“Derby Bandung” Yang Seharusnya Selalu Ada
Tuesday, 07 April 2015 | 19:11
Selasa (07/04), Kick off pertandingan yang mempertemukan dua tim sekota yaitu Persib Bandung berhadapan dengan Pelita Bandung Raya (PBR), dalam lanjutan Qatar National Bank League (QNB League) pekan kedua di Stadion Si Jalak Harupat, dimajukan 15 menit untuk mengantisipasi insiden lampu padam, seperti yang terjadi pada laga antara Maung Bandung dan Semen Padang di pekan pertama.Pada laga tersebut Persib berhasil menjinakan saudara mudanya dengan skor 3-0 melalu gol dari Lord Atep, Makan Konate, dan pemain pengganti Taufiq.
Kedua tim sudah bertemu sebanyak 8 kali, dua pada gelaran liga edisi 2013, dan 4 kali pada musim lalu, plus satu pertemuan di Inter-Island Cup, dengan rekor kemenangan masih dipegang oleh Persib dengan 3 kali berhasil menaklukan The Boys Are Back.
Derby Bandung begitu titel yang disematkan kepada laga ini, yang memang gengsi pertandingannya sudah mulai meningkat seiring dengan meningkatnya kekuatan dan potensi yang dimiliki oleh Pelita Bandung Raya dalam setiap musimnya, Meskipun levelnya belum menyamai kondisi ketika Persib berhadapan dengan Persija Jakarta.
Dalam Pertandingan tersebut, pemain dari kedua tim terlihat lebih emosional dibanding pertemuan pertemuan sebelumnya. Biasanya para pemain Persib bersikap lebih santai dalam menghadapi derby ini, dan para pemain PBR lebih “santun” ketika berhadapan dengan saudara tua-nya. Hal ini bisa saja menandakan bahwa PBR sudah tidak ingin lagi berada di bawah bayang-bayang Pangeran Biru, kalau menilik kasus sama yang terjadi di sepakbola Inggris antara Manchester United dan Manchester City, pada kali ini PBR telah menjelma menjadi Noisy Neighbour bagi Persib.
Pada pertandingan tersebut memang Persib memenangi laga dengan skor cukup telak yaitu 3-0, tetapi sepanjang laga PBR berhasil membuat Persib kesulitan. Apa yang terjadi apabila PBR memiliki kekuatan finansial dan bermaterikan pemain berkualitas yang setara dengan Persib? Mungkin skor akhir tidak akan seperti yang sudah terjadi.
Derby Bandung ini menjadi sesuatu yang sangat positif bagi Persib, mengapa? Karena derby ini menjadi resistensi atas superioritas Persib tidak hanya di Kota Bandung, tetapi juga di seluruh Jawa Barat.
Mengapa resistensi ini menjadi positif?
Karena Persib sudah terlalu lama berada dalam kondisi yang nyaman, rivalitas yang harus dihadapi hanya ketika berhadapan dengan Persija Jakarta. Dan dalam kurun dua tahun terkahir, derby antara Persib dan Persija, bara rivalitasnya sudah mulai berkurang dibandingkan masa-masa sebelumnya. Sementara tim lain yang ada di Jawa Barat, Persikab Kab. Bandung dan PSGC Ciamis belum pernah sampai pada tingkat tertinggi sepak bola Indonesia seperti Persib. Bahkan tragisnya Persikab harus bermain di Piala Nusantara, setelah terdegradasi dari kompetisi Divisi Utama musim lalu.
Bertambahnya saingan ini nantinya akan berpengaruh pada level permainan Persib, dimana Maung Bandung akan terus meningkatkan kualitasnya tidak hanya untuk melewati satu rival, tetapi dua rival sekaligus. Dan akan berdampak juga dengan level permainan Persib ketika berhadapan dengan tim-tim lain di Indonesia. Karena tentunya dibutuhkan suatu persaingan untuk mengetahui seberapa bagus diri kita. Dengan persaingan yang positif tentunya.
Persib Membutuhkan Pesaing
Persib sebenarnya membutuhkan PBR dalam perjuangannya. Ingat saja, Persib selalu menjadi juara di Liga Indonesia ketika Persib mempunyai tim satu level di kota sendiri. Fakta tahun 1995 ketika Persib menjadi juara liga pertama ketika di kota Bandung ada tim bernama Bandung Raya bisa saja diabaikan, karena Persib masih menyisakan kekuatan yang mampu bersaing di level atas waktu itu. Tapi, musim 2014 bisa menjadi sample yang unik.
Menaiknya grafik permainan Persib di musim 2014 seiring dengan menaiknya grafik PBR yang juga menjadi bagian di babak 8 besar kompetisi di musim itu. Jika di musim sebelumnya, Persib dengan mudah dapat mengalahkan rival satu kotanya itu dan gagal di liga, maka di musim 2014, Persib mengalami kesulitan. Bahkan, Persib harus dua kali menelan kekalahan dari 4 pertemuan kedua tim musim lalu, tapi kemudian bisa menjadi juara.
Keadaan tidak nyaman ini bisa jadi membuat tim Persib terus berpikir bagaimana supaya tidak kalah dari PBR. Keadaan yang justru menguntungkan Persib karena teknis dan mental bertanding Persib ikut terkatrol dan Persib mulai meninggalkan zona nyaman karena adanya persaingan.
Sembilan belas tahun, Persib sendirian menghuni kota ini. Selama itu pula, gelar juara enggan menghampiri Persib. Ketika satu kekuatan kembali muncul di kota ini sebagai pesaing, Persib langsung menjadi Persib yang terlihat tidak ingin kalah dari “saudaranya” itu.
Jika derby membuat Persib tidak tenggelam dalam zona nyamannya, mungkinkah derby tersebut harus terus ada?
Oleh : Aun Rahman / @aunrrahman

Selasa (07/04), Kick off pertandingan yang mempertemukan dua tim sekota yaitu Persib Bandung berhadapan dengan Pelita Bandung Raya (PBR), dalam lanjutan Qatar National Bank League (QNB League) pekan kedua di Stadion Si Jalak Harupat, dimajukan 15 menit untuk mengantisipasi insiden lampu padam, seperti yang terjadi pada laga antara Maung Bandung dan Semen Padang di pekan pertama.Pada laga tersebut Persib berhasil menjinakan saudara mudanya dengan skor 3-0 melalu gol dari Lord Atep, Makan Konate, dan pemain pengganti Taufiq.
Kedua tim sudah bertemu sebanyak 8 kali, dua pada gelaran liga edisi 2013, dan 4 kali pada musim lalu, plus satu pertemuan di Inter-Island Cup, dengan rekor kemenangan masih dipegang oleh Persib dengan 3 kali berhasil menaklukan The Boys Are Back.
Derby Bandung begitu titel yang disematkan kepada laga ini, yang memang gengsi pertandingannya sudah mulai meningkat seiring dengan meningkatnya kekuatan dan potensi yang dimiliki oleh Pelita Bandung Raya dalam setiap musimnya, Meskipun levelnya belum menyamai kondisi ketika Persib berhadapan dengan Persija Jakarta.
Dalam Pertandingan tersebut, pemain dari kedua tim terlihat lebih emosional dibanding pertemuan pertemuan sebelumnya. Biasanya para pemain Persib bersikap lebih santai dalam menghadapi derby ini, dan para pemain PBR lebih “santun” ketika berhadapan dengan saudara tua-nya. Hal ini bisa saja menandakan bahwa PBR sudah tidak ingin lagi berada di bawah bayang-bayang Pangeran Biru, kalau menilik kasus sama yang terjadi di sepakbola Inggris antara Manchester United dan Manchester City, pada kali ini PBR telah menjelma menjadi Noisy Neighbour bagi Persib.
Pada pertandingan tersebut memang Persib memenangi laga dengan skor cukup telak yaitu 3-0, tetapi sepanjang laga PBR berhasil membuat Persib kesulitan. Apa yang terjadi apabila PBR memiliki kekuatan finansial dan bermaterikan pemain berkualitas yang setara dengan Persib? Mungkin skor akhir tidak akan seperti yang sudah terjadi.
Derby Bandung ini menjadi sesuatu yang sangat positif bagi Persib, mengapa? Karena derby ini menjadi resistensi atas superioritas Persib tidak hanya di Kota Bandung, tetapi juga di seluruh Jawa Barat.
Mengapa resistensi ini menjadi positif?
Karena Persib sudah terlalu lama berada dalam kondisi yang nyaman, rivalitas yang harus dihadapi hanya ketika berhadapan dengan Persija Jakarta. Dan dalam kurun dua tahun terkahir, derby antara Persib dan Persija, bara rivalitasnya sudah mulai berkurang dibandingkan masa-masa sebelumnya. Sementara tim lain yang ada di Jawa Barat, Persikab Kab. Bandung dan PSGC Ciamis belum pernah sampai pada tingkat tertinggi sepak bola Indonesia seperti Persib. Bahkan tragisnya Persikab harus bermain di Piala Nusantara, setelah terdegradasi dari kompetisi Divisi Utama musim lalu.
Bertambahnya saingan ini nantinya akan berpengaruh pada level permainan Persib, dimana Maung Bandung akan terus meningkatkan kualitasnya tidak hanya untuk melewati satu rival, tetapi dua rival sekaligus. Dan akan berdampak juga dengan level permainan Persib ketika berhadapan dengan tim-tim lain di Indonesia. Karena tentunya dibutuhkan suatu persaingan untuk mengetahui seberapa bagus diri kita. Dengan persaingan yang positif tentunya.
Persib Membutuhkan Pesaing
Persib sebenarnya membutuhkan PBR dalam perjuangannya. Ingat saja, Persib selalu menjadi juara di Liga Indonesia ketika Persib mempunyai tim satu level di kota sendiri. Fakta tahun 1995 ketika Persib menjadi juara liga pertama ketika di kota Bandung ada tim bernama Bandung Raya bisa saja diabaikan, karena Persib masih menyisakan kekuatan yang mampu bersaing di level atas waktu itu. Tapi, musim 2014 bisa menjadi sample yang unik.
Menaiknya grafik permainan Persib di musim 2014 seiring dengan menaiknya grafik PBR yang juga menjadi bagian di babak 8 besar kompetisi di musim itu. Jika di musim sebelumnya, Persib dengan mudah dapat mengalahkan rival satu kotanya itu dan gagal di liga, maka di musim 2014, Persib mengalami kesulitan. Bahkan, Persib harus dua kali menelan kekalahan dari 4 pertemuan kedua tim musim lalu, tapi kemudian bisa menjadi juara.
Keadaan tidak nyaman ini bisa jadi membuat tim Persib terus berpikir bagaimana supaya tidak kalah dari PBR. Keadaan yang justru menguntungkan Persib karena teknis dan mental bertanding Persib ikut terkatrol dan Persib mulai meninggalkan zona nyaman karena adanya persaingan.
Sembilan belas tahun, Persib sendirian menghuni kota ini. Selama itu pula, gelar juara enggan menghampiri Persib. Ketika satu kekuatan kembali muncul di kota ini sebagai pesaing, Persib langsung menjadi Persib yang terlihat tidak ingin kalah dari “saudaranya” itu.
Jika derby membuat Persib tidak tenggelam dalam zona nyamannya, mungkinkah derby tersebut harus terus ada?
Oleh : Aun Rahman / @aunrrahman

Bangga dg Persib, Bangga dg PBR.
respect PBR
harus selalu ada demi persaingan , moral, dan gengsi. disitulah seni dari sepakbola.
mun teu salah mah persib dua kali juara 1995 dan 2014 pas aya bandung raya exist dibandung,pas bandung raya tidak ada persib tidak juara.