
Dengan keadaan cedera yang terus membaik dan kondisi fisik yang makin prima, Djibril Coulibaly akhirnya merasakan debut bersama Persib di pekan keempat. Bertandang ke markas Persik Kediri yang berlokasi di Stadion Brawijaya, Djibril masuk di menit 54 menggantikan Tantan. Ketajamannya langsung muncul, ia mencetak gol di menit 80 dan membawa Persib menang 3-0.
Naluri golnya belum meredup ternyata, berikutnya dia menyarangkan gol ke gawang Semen Padang (meski Persib akhirnya kalah). Lalu brace menawan di markas Barito Putera yang notabene mantan klubnya, dicaci sepanjang laga oleh pendukung tuan rumah, Djibril malah makin ganas. Sundulan di mulut gawang menerima umpan crossing Supardi dan tendangan kaki kiri jarak jauh membungkam seisi Stadion Demang Lehman.
Djibril juga menyarangkan gol ketika Persib melakukan comeback dramatis atas Arema di pekan ke-7 dan Persib menang 3-2 di Si Jalak Harupat. Persib ketinggalan 2-0 di babak pertama lewat gol Samsul Arif dan Gustavo Lopez. Djibril lalu mencetak gol balasan di babak kedua, lalu setelah itu Firman Utina dan Konate Makan menyusul hingga membuat Persib jadi berbalik unggul.
Lima gol dalam empat laga membuatnya disebut-sebut sebagai salah satu perekrutan terbaik untuk musim 2014. Namun setelah itu produktivitasnya luntur, tidak ada gol lain yang dicetak di putaran pertama grup Barat. Menit bermainnya juga terbilang sedikit karena di sisi lain, Ferdinand Sinaga sedang on fire sebagai striker ‘nomor 9’ dadakan Persib.
Kondisi cedera yang masih menghantui, rasa trauma yang jadi kendala Djibril belum tampil all out. Dia juga tentu menjadi sasaran empuk usilnya bek-bek lawan karena mempunyai cedera bawaan pada metatarsal kanannya. Pada akhirnya dia mulai mengalami krisis kepercayaan diri hingga sulit mendapat tempat sebagai pemain utama.
Pada putaran kedua, Djibril hanya mencetak tiga gol, itu pun ketika Persib menghadapi klub papan bawah yaitu Persegres, Persijap dan Persik. Djanur yang gerah dengan kontribusi Djibril di lapangan lantas lebih banyak memarkirnya atau cuma diturunkan sebagai pemain pengganti. Hingga akhirnya Persib melaju ke babak 8 besar hingga final, Djibril tidak mencetak gol lagi. Bahkan di semifinal dan final, Djibril sama sekali tidak mendapat menit bermain.
Masalah di kakinya ditenggarai menjadi masalah utama Djibril meski sempat moncer di awal musim. Itu yang membuatnya jarang tampil penuh selama kompetisi berjalan. Dari 28 laga Persib pada 2014, Djibril memang bermain 21 kali. Namun dia hanya bermain full time tiga kali saja. Angka itu memberi petunjuk ada kendala yang dialami Djibril dari soal fisik.
Namun bukan berarti kontribusi Djibril di Persib nihil. Di tim, jumlah 8 gol yang dicetaknya pada satu musim menempatkannya di posisi ketiga top skorer. Golnya hanya kalah dari Konate Makan (13 gol) dan Ferdinand Sinaga (11 gol). Bisa dikatakan perekrutan Djibril bukan merupakan kegagalan Persib mendatangkan striker asing baru.
Kehadiran Djibril juga membuat Persib mendapat berkah terselubung. Maung Bandung jadi memiliki gelandang asing dengan kemampuan lengkap seperti Konate Makan. Dipandang sebelah mata saat datang, siapa yang menyangka Konate akan menjadi pemain yang sangai berpengaruh di dalam tim. Tangguh, lincah, visi mumpuni dan tendangan mematikannya membuat lini tengah Persib dominan.
Berposisi sebagai gelandang juga tidak melulu membuatnya fokus untuk melayani pemain depan. Konate justru menjelma sebagai mesin gol Maung Bandung dan menjadi pencetak gol terbanyak dalam tim hingga akhirnya keluar sebagai juara. ‘Penyihir asal Mali’ ini berhasil melesakan 13 gol termasuk aksi gol penentu kemenangan atas Arema di extra time babak semifinal.
Efek lain dari kedatangan pemain yang memulai karir di klub Real Bamako ini adalah merangsang Djadjang Nurdjaman melakukan eksperimen yang berbuah hasil positif. Kepergian Sergio dan ada masalah di kaki Djibril membuat Djanur berpikir keras mencari solusi siapa pemain yang disiapkan sebagai striker. Ferdinand Sinaga pun akhirnya dicoba.
Ferdinand sebelumnya merupakan penyerang bertipe pelari yang biasa beroperasi di area flank. Namun melihat kebutuhan tim yang mendesak dan Persib masih punya winger lain seperti Atep, Tantan dan Ridwan, Ferdinand yang digeser ke tengah. Perjudian yang jitu, jebolan Persib junior tersebut mendapat musim terbaiknya sejak memulai karir profesional.
Inkonsistensi Djibril direspon sempurna oleh Ferdinand sepanjang musim. Dirinya sukses mencetak 11 gol yang menempatkannya jadi top skorer kedua di tim di bawah Konate Makan. Status sebagai pemain terbaik ISL 2014 pun jatuh ke pelukannya. Ferdinand pun menjelma menjadi penyerang lokal dengan atribusi yang lengkap.
Sebagai pemain berlabel bintang, Djibril juga patut diapresiasi karena tidak merusak keharmonisan tim ketika dia banyak terpinggirkan oleh pelatih. Salah satu kunci kesuksesan Persib menjadi juara untuk musim 2014 adalah skuat ramping namun begitu kompak di dalam dan luar lapangan. Nyaris tidak ada friksi di dalam tim yang membuat ruang ganti memanas.
Pada akhirnya, Djibril memang menjadi satu-satunya pemain asing yang dilepas Persib menjelang kompetisi 2015. Konate Makan dan Vladimir Vujovic dipertahankan oleh klub. Namun kontribusi Djibril tidak bisa begitu saja dilupakan. Suka tidak suka, Djibril sampai saat ini menjadi sebagai satu-satunya striker asing yang pernah mengangkat piala liga di tim Maung Bandung dan sejarah mencatatanya.
mang ZAED
15/06/2020 at 12:23
leres
Pengamat Persib
18/06/2020 at 16:51
naonna leres? judulna dosa karunya jibril padahal malaikat kade ah nu ngajieun berita make kata dosa jibril.