Berharap Pada Kambing Hitam?
Monday, 15 June 2015 | 15:40
Beruntung perebutan medali perunggu SEA Games cabang sepakbola dilaksanakan pada Senin siang (pukul 13.000 WIB), saat sebagian masyarakat Indonesia tengah sibuk di tempat kerjanya. Setidaknya, hal tersebut mengurangi risiko sakit hati mendalam, caci maki berlebih, dan kehancuran televisi akibat menonton pertandingan Timnas Indonesia tercinta. Permainan biasa saja Vietnam berhasil menghancurkan timnas Indonesia 5 gol tanpa balas. Setidaknya skor itu bertahan hingga menit 75 sebelum TV penulis hancur akibat luapan kekesalan yang berlebih. Entah berapa skor akhirnya… Masih terlalu kesal untuk mencari tahu. Bahkan lebih kesal dari kepo timeline mantan pacar yang sudah punya gandengan baru.
Dan seperti biasa, setelah kegagalan demi kegagalan yang dialami timnas sepakbola kita, bukan evaluasi bersolusi yang dilakukan. Mulai dari masyarakat, pemain, pelatih, hingga beliau-beliau di “pucuk” justru lebih sibuk mencari kambing hitam.
Salah satu kambing hitam yang namanya kerap dijadikan alasan merosotnya prestasi timnas kita adalah MAFIA. Mafia besar dikabarkan tengah menunggangi sepakbola Indonesia. Pertandingan dijual ke bandar judi, bahkan skor pertandingan internasional yang dapat diatur sesuka hati. Hebat benar jika memang ada. Mafia kelas kakap dari Indonesia yang tentu sudah punya “nama” jika sampai bisa mengatur skor pertandingan internasional. Namun, semuanya masih sebatas “katanya”. Masih sebatas isu yang bergulir bak bola salju. Semakin merosot prestasi timnas, semakin keras juga suara akan isu tersebut.
JIKA memang benar ada warga Indonesia sehebat itu, apa mereka tak punya rasa nasionalisme? Apa dollar sudah membuat mereka kehilangan kebanggaan melihat garuda berjaya? Tak cukup kah rumah dan mobil mewah yang mereka tukar dengan puasa gelar Indonesia di kancah internasional. Bahkan untuk regional Asia Tenggara saja Indonesia sudah tak lagi disegani. Apa benar ada warga Indonesia yang setega itu pada negaranya sendiri? Sekali lagi, JIKA memang benar adanya, penulis mohon SEKALIIIII saja tolong aturkan (jika memang harus diatur) satu saja gelar dari sepakbola untuk negara tercinta ini. Hitung-hitung balas budi pada pada pecinta sepakbola yang telah sering kalian kecewakan. Sebagai balas budi pada ibu pertiwi yang telah kalian khianati.
Namun, selama belum ada bukti konkret, isu mafia hanyalah mitos belaka. Lagipula, jika dipikir secara logika, kemerosotan prestasi sepakbola Indonesia tentu membuat timnas Indonesia tidak memiliki nilai tukar yang tinggi. Sebagai efeknya, dalam dunia betting tentu akan banyak yang “masang” untuk kekalahan Indonesia. Dan mengatur skor untuk kemenangan Indonesia tentu akan lebih menguntungkan! Lantas, JIKA memang benar adanya mafia pengaturan skor, untuk apa mengatur kekalahan Indonesia yang tanpa diatur pun akan dengan mudah kalah telak dari Thailand, Vietnam, Malaysia, bahkan Myanmar sekalipun. Jangan sampai isu mafia dan pengaturan skor hanya dijadikan sebagai pembias kemerosotan timnas sepakbola kita.
Yang pasti, penulis berharap kegagalan demi kegagalan yang dialami timnas sepakbola Indonesia dapat menjadi bahan evaluasi yang menghasilkan solusi kedepannya. Sudah cukup saling menyalahkannya, sudah cukup saling sikutnya. Tak perlu lagi cari kambing hitam, apalagi sampai saling tuding sebagai mafia pengaturan skor. JIKA pun memang ada, lawan para pengatur pertandingan dengan PEMBINAAN yang baik, bersih, sehat dan berdaya saing tinggi! Karena demi sebuah kebanggaan, HARAM hukumnya berharap pada mereka yang lebih CINTA dollar ketimbang cinta TANAH AIRNYA SENDIRI, sebagaimana HARAM-nya MENCINTAI kabogoh batur melebihi cinta pada kabogoh sendiri (read : mun aya!)
Penulis hanya mahasiswa biasa yang suka kukulutus teu puguh di akun @fikrihakim94

Beruntung perebutan medali perunggu SEA Games cabang sepakbola dilaksanakan pada Senin siang (pukul 13.000 WIB), saat sebagian masyarakat Indonesia tengah sibuk di tempat kerjanya. Setidaknya, hal tersebut mengurangi risiko sakit hati mendalam, caci maki berlebih, dan kehancuran televisi akibat menonton pertandingan Timnas Indonesia tercinta. Permainan biasa saja Vietnam berhasil menghancurkan timnas Indonesia 5 gol tanpa balas. Setidaknya skor itu bertahan hingga menit 75 sebelum TV penulis hancur akibat luapan kekesalan yang berlebih. Entah berapa skor akhirnya… Masih terlalu kesal untuk mencari tahu. Bahkan lebih kesal dari kepo timeline mantan pacar yang sudah punya gandengan baru.
Dan seperti biasa, setelah kegagalan demi kegagalan yang dialami timnas sepakbola kita, bukan evaluasi bersolusi yang dilakukan. Mulai dari masyarakat, pemain, pelatih, hingga beliau-beliau di “pucuk” justru lebih sibuk mencari kambing hitam.
Salah satu kambing hitam yang namanya kerap dijadikan alasan merosotnya prestasi timnas kita adalah MAFIA. Mafia besar dikabarkan tengah menunggangi sepakbola Indonesia. Pertandingan dijual ke bandar judi, bahkan skor pertandingan internasional yang dapat diatur sesuka hati. Hebat benar jika memang ada. Mafia kelas kakap dari Indonesia yang tentu sudah punya “nama” jika sampai bisa mengatur skor pertandingan internasional. Namun, semuanya masih sebatas “katanya”. Masih sebatas isu yang bergulir bak bola salju. Semakin merosot prestasi timnas, semakin keras juga suara akan isu tersebut.
JIKA memang benar ada warga Indonesia sehebat itu, apa mereka tak punya rasa nasionalisme? Apa dollar sudah membuat mereka kehilangan kebanggaan melihat garuda berjaya? Tak cukup kah rumah dan mobil mewah yang mereka tukar dengan puasa gelar Indonesia di kancah internasional. Bahkan untuk regional Asia Tenggara saja Indonesia sudah tak lagi disegani. Apa benar ada warga Indonesia yang setega itu pada negaranya sendiri? Sekali lagi, JIKA memang benar adanya, penulis mohon SEKALIIIII saja tolong aturkan (jika memang harus diatur) satu saja gelar dari sepakbola untuk negara tercinta ini. Hitung-hitung balas budi pada pada pecinta sepakbola yang telah sering kalian kecewakan. Sebagai balas budi pada ibu pertiwi yang telah kalian khianati.
Namun, selama belum ada bukti konkret, isu mafia hanyalah mitos belaka. Lagipula, jika dipikir secara logika, kemerosotan prestasi sepakbola Indonesia tentu membuat timnas Indonesia tidak memiliki nilai tukar yang tinggi. Sebagai efeknya, dalam dunia betting tentu akan banyak yang “masang” untuk kekalahan Indonesia. Dan mengatur skor untuk kemenangan Indonesia tentu akan lebih menguntungkan! Lantas, JIKA memang benar adanya mafia pengaturan skor, untuk apa mengatur kekalahan Indonesia yang tanpa diatur pun akan dengan mudah kalah telak dari Thailand, Vietnam, Malaysia, bahkan Myanmar sekalipun. Jangan sampai isu mafia dan pengaturan skor hanya dijadikan sebagai pembias kemerosotan timnas sepakbola kita.
Yang pasti, penulis berharap kegagalan demi kegagalan yang dialami timnas sepakbola Indonesia dapat menjadi bahan evaluasi yang menghasilkan solusi kedepannya. Sudah cukup saling menyalahkannya, sudah cukup saling sikutnya. Tak perlu lagi cari kambing hitam, apalagi sampai saling tuding sebagai mafia pengaturan skor. JIKA pun memang ada, lawan para pengatur pertandingan dengan PEMBINAAN yang baik, bersih, sehat dan berdaya saing tinggi! Karena demi sebuah kebanggaan, HARAM hukumnya berharap pada mereka yang lebih CINTA dollar ketimbang cinta TANAH AIRNYA SENDIRI, sebagaimana HARAM-nya MENCINTAI kabogoh batur melebihi cinta pada kabogoh sendiri (read : mun aya!)
Penulis hanya mahasiswa biasa yang suka kukulutus teu puguh di akun @fikrihakim94

Aslina! Ceurik ningali timnas di eme eme nagara batur!