobotoh domisili Jakarta pun mengatakan bahwa minggu pagi beberapa orang yang diduga pelaku penyerangan masih mencari-cari bobotoh disekitar kampung rambutan.
Namun entah koordinasi dan setting apa yang diterapkan oleh para penyerang sehingga insiden memilukan itu terkondisikan dipicu oleh rombongan bobotoh PERSIB, berbagai pemberitaan media resmi menyatakan seperti itu, terlebih ketika otoritas keamanan pun memberikan pernyataan serupa, padahal seperti saya katakan sebelumnya, adalah hal tak bisa diterima nalar jika ulah spontan mampu menyebabkan efek sedemikian parah, dapatkah kita jelaskan batu sebesar apa yang bisa langsung memecahkan kaca depan sebuah bus?atau seiseng apa warga yang sengaja membawa senjata tajam serta linggis untuk malam mingguan?
Efek jangka panjang
Berhari-hari pemberitaan yang menyudutkan bobotoh terus meluas dan semakin gencar saja, namun tidak ada klarifikasi atau pernyataan sanggahan dari pihak bobotoh, semua hanya menghujat di timeline twitter dan status facebook yang tentu saja secara normatif tidak bisa dianggap sebuah pernyataan resmi.
Secara kaidah, pemberitaan media resmi adalah sumber yang sahih, dan akan terus begitu sepanjang tak ada klarifikasi ataupun pernyataan lain. Bayangkan jika hal ini terdokumentasi permanen dan menjadi arsip, maka puluhan tahun kemudian anak-cucu keturunan kita akan meyakini ini sebagai suatu kenyataan dan terkonfirmasi sebagai peristiwa sejarah, mereka akan meyakini bahwa leluhur mereka adalah orang-orang yang membuat onar di kota lain dan bertindak brutal di kota sendiri.
Bayangkan pula ketika puluhan tahun kemudian para mahasiswa yang membuat skripsi, tesis, atau disertasi tentang kebrutalan supporter, maka bobotoh akan dijadikan sampel dan contoh kasus, dan itu sah serta hasilnya kelak dapat diterima sebagai kebenaran karena pemberitaan (keliru) itu didapatkan dari sumber berita/ media resmi sebagai sumber data sekunder yang dibenarkan dalam kaidah penulisan ilmiah.
Tidak bisa tidak, klarifikasi dan sanggahan resmi harus diberikan oleh pihak bobotoh, harus diadakan konferensi pers resmi dengan menunjukkan bukti-bukti kerusakan serta korban (yang mampu menyadarkan logika bahwa luka sabetan senjata tajam, pukulan linggis dan patah tulang dsb adalah terlalu parah jika dikaitkan dengan aksi spontan warga di malam minggu).
Pernyataan dalam konteks ini bukanlah sekedar hal normatif namun juga akan memiliki ekses penyeimbang, masih kita ingat ketika larico ranggamone ketua umum jakmania membela habis-habisan anak buahnya dan menyalahkan pihak polda ketika anggotanya dihajar habis-habisan di tol cikampek beberapa waktu lalu, dan setelah pernyataan itu maka pihak keamanan pun tak lagi memberi pernyataan yang menyudutkan terlebih ketika larico membeberkan bukti bahwa pernah ada jaminan terkait kedatangan mereka, tentunya bukan pembuktian itu yang penting dalam konteks ini tetapi efek dan pernyataan sikap bahwa mereka menolak diperlakukan semena-mena.
Dalam konteks yang sama, jika perwakilan bobotoh tidak ma(mp)u melakukan sanggahan dan pembelaan resmi maka ini akan berakibat sangat buruk dikemudian hari.
Apabila ketidakma(mp)uan ini terus berlanjut hingga hari keempat fitnah media, maka mau tidak mau kita berharap kepada sosok walikota pawali Ridwan Kamil yang memiliki akses serta mampu merepresentasikan bobotoh PERSIB tanpa dibuat-buat, karena klarifikasi dan sanggahan hanya akan memiliki efek dan bisa menjadi pembeda yang seimbang jika dilakukan oleh sosok yang memiliki otoritas. Aksi nyata ini jauh lebih mendesak dibanding aksi buka baju dan menebar senyum keliling kota dengan kepala plontos sembari mengangkat piala dalam arak-arakan.
*bobotoh PERSIB, direktur advokasi rechtsvinding institute

Oleh: @ekomaung*
Ketika akan beristirahat sepulang dari Palembang dalam rangka menyaksikan laga final liga Indonesia 2014 saya terkejut ketika seorang kawan yang ikut tur dengan bus menghubungi bahwa rombongan mereka diserang di Jakarta, menyadari bahwa tak mungkin membantu secara nyata di lokasi penyerangan saya hanya mampu menghubungi seorang kawan yang memiliki akses ke walikota agar menyiapkan bantuan medis di gasibu, karena seluruh rombongan bus menjadikan gasibu sebagai tujuan akhir.
Melihat tingkat kerusakan bus yang sangat parah dan luka yang diderita para korban saya sangat yakin seyakin-yakinnya bahwa insiden tersebut bukanlah insiden spontan, terlebih ketika berbicara dengan warga di TKP (tol sekitar cilandak-TB.simatupang,pasar minggu,tanjung barat,lenteng agung-pasar rebo) keesokan harinya, beberapa diantaranya mengatakan bahwa yang terlibat bukanlah warga sekitar, terlebih pencegatan dilakukan dibeberapa titik, bahkan dari pihak bobotoh domisili Jakarta pun mengatakan bahwa minggu pagi beberapa orang yang diduga pelaku penyerangan masih mencari-cari bobotoh disekitar kampung rambutan.
Namun entah koordinasi dan setting apa yang diterapkan oleh para penyerang sehingga insiden memilukan itu terkondisikan dipicu oleh rombongan bobotoh PERSIB, berbagai pemberitaan media resmi menyatakan seperti itu, terlebih ketika otoritas keamanan pun memberikan pernyataan serupa, padahal seperti saya katakan sebelumnya, adalah hal tak bisa diterima nalar jika ulah spontan mampu menyebabkan efek sedemikian parah, dapatkah kita jelaskan batu sebesar apa yang bisa langsung memecahkan kaca depan sebuah bus?atau seiseng apa warga yang sengaja membawa senjata tajam serta linggis untuk malam mingguan?
Efek jangka panjang
Berhari-hari pemberitaan yang menyudutkan bobotoh terus meluas dan semakin gencar saja, namun tidak ada klarifikasi atau pernyataan sanggahan dari pihak bobotoh, semua hanya menghujat di timeline twitter dan status facebook yang tentu saja secara normatif tidak bisa dianggap sebuah pernyataan resmi.
Secara kaidah, pemberitaan media resmi adalah sumber yang sahih, dan akan terus begitu sepanjang tak ada klarifikasi ataupun pernyataan lain. Bayangkan jika hal ini terdokumentasi permanen dan menjadi arsip, maka puluhan tahun kemudian anak-cucu keturunan kita akan meyakini ini sebagai suatu kenyataan dan terkonfirmasi sebagai peristiwa sejarah, mereka akan meyakini bahwa leluhur mereka adalah orang-orang yang membuat onar di kota lain dan bertindak brutal di kota sendiri.
Bayangkan pula ketika puluhan tahun kemudian para mahasiswa yang membuat skripsi, tesis, atau disertasi tentang kebrutalan supporter, maka bobotoh akan dijadikan sampel dan contoh kasus, dan itu sah serta hasilnya kelak dapat diterima sebagai kebenaran karena pemberitaan (keliru) itu didapatkan dari sumber berita/ media resmi sebagai sumber data sekunder yang dibenarkan dalam kaidah penulisan ilmiah.
Tidak bisa tidak, klarifikasi dan sanggahan resmi harus diberikan oleh pihak bobotoh, harus diadakan konferensi pers resmi dengan menunjukkan bukti-bukti kerusakan serta korban (yang mampu menyadarkan logika bahwa luka sabetan senjata tajam, pukulan linggis dan patah tulang dsb adalah terlalu parah jika dikaitkan dengan aksi spontan warga di malam minggu).
Pernyataan dalam konteks ini bukanlah sekedar hal normatif namun juga akan memiliki ekses penyeimbang, masih kita ingat ketika larico ranggamone ketua umum jakmania membela habis-habisan anak buahnya dan menyalahkan pihak polda ketika anggotanya dihajar habis-habisan di tol cikampek beberapa waktu lalu, dan setelah pernyataan itu maka pihak keamanan pun tak lagi memberi pernyataan yang menyudutkan terlebih ketika larico membeberkan bukti bahwa pernah ada jaminan terkait kedatangan mereka, tentunya bukan pembuktian itu yang penting dalam konteks ini tetapi efek dan pernyataan sikap bahwa mereka menolak diperlakukan semena-mena.
Dalam konteks yang sama, jika perwakilan bobotoh tidak ma(mp)u melakukan sanggahan dan pembelaan resmi maka ini akan berakibat sangat buruk dikemudian hari.
Apabila ketidakma(mp)uan ini terus berlanjut hingga hari keempat fitnah media, maka mau tidak mau kita berharap kepada sosok walikota pawali Ridwan Kamil yang memiliki akses serta mampu merepresentasikan bobotoh PERSIB tanpa dibuat-buat, karena klarifikasi dan sanggahan hanya akan memiliki efek dan bisa menjadi pembeda yang seimbang jika dilakukan oleh sosok yang memiliki otoritas. Aksi nyata ini jauh lebih mendesak dibanding aksi buka baju dan menebar senyum keliling kota dengan kepala plontos sembari mengangkat piala dalam arak-arakan.
*bobotoh PERSIB, direktur advokasi rechtsvinding institute

MANAJEMEN PERSIB dAN PAK EMIL,,,, tolong dong di bantu,,,, juara ulah saukur pamaen,tapi Supporter jg kudu juara,teu narima di FITNAG kieu