Dua Penyerang Paling Berbahaya Menurut Dahi, Ada Nama Bepe
Wednesday, 20 January 2021 | 11:58
Menjadi seorang pemain belakang, tentu ada rasa ketika ia kesulitan mengawal atau mengantisipasi ancaman penyerang-penyerang lawan. Dadang Hidayat saat masih aktif menjadi pemain pernah kewalahan dalam mengantisipasi penyerang Persija dan PSM Makassar.
Dua penyerang disebutkan Dadang dalam wawancaranya bersama SIMAMAUNG. Pertama, ada pemain lokal bernama Bambang Pamungkas. Duel sengit Persib vs Persija adalah sorotan di balik adanya duel Dahi vs Bepe jaman itu.
Bambang Pamungkas disebut Dadang sebagai penyerang paling komplet. Berbahaya saat berada di kotak penalti apalagi dalam melakukan duel udara dengan kemampuan jumping head-nya.
“Kalau bicara pemain lokal di situ paling ini (berbahaya) Bambang Pamungkas–pemain lokal–karena Bambang itu pemain yang komplet dia bola bawahnya bagus apalagi bola atas terkenal jumping head-nya bagus,” sebut Dadang.
Pengalaman Dahi dalam pertandingan ketika ia melakukan loncatan dan kalah duel menyongsong bola. Mengakibatkan kebobolan dan ia mengakui akan kualitas seorang Bepe. “Saya pernah ada bola crossing sama-sama loncat, tetap saja dia yang nemu (bola) menang duel dari belakang dan gol,” ingat Dadang.
Nama selanjutnya adalah pemain asing asal Uruguay, yakni Cristian El-loco Gonzales. Saat itu El-loco pertama kali ke Indonesia memperkuat PSM Makassar. Pemain yang punya insting mencetak gol yang tinggi dan cerdas menempatkan posisi.
“Kalau asing waktu itu Cristian Gonzales. Memang banyak kalau pemain asing (yang berbahaya). Gonzales pertama kali ketemu di PSM Makassar dengan (Oscar) Aravena, suplai bolanya ada di Aravena,” papar Dahi.
Setelah Dahi pensiun 2005, muncul ke permukaan pemain muda asal Jayapura Boaz Solossa. Beruntung Dahi tak pernah bertemu di pertandingan melawan Boaz. Kuat, tajam, sosok predator di kotak penalti.
“Kalau era-eranya Boaz saya sudah pensiun. Kalau misal saya masih main, pemain lokal keduanya Boaz. Kalau dibanding sama Bambang, Boaz itu lebih liar,” tutur pemain yang setia dengan nomor punggung 24 ini.
Liga Indonesia berkembang lebih modern seiring dengan itu, pemain asing terus berdatangan. Hampir seluruh klub memakai jasa asing di posisi penyerang hingga pemain lokal hampir tak dapat tempat reguler di klub.
“Kalau sekarang karena kesempatan untuk pemain lokalnya kecil, kan kebanyakan slot striker itu diisi asing, jadi lokalnya sekarang tetap diisi Boaz. Kesempatan pemain lokal kurang jadi tidak terlatih, tidak terekspos bahwa ada nih penyerang lokal setelah eranya Bambang dan Boaz, sekarang enggak ada,” bebernya.

Menjadi seorang pemain belakang, tentu ada rasa ketika ia kesulitan mengawal atau mengantisipasi ancaman penyerang-penyerang lawan. Dadang Hidayat saat masih aktif menjadi pemain pernah kewalahan dalam mengantisipasi penyerang Persija dan PSM Makassar.
Dua penyerang disebutkan Dadang dalam wawancaranya bersama SIMAMAUNG. Pertama, ada pemain lokal bernama Bambang Pamungkas. Duel sengit Persib vs Persija adalah sorotan di balik adanya duel Dahi vs Bepe jaman itu.
Bambang Pamungkas disebut Dadang sebagai penyerang paling komplet. Berbahaya saat berada di kotak penalti apalagi dalam melakukan duel udara dengan kemampuan jumping head-nya.
“Kalau bicara pemain lokal di situ paling ini (berbahaya) Bambang Pamungkas–pemain lokal–karena Bambang itu pemain yang komplet dia bola bawahnya bagus apalagi bola atas terkenal jumping head-nya bagus,” sebut Dadang.
Pengalaman Dahi dalam pertandingan ketika ia melakukan loncatan dan kalah duel menyongsong bola. Mengakibatkan kebobolan dan ia mengakui akan kualitas seorang Bepe. “Saya pernah ada bola crossing sama-sama loncat, tetap saja dia yang nemu (bola) menang duel dari belakang dan gol,” ingat Dadang.
Nama selanjutnya adalah pemain asing asal Uruguay, yakni Cristian El-loco Gonzales. Saat itu El-loco pertama kali ke Indonesia memperkuat PSM Makassar. Pemain yang punya insting mencetak gol yang tinggi dan cerdas menempatkan posisi.
“Kalau asing waktu itu Cristian Gonzales. Memang banyak kalau pemain asing (yang berbahaya). Gonzales pertama kali ketemu di PSM Makassar dengan (Oscar) Aravena, suplai bolanya ada di Aravena,” papar Dahi.
Setelah Dahi pensiun 2005, muncul ke permukaan pemain muda asal Jayapura Boaz Solossa. Beruntung Dahi tak pernah bertemu di pertandingan melawan Boaz. Kuat, tajam, sosok predator di kotak penalti.
“Kalau era-eranya Boaz saya sudah pensiun. Kalau misal saya masih main, pemain lokal keduanya Boaz. Kalau dibanding sama Bambang, Boaz itu lebih liar,” tutur pemain yang setia dengan nomor punggung 24 ini.
Liga Indonesia berkembang lebih modern seiring dengan itu, pemain asing terus berdatangan. Hampir seluruh klub memakai jasa asing di posisi penyerang hingga pemain lokal hampir tak dapat tempat reguler di klub.
“Kalau sekarang karena kesempatan untuk pemain lokalnya kecil, kan kebanyakan slot striker itu diisi asing, jadi lokalnya sekarang tetap diisi Boaz. Kesempatan pemain lokal kurang jadi tidak terlatih, tidak terekspos bahwa ada nih penyerang lokal setelah eranya Bambang dan Boaz, sekarang enggak ada,” bebernya.
