Derap Langkah Pria Tersukses di Persib (Bagian II)
Friday, 12 June 2020 | 17:25
Sebelum menjadi pelatih kepala, nama Djadjang Nurdjaman dikenal sebagai spesialis asisten pelatih yang kerap menjadi caretaker ketika pelatih utama mundur. Seperti apa yang ia kerjakan di Pelita Jaya musim 2010/2011 menggantikan sosok pelatih asal Singapura Fandi Ahmad yang mundur. Mengangkat dan menyelamatkan Pelita dari jurang degradasi, hasilnya Pelita Jaya finis di posisi 12 klasemen akhir.
Djanur memang memiliki suratan takdir berkembang dan hidup meraih mimpi-mimpinya bersama Persib. Ia kemudian dipercaya mengarsiteki Maung Bandung musim liga 2013. Penunjukkan Djanur sempat diragukan, pasalnya ia hanya memiliki pengalaman menjadi pelatih di usia muda juga menjadi asisten pelatih.
Kendati demikian, Bobotoh memberikan kesempatan untuknya membangun kekuatan. Banyak belajar selama jadi asisten pelatih, mulai dari menemani pelatih kepala Indra Thohir, Arcan Iurie, Fandi Ahmad dan Rahmad Darmawan, membuat terbilang cakap dalam menyusun amunisi menyusun rencana.
Ia membawa pula anak-anak asuhnya semasa di Pelita Jaya, macam Supardi, M Ridwan, dan Firman Utina. Kepingan kesuksesan yang disusun dari nol oleh pelatih asal Majalengka itu. Keraguan Bobotoh mulai dibayar dicicil olehnya dengan menjuarai turnamen pra musim Celebes Cup 2013 di Stadion Siliwangi Bandung.
Pada ajang kompetisi kehadiran Serginho van Dijk juga membantu Djanur dalam bersaing di papan atas kompetisi. Djanur mampu menyelesaikan tugas di Persib satu musim penuh tanpa pemecatan seperti pelatih-pelatih sebelumnya yang pernah menangani Persib. Djadjang menempatkan Persib di posisi empat besar di edisi Indonesia Super League 2013.
Pada musim selanjutnya (2014) manajemen mengevaluasi kinerja pelatih, di samping itu isu jajaran komisaris PT Persib Bandung Bermartabat (PBB) yang ingin mendatangkan eks pelatih Timnas Indonesia asal Austria Alfred Riedl. Dengar-dengar Firman Utina sebagai perwakilan pemain ikut mempengaruhi keputusan para bos agar tetap percaya kepada Jajang Nurjaman yang telah membangun tim ini dari titik nol.
Firman Utina membukakan mata bahwa untuk mengobati kerinduan Persib dan Bobotoh akan gelar juara dibutuhkan proses yang sama-sama harus memiliki rasa saling percaya dan saling mendukung. Persib disebut sudah setengah jalan dalam membangun kekuatan solid, pondasi yang kokoh, hanya butuh support untuk melengkapi kepingan puzzle yang hilang atau belum ditemukan.
Djadjang Nurdjaman dipertahankan PT PBB musim 2014 untuk melanjutkan usahanya mengobati kerinduan akan prestasi. Bekerja sepenuh hati itu lah Djanur yang punya DNA sebagai orang sunda yang bangga dan tak pernah menyerah berusaha memberikan yang terbaik demi nama Persib.
Pada musim itu Persib mendatangkan Achmad Jufriyanto, duo Mali Djibril Coulibaly – Makan Konate, dan memulangkan penyerang Ferdinand Sinaga. Kejeliannya pula meminang bek Montenegro Vladimir Vujovic, serta mengisi kedalaman skuad dengan mendatangkan Taufiq dari Persebaya.
Skuad minim Djanur hanya membutuhkan 21 pemain pada musim itu lolos ke babak 8 besar di fase awal. Pengharapan untuk juara dipupuk Bobotoh seperti musim-musim sebelumnya. Persib tak terhentikan lolos lebih dini ke babak semi final. Tantangan lalu datang dari Arema Cronus, Vladimir Vujovic, Konate, dan Atep membawa Persib ke final.
Tinggal selangkah lagi, Djanur melengkapi koleksi gelar juaranya sebagai pemain, asisten pelatih, dan kini pelatih. Juara bertahan Persipura dijajal, sengit hingga pertandingan harus berlanjut ke babak tos tosan. Senyum lebar Djanur sambil menangis haru, tak kuasa ia bersimpuh melakukan sujud syukur usai Achmad Jufriyanto sukses eksekusi penalti sebagai penentu juara. 19 tahun puasa gelar diputus sejak saat itu 7 November 2014.
Juaranya Persib menjadikan mereka wakil di kompetisi AFC Cup 2015. Djanur yang masih menahkodai Atep dan Firman Utina cs bisa lolos ke babak 16 besar. Langkahnya terhenti oleh klub asal Tiongkok Kitchee SC. Pada tahun itu pula koleksi gelar Djanur kepada Persib bertambah, selain juara Turnamen Piala Wali Kota Padang, Piala Presiden diraihnya dengan mayoritas pemain yang sama.
Era Djanur belum selesai walau disisihkan secara halus oleh manajemen dengan menyekolahkan ia ke Italia untuk berguru kursus kepelatihan di Inter Milan selama Indonesia kena banned FIFA. Seiring dengan itu, Persib mendatangkan Dejan Antonic sebagai suksesor Jajang di Indonesia Soccer Championship 2016.
Standar tinggi yang telah dicapai Djanur di Persib tak mampu digapai Dejan dan anak-anak asuhnya. Sebagian skuad juara juga perlahan mulai menginggalkan tim. Bobotoh ingin Djanur kembali, pulang lah yang dinantikan guna kembali menangani Persib di tengah musim 2016. Sedikit demi sedikit memperbaiki performa dan menyelesaikan musim dengan skuad seadanya.
Kesempatan kedua Djanur kembali mengukir prestasi musim Liga 1 2017. Sayang cerita indah di tahun-tahun sebelumnya tak dapat terulang kembali. Strategi usang, terbatas dalam keleluasaan memilih pemain, buat Janur dalam tekanan. Ia sendiri tak mampu menyamai standar tinggi yang sudah ia buat sebelumnya.
Djanur menyerah dengan tekanan hebat, ia memutuskan mundur dari klub. Akhir cerita yang tak menyenangkan, andai ia tak kembali selepas juara, maka namanya harum tanpa bau. Tapi begitu ia tetap lah Djadjang Nurdjaman, kiprah dan rekornya akan sulit disamai sepanjang sejarah klub.

Sebelum menjadi pelatih kepala, nama Djadjang Nurdjaman dikenal sebagai spesialis asisten pelatih yang kerap menjadi caretaker ketika pelatih utama mundur. Seperti apa yang ia kerjakan di Pelita Jaya musim 2010/2011 menggantikan sosok pelatih asal Singapura Fandi Ahmad yang mundur. Mengangkat dan menyelamatkan Pelita dari jurang degradasi, hasilnya Pelita Jaya finis di posisi 12 klasemen akhir.
Djanur memang memiliki suratan takdir berkembang dan hidup meraih mimpi-mimpinya bersama Persib. Ia kemudian dipercaya mengarsiteki Maung Bandung musim liga 2013. Penunjukkan Djanur sempat diragukan, pasalnya ia hanya memiliki pengalaman menjadi pelatih di usia muda juga menjadi asisten pelatih.
Kendati demikian, Bobotoh memberikan kesempatan untuknya membangun kekuatan. Banyak belajar selama jadi asisten pelatih, mulai dari menemani pelatih kepala Indra Thohir, Arcan Iurie, Fandi Ahmad dan Rahmad Darmawan, membuat terbilang cakap dalam menyusun amunisi menyusun rencana.
Ia membawa pula anak-anak asuhnya semasa di Pelita Jaya, macam Supardi, M Ridwan, dan Firman Utina. Kepingan kesuksesan yang disusun dari nol oleh pelatih asal Majalengka itu. Keraguan Bobotoh mulai dibayar dicicil olehnya dengan menjuarai turnamen pra musim Celebes Cup 2013 di Stadion Siliwangi Bandung.
Pada ajang kompetisi kehadiran Serginho van Dijk juga membantu Djanur dalam bersaing di papan atas kompetisi. Djanur mampu menyelesaikan tugas di Persib satu musim penuh tanpa pemecatan seperti pelatih-pelatih sebelumnya yang pernah menangani Persib. Djadjang menempatkan Persib di posisi empat besar di edisi Indonesia Super League 2013.
Pada musim selanjutnya (2014) manajemen mengevaluasi kinerja pelatih, di samping itu isu jajaran komisaris PT Persib Bandung Bermartabat (PBB) yang ingin mendatangkan eks pelatih Timnas Indonesia asal Austria Alfred Riedl. Dengar-dengar Firman Utina sebagai perwakilan pemain ikut mempengaruhi keputusan para bos agar tetap percaya kepada Jajang Nurjaman yang telah membangun tim ini dari titik nol.
Firman Utina membukakan mata bahwa untuk mengobati kerinduan Persib dan Bobotoh akan gelar juara dibutuhkan proses yang sama-sama harus memiliki rasa saling percaya dan saling mendukung. Persib disebut sudah setengah jalan dalam membangun kekuatan solid, pondasi yang kokoh, hanya butuh support untuk melengkapi kepingan puzzle yang hilang atau belum ditemukan.
Djadjang Nurdjaman dipertahankan PT PBB musim 2014 untuk melanjutkan usahanya mengobati kerinduan akan prestasi. Bekerja sepenuh hati itu lah Djanur yang punya DNA sebagai orang sunda yang bangga dan tak pernah menyerah berusaha memberikan yang terbaik demi nama Persib.
Pada musim itu Persib mendatangkan Achmad Jufriyanto, duo Mali Djibril Coulibaly – Makan Konate, dan memulangkan penyerang Ferdinand Sinaga. Kejeliannya pula meminang bek Montenegro Vladimir Vujovic, serta mengisi kedalaman skuad dengan mendatangkan Taufiq dari Persebaya.
Skuad minim Djanur hanya membutuhkan 21 pemain pada musim itu lolos ke babak 8 besar di fase awal. Pengharapan untuk juara dipupuk Bobotoh seperti musim-musim sebelumnya. Persib tak terhentikan lolos lebih dini ke babak semi final. Tantangan lalu datang dari Arema Cronus, Vladimir Vujovic, Konate, dan Atep membawa Persib ke final.
Tinggal selangkah lagi, Djanur melengkapi koleksi gelar juaranya sebagai pemain, asisten pelatih, dan kini pelatih. Juara bertahan Persipura dijajal, sengit hingga pertandingan harus berlanjut ke babak tos tosan. Senyum lebar Djanur sambil menangis haru, tak kuasa ia bersimpuh melakukan sujud syukur usai Achmad Jufriyanto sukses eksekusi penalti sebagai penentu juara. 19 tahun puasa gelar diputus sejak saat itu 7 November 2014.
Juaranya Persib menjadikan mereka wakil di kompetisi AFC Cup 2015. Djanur yang masih menahkodai Atep dan Firman Utina cs bisa lolos ke babak 16 besar. Langkahnya terhenti oleh klub asal Tiongkok Kitchee SC. Pada tahun itu pula koleksi gelar Djanur kepada Persib bertambah, selain juara Turnamen Piala Wali Kota Padang, Piala Presiden diraihnya dengan mayoritas pemain yang sama.
Era Djanur belum selesai walau disisihkan secara halus oleh manajemen dengan menyekolahkan ia ke Italia untuk berguru kursus kepelatihan di Inter Milan selama Indonesia kena banned FIFA. Seiring dengan itu, Persib mendatangkan Dejan Antonic sebagai suksesor Jajang di Indonesia Soccer Championship 2016.
Standar tinggi yang telah dicapai Djanur di Persib tak mampu digapai Dejan dan anak-anak asuhnya. Sebagian skuad juara juga perlahan mulai menginggalkan tim. Bobotoh ingin Djanur kembali, pulang lah yang dinantikan guna kembali menangani Persib di tengah musim 2016. Sedikit demi sedikit memperbaiki performa dan menyelesaikan musim dengan skuad seadanya.
Kesempatan kedua Djanur kembali mengukir prestasi musim Liga 1 2017. Sayang cerita indah di tahun-tahun sebelumnya tak dapat terulang kembali. Strategi usang, terbatas dalam keleluasaan memilih pemain, buat Janur dalam tekanan. Ia sendiri tak mampu menyamai standar tinggi yang sudah ia buat sebelumnya.
Djanur menyerah dengan tekanan hebat, ia memutuskan mundur dari klub. Akhir cerita yang tak menyenangkan, andai ia tak kembali selepas juara, maka namanya harum tanpa bau. Tapi begitu ia tetap lah Djadjang Nurdjaman, kiprah dan rekornya akan sulit disamai sepanjang sejarah klub.
