Berangkatlah Dengan Penuh Cinta
Friday, 16 October 2015 | 00:23
Lega rasanya setelah mengetahui ketuk palu venue untuk final Piala Presiden 2015 diumumkan, bukan karena Stadion Gelora Bung Karno (GBK) yang pada akhirnya dipilih sebagai tempat pergelaran, tetapi kepastianlah yang akhirnya membuat lega, tidak ada lagi tanda tanya, spekulasi, ataupun rumor dimana laga ini akan dihelat. Lelah rasanya menunggu pengumuman venue itu, Hayati lelah, bang!.
Itulah kenyataannya sepakbola kita, andai kita diharuskan untuk bersyukur ya anggaplah saja ini sebagai warna dan dinamika dari negeri ini dimana sepakbola hampir mirip dengan kisah cinta masyarakat, selalu ada kemungkinan adanya pemberi harapan palsu. Kali ini pihak Mahaka Sports & entertainment yang hampir saja menjadi penjahat cinta itu, ia hampir memberi harapan palsu pada apa yang telah ia janjikan, yaitu dihelatnya laga final di Jakarta. Sempat ada nama lain yang muncul, namun Stadion Manahan Solo dan Dipta Gianyar Bali masih belum mampu ketertarikan Mahaka pada kecantikan dan kemegahan Gelora Bung Karno.
Lupakan pada seorang pemberi harapan palsu, toh pada akhirnya Mahaka mampu setia dengan pilihannya, Gelora Bung Karno. Kini ada pecinta, ada yang dicinta dan ada yang menjadi pencemburu. Pilihan Mahaka pada Gelora Bung Karno sebagai tempat digelarnya laga final antara Persib Bandung vs Sriwijaya FC menumbuhkan rasa cemburu pada sosok sebagian kelompok supporter Persija Jakarta yang tidak rela Stadion termegah di Indonesia itu didatangi oleh supporter Persib Bandung (Bobotoh). Tak perlu diungkapkan lagi di sini bagaimana rasa cemburu itu muncul, sudah banyak media yang mengabarkan tentang hal itu.
Rasa cemburu yang membara, seakan-akan menjadi warna dari laga final ini bukan datang dari dalam lapangan, justru dari luar stadion. Hal inilah yang menjadi pusat perhatian bagaimana Puluhan Ribu Bobotoh akan memasuki Ibu Kota, mengingat bentrokan yang sering terjadi antara kedua supporter, terakhir kejadian dimana bis bobotoh saat pulang dari Palembang yang mengalami bentrokan di Tol dengan pencemburu tersebut. Menyadari hal ini, sepertinya laga final Piala Presiden 2015 bukan hanya berbicara siapa yang menang dan kalah, ada yang lebih ditaruhkan dan mengambil alih perhatian, yaitu nyawa.
Psywar-psywar dari supporter Persija seperti aksi “Tolak Final di Jakarta”, “Tolak Bobotoh ke Jakarta”, hingga ancaman-ancaman pembunuhan di media sosial sangat disayangkan. Tetapi biarlah, seperti halnya kisah cinta, pencemburu itu selalu ada meskipun pada akhirnya sebenarnya saya ingin berucap “Untuk cemburupun kalian tak berhak”.
Lalu apa yang harus dilakukan oleh Bobotoh sebagai objek yang mereka cemburui?, tak usah melawan, karena tujuan kita adalah menonton dan mendukung Persib Bandung. Tak perlulah kita berniat menyombongkan diri bahwa GBK akan membiru, masyarakat Indonesia sudah tahu dengan sendirinya sejak dulu bila Persib main stadion selalu biru, media akan dengan sendirinya memberitakan itu semua. Tak perlulah mulut kita memprovokasi, rasa-rasanya do’a jauh lebih penting dipanjatkan dari sekedar provokasi. Ingat tujuan kita adalah menatap jalannya 90 menit pertandingan dan berharap pemain Persib melakukan victory lap sambil membawa piala di akhir pertandingan.
Andai saya boleh berpesan pada diri saya pribadi dan bobotoh lainnya, ingat jangan arogan, jadilah bobotoh yang santun, nyawa terlalu murah hanya untuk digadaikan demi sebuah partai final ‘tarkam’ berlabel Piala Presiden. Berangkatlah dengan gembira dan penuh cinta menuju Gelora Bung Karno, selalu ingat bahwa hiraukanlah pencemburu, karena yang mencintai kita telah menunggu di rumah. Mengetahui bahwa kita memiliki orang yang menunggu kedatangan kita jauh lebih indah daripada menanggapi sang pencemburu. Lalu, tentunya kita berharap sepulangnya kita dari Jakarta anak kita menyambut kepulangan kita seraya berkata “Ayah…akhirnya pulang juga, selamat ayah Persibnya menang, muach”.
Ditulis oleh Handi Subagja, twitter @handibagja

Lega rasanya setelah mengetahui ketuk palu venue untuk final Piala Presiden 2015 diumumkan, bukan karena Stadion Gelora Bung Karno (GBK) yang pada akhirnya dipilih sebagai tempat pergelaran, tetapi kepastianlah yang akhirnya membuat lega, tidak ada lagi tanda tanya, spekulasi, ataupun rumor dimana laga ini akan dihelat. Lelah rasanya menunggu pengumuman venue itu, Hayati lelah, bang!.
Itulah kenyataannya sepakbola kita, andai kita diharuskan untuk bersyukur ya anggaplah saja ini sebagai warna dan dinamika dari negeri ini dimana sepakbola hampir mirip dengan kisah cinta masyarakat, selalu ada kemungkinan adanya pemberi harapan palsu. Kali ini pihak Mahaka Sports & entertainment yang hampir saja menjadi penjahat cinta itu, ia hampir memberi harapan palsu pada apa yang telah ia janjikan, yaitu dihelatnya laga final di Jakarta. Sempat ada nama lain yang muncul, namun Stadion Manahan Solo dan Dipta Gianyar Bali masih belum mampu ketertarikan Mahaka pada kecantikan dan kemegahan Gelora Bung Karno.
Lupakan pada seorang pemberi harapan palsu, toh pada akhirnya Mahaka mampu setia dengan pilihannya, Gelora Bung Karno. Kini ada pecinta, ada yang dicinta dan ada yang menjadi pencemburu. Pilihan Mahaka pada Gelora Bung Karno sebagai tempat digelarnya laga final antara Persib Bandung vs Sriwijaya FC menumbuhkan rasa cemburu pada sosok sebagian kelompok supporter Persija Jakarta yang tidak rela Stadion termegah di Indonesia itu didatangi oleh supporter Persib Bandung (Bobotoh). Tak perlu diungkapkan lagi di sini bagaimana rasa cemburu itu muncul, sudah banyak media yang mengabarkan tentang hal itu.
Rasa cemburu yang membara, seakan-akan menjadi warna dari laga final ini bukan datang dari dalam lapangan, justru dari luar stadion. Hal inilah yang menjadi pusat perhatian bagaimana Puluhan Ribu Bobotoh akan memasuki Ibu Kota, mengingat bentrokan yang sering terjadi antara kedua supporter, terakhir kejadian dimana bis bobotoh saat pulang dari Palembang yang mengalami bentrokan di Tol dengan pencemburu tersebut. Menyadari hal ini, sepertinya laga final Piala Presiden 2015 bukan hanya berbicara siapa yang menang dan kalah, ada yang lebih ditaruhkan dan mengambil alih perhatian, yaitu nyawa.
Psywar-psywar dari supporter Persija seperti aksi “Tolak Final di Jakarta”, “Tolak Bobotoh ke Jakarta”, hingga ancaman-ancaman pembunuhan di media sosial sangat disayangkan. Tetapi biarlah, seperti halnya kisah cinta, pencemburu itu selalu ada meskipun pada akhirnya sebenarnya saya ingin berucap “Untuk cemburupun kalian tak berhak”.
Lalu apa yang harus dilakukan oleh Bobotoh sebagai objek yang mereka cemburui?, tak usah melawan, karena tujuan kita adalah menonton dan mendukung Persib Bandung. Tak perlulah kita berniat menyombongkan diri bahwa GBK akan membiru, masyarakat Indonesia sudah tahu dengan sendirinya sejak dulu bila Persib main stadion selalu biru, media akan dengan sendirinya memberitakan itu semua. Tak perlulah mulut kita memprovokasi, rasa-rasanya do’a jauh lebih penting dipanjatkan dari sekedar provokasi. Ingat tujuan kita adalah menatap jalannya 90 menit pertandingan dan berharap pemain Persib melakukan victory lap sambil membawa piala di akhir pertandingan.
Andai saya boleh berpesan pada diri saya pribadi dan bobotoh lainnya, ingat jangan arogan, jadilah bobotoh yang santun, nyawa terlalu murah hanya untuk digadaikan demi sebuah partai final ‘tarkam’ berlabel Piala Presiden. Berangkatlah dengan gembira dan penuh cinta menuju Gelora Bung Karno, selalu ingat bahwa hiraukanlah pencemburu, karena yang mencintai kita telah menunggu di rumah. Mengetahui bahwa kita memiliki orang yang menunggu kedatangan kita jauh lebih indah daripada menanggapi sang pencemburu. Lalu, tentunya kita berharap sepulangnya kita dari Jakarta anak kita menyambut kepulangan kita seraya berkata “Ayah…akhirnya pulang juga, selamat ayah Persibnya menang, muach”.
Ditulis oleh Handi Subagja, twitter @handibagja

Pastikan Persib Juaranya, walaupun menang tipis
apalagi menang besar, Persib the best