BANDUNG vs Pelatih Sepakbola (Bagian Kedua)
Wednesday, 20 July 2011 | 09:14Oleh: Ekomaung Noer Kristiyanto
Tulisan ini merupakan sambungan dari tulisan pertama: BANDUNG vs Pelatih Sepakbola (Bagian Pertama)

Saya ingin mengawali tulisan kedua dari trilogi Bandung vs pelatih sepakbola yang saya rencanakan ini dengan ucapan terima kasih kepada Wolfgang Pikal dan Lukas Tumbuan yang telah mengapresiasi tulisan saya sebelumnya melalui FB, Lukas Tumbuan bagi saya adalah sedikit dari pelatih bercitarasa Internasional yang dimiliki Bandung, Lukas Tumbuan pernah menimba ilmu kepelatihan di Belanda juga dan namanya sangat dikenal di klub-klub Jawa Tengah yang tengah berupaya mengatrol harga diri dikompetisi divisi utama, terakhir kali saya dengar Kang Lukas Tumbuan melatih persiku kudus.
Ucapan Kang Lukas yang membekas bagi saya adalah betapa dirinya tidak menganggap bakat itu adalah sesuatu yang penting dan menentukan untuk seorang pemain sepakbola, karena seorang pemain tanpa bakat pun dapat dicetak melalui sebuah sistem pembinaan yang baik dan kerja keras, sebuah cara pandang yang sangat mirip dengan Harry Singraven pelatih dari KNVB (Federasi Sepakbola Belanda) yang saya ceritakan di tulisan sebelumnya, oleh karena itu Harry tidak terlalu takjub dengan kabar surga mengenai melimpahnya bakat di Indonesia, baginya bakat hanyalah penunjang dan anugerah.

Masih mengenai Hary Singraven dan kedisiplinannya, sebenarnya kedisiplinan ala eropa ini pernah saya rasakan juga dan saya saksikan secara nyata loh sekitar 5 tahun yang lalu ditubuh PERSIB Bandung, ketika itu PERSIB dengan pelatih baru mereka asal moldova akan berangkat ke yogyakarta guna menghadapi PSIM di stadion mandala krida, ini adalah ujian pertama bagi Arcaan Iurie. Saya yang ketika itu masih remaja, menjadi reporter program “PERSIB Aing” STV Bandung meliput keberangkatan mereka di stasiun Bandung, dan apa yang saya lihat sungguhlah berkesan……
Untuk pertama kalinya saya menyaksikan skuad PERSIB “ala eropa” diluar lapangan, Ya!….rupanya Iurie memerintahkan para pemainnya untuk mengenakan pakaian yang sama ketika berangkat tur, dan itu dilaksanakan dengan sempurna, seluruh pemain mengenakan polo-shirt dari salah satu apparel dipadukan dengan celana panjang dan sepatu, tidak seperti saat ini dimana pasti saja ada pemain yang “belang” (ada yang pake sandal, kaos oblong, celana pendek) meski diinstruksikan berpakaian sama dalam tur, saat itu seluruh pemain melaksanakan aturan main ini tanpa terkecuali, maka aura kebersamaan dan kedisiplinan pun begitu terasa dalam iring-iringan tim saat itu, asa jiga ningali pemain eropa rek maen sanajan loba nempo, garaya, entah itu juga hal “sepele” yang berpengaruh kepada tim karena pada akhirnya tim PERSIB sukses meraih kemenangan pertamanya musim itu melalui gol dari Zaenal Arif dan Gendut Doni.

Namun entah mengapa Iurie yang begitu berdisiplin dan tanpa kompromi dimata saya, lama kelamaan kok mengendur dan menjadi “orang PERSIB pada umumnya”, karena kesan itu tak nampak lagi pada bulan-bulan berikutnya, hehe ini mungkin yang namanya “beradaptasi dengan pribumi”.
Jujur saja Arcaan Iurie merupakan sosok yang menarik bagi saya, dia adalah pelatih yang stylish, cara berpakaiannya berkelas, dan Iurie pun memiliki selera bagus dalam memilih merk dan tempat untuk bersenang-senang termasuk ketika mengundang saya ketika melaksanakan pesta ulang tahun disalah satu kafe ternama di kota Bandung.
Iurie yang pada awalnya saya kenal memiliki “rules” entah mengapa semakin lama seakan tunduk pada “rules” lain, dia seakan syok dengan lingkungan dan tekanan sepakbola ala Bandung (dari bobotoh, mantan, pengurus gurame) , seringkali dia mengeluhkan statement-statement di surat kabar yang mungkin menurutnya berasal dari kubu-kubu konservatif PERSIB yang tidak menghendaki kehadiran pelatih luar apalagi asing, dan mungkin kesalahan terbesar Iurie adalah dia justru sangat sering membaca koran, seringkali Iurie menanyakan arti-arti dari kata yang dia baca dan tampaknya dia pun cukup terprovokasi jika ada berita yang menyudutkan atau tidak berkenan, dalam menghadapi masalah seperti ini tampaknya Iurie tak memiliki cukup solusi, dirinya terkadang larut dalam tekanan, namun saya tak ingin menduga-duga dan membicarakan hal ini lebih jauh, orang-orang terdekatnya saat itu seperti Kang Jajang Nurjaman tentunya lebih paham situasi yang terjadi.
Terlepas dari hal-hal yang saya sebut diatas, Arcaan Iurie adalah sosok yang menyenangkan, terkadang saya cukup sering terlibat dalam topik diluar sepakbola, sedikit yang saya ingat adalah ketika Iurie memberi masukan berharga mengenai kultur sistem politik dan pengaruh partai komunis di negara-negara eropa timur yang masih beraroma soviet (moldova tentunya dia singgung juga) hingga dekade 90-an, juga tempat saya bertanya dan curhat ketika dahulu sempat mendapat tawaran melanjutkan kuliah ke Hongaria, Iurie menceritakan sekilas mengenai Hongaria yang dia ketahui, tentang kulturnya, wanita-wanita cantiknya (lihat saja bintang-bintang porno asal budapest), arsitekturnya yang indah hingga kemudian bahasa asli dan hal-hal lain yang pada akhirnya membuat saya urung.
Arcaan Iurie cukup sering mengajak saya berdiskusi, entah saya ke- GR-an atau apa, namun saya merasa cukup beruntung bisa lumayan dekat dengan seorang pelatih yang saat itu tengah dilanda sindrom tidak percaya kepada orang dan selalu berprasangka, saat itu dalam pikirannya sudah ada dikotomi kawan dan lawan, dan (mungkin) saya termasuk yang dianggap kawan, pernah Iurie mengajak saya ke kamarnya (saat itu di wisma puscadnas Jl. Bali) dan yang mengejutkan adalah dia membeberkan seluruh game planning untuk musim berikutnya, termasuk formasi, pemain incaran dll, maka jujur saja ketika itu saya sudah membaca nama-nama seperti Sony Kurniawan, Charis Yulianto dll jauh sebelum media memberitakan.
Satu hal yang tak akan saya lupa dari Arcaan Iurie adalah putrinya yang bernama Arcaan Olga, dia adalah seorang atlet senam nasional moldova, sungguh Arcaan Olga benar-benar mewakili khayalan sempurna mengenai sosok wanita eropa yang diinginkan oleh para pria, cerdas, rupawan dan tentu saja lekuk tubuh yang proporsional (apalagi dia atlet senam, apal meureuuun…), pertama kali saya menemui Olga di kawasan batununggal ketika para pemain melakukan fitness, ketika itu hampir seluruh pemain terfokus kepada gadis asal moldova ini, namun saya cukup beruntung karena diruangan itu hanya saya yang dapat dia ajak berbincang-bincang.
Itulah Iurie, sosok pelatih asing PERSIB cukup paling berkesan bagi saya (apalagi saya tak mengenal 3 sebelumnya, (Juan Paez ataupun Marek Janota dan Marek Andreislezianovsky asal polandia), cukup banyak juga remaja putri, teteh-teteh, bahkan janda-janda berformalin yang memiliki ketertarikan istimewa kepada Iurie, seorang adik kelas yang tak menyukai sepakbola mengira dirinya telah melihat seorang george clooney di kota kembang, ada juga yang menyamakannya dengan hector cuper dan mourinho, terakhir kali saya bertemu dengan Arcaan Iurie di stadion Siliwangi ketika dirinya tengah berada di Bandung usai membawa Semen Padang naik kasta ke Liga Super, sebenarnya masih banyak hal lain yang ingin saya bagi (termasuk 3 berita mengejutkan beraroma skandal kecil) namun karena topiknya yang sensitif maka rasanya tak etis saya ungkapkan jika tidak mendapat persetujuan dan konfirmasi dari Iurie sebelumnya.
Namun satu yang pasti, Iurie adalah salah seorang yang sangat mendukung jika pemain bola memilih menikah, ini saya tangkap ketika menanyakan tentang kaitan antara performa pemain yang sudah menikah atau belum, karena bisa jadi ini akan berhubungan erat dengan aktivitas seks yang teratur dan sehat vs aktivitas seks yang liar dan insidental serta sporadis….hal ini saya tanyakan pada acara resepsi pernikahan Cucu Hidayat. Saya ingin menyudahi cerita tentang Iurie ini bahwa Iurie memang suka dengan Bandung dengan segala akses dan fasilitasnya, karena dia memang terbiasa dengan gaya hidup yang (mungkin) sedikit hedon, pernah ada cerita dari “orang tua asuh” salah seorang pemain asing yang begitu dipuja bobotoh hingga kini, yang menelpon saya dan sedikit mengeluhkan bahwa katanya “anak kesayangan”nya flu berat gara-gara diajak pelatih nongkrong di kafe sampai malam, saya sedikit tersenyum, loh bukannya harusnya orang seumuran Iurie lah yang tak kuat dengan angin malam dan hal jelek yang mengikutinya jika dibandingkan sang pemain asing yang masih begitu muda dan atletis serta kondisi tubuh bugar,eeeehh ini malah kebalik.
Dalam tulisan berikutnya Insya Allah saya akan mencoba menggambarkan perbedaan antara karakter melatih eropa dan amerika latin…..ketika saya menjadi penerjemah untuk Lucas Netto, pelatih asal Sao Paolo Brasil yang menemukan talenta emas Ricardo Kaka diusia belia.
*Penulis adalah ass. peneliti di BPHN Kemenkumham RI, penggemar ayam, tinggal di Jakarta.
Pendapat yang dinyatakan dalam karya ini sepenuhnya merupakan pendapat pribadi penulis, tidak mencerminkan pendapat redaksi Simamaung.

Oleh: Ekomaung Noer Kristiyanto
Tulisan ini merupakan sambungan dari tulisan pertama: BANDUNG vs Pelatih Sepakbola (Bagian Pertama)
Saya ingin mengawali tulisan kedua dari trilogi Bandung vs pelatih sepakbola yang saya rencanakan ini dengan ucapan terima kasih kepada Wolfgang Pikal dan Lukas Tumbuan yang telah mengapresiasi tulisan saya sebelumnya melalui FB, Lukas Tumbuan bagi saya adalah sedikit dari pelatih bercitarasa Internasional yang dimiliki Bandung, Lukas Tumbuan pernah menimba ilmu kepelatihan di Belanda juga dan namanya sangat dikenal di klub-klub Jawa Tengah yang tengah berupaya mengatrol harga diri dikompetisi divisi utama, terakhir kali saya dengar Kang Lukas Tumbuan melatih persiku kudus.
Ucapan Kang Lukas yang membekas bagi saya adalah betapa dirinya tidak menganggap bakat itu adalah sesuatu yang penting dan menentukan untuk seorang pemain sepakbola, karena seorang pemain tanpa bakat pun dapat dicetak melalui sebuah sistem pembinaan yang baik dan kerja keras, sebuah cara pandang yang sangat mirip dengan Harry Singraven pelatih dari KNVB (Federasi Sepakbola Belanda) yang saya ceritakan di tulisan sebelumnya, oleh karena itu Harry tidak terlalu takjub dengan kabar surga mengenai melimpahnya bakat di Indonesia, baginya bakat hanyalah penunjang dan anugerah.
Masih mengenai Hary Singraven dan kedisiplinannya, sebenarnya kedisiplinan ala eropa ini pernah saya rasakan juga dan saya saksikan secara nyata loh sekitar 5 tahun yang lalu ditubuh PERSIB Bandung, ketika itu PERSIB dengan pelatih baru mereka asal moldova akan berangkat ke yogyakarta guna menghadapi PSIM di stadion mandala krida, ini adalah ujian pertama bagi Arcaan Iurie. Saya yang ketika itu masih remaja, menjadi reporter program “PERSIB Aing” STV Bandung meliput keberangkatan mereka di stasiun Bandung, dan apa yang saya lihat sungguhlah berkesan……
Untuk pertama kalinya saya menyaksikan skuad PERSIB “ala eropa” diluar lapangan, Ya!….rupanya Iurie memerintahkan para pemainnya untuk mengenakan pakaian yang sama ketika berangkat tur, dan itu dilaksanakan dengan sempurna, seluruh pemain mengenakan polo-shirt dari salah satu apparel dipadukan dengan celana panjang dan sepatu, tidak seperti saat ini dimana pasti saja ada pemain yang “belang” (ada yang pake sandal, kaos oblong, celana pendek) meski diinstruksikan berpakaian sama dalam tur, saat itu seluruh pemain melaksanakan aturan main ini tanpa terkecuali, maka aura kebersamaan dan kedisiplinan pun begitu terasa dalam iring-iringan tim saat itu, asa jiga ningali pemain eropa rek maen sanajan loba nempo, garaya, entah itu juga hal “sepele” yang berpengaruh kepada tim karena pada akhirnya tim PERSIB sukses meraih kemenangan pertamanya musim itu melalui gol dari Zaenal Arif dan Gendut Doni.
Namun entah mengapa Iurie yang begitu berdisiplin dan tanpa kompromi dimata saya, lama kelamaan kok mengendur dan menjadi “orang PERSIB pada umumnya”, karena kesan itu tak nampak lagi pada bulan-bulan berikutnya, hehe ini mungkin yang namanya “beradaptasi dengan pribumi”.
Jujur saja Arcaan Iurie merupakan sosok yang menarik bagi saya, dia adalah pelatih yang stylish, cara berpakaiannya berkelas, dan Iurie pun memiliki selera bagus dalam memilih merk dan tempat untuk bersenang-senang termasuk ketika mengundang saya ketika melaksanakan pesta ulang tahun disalah satu kafe ternama di kota Bandung.
Iurie yang pada awalnya saya kenal memiliki “rules” entah mengapa semakin lama seakan tunduk pada “rules” lain, dia seakan syok dengan lingkungan dan tekanan sepakbola ala Bandung (dari bobotoh, mantan, pengurus gurame) , seringkali dia mengeluhkan statement-statement di surat kabar yang mungkin menurutnya berasal dari kubu-kubu konservatif PERSIB yang tidak menghendaki kehadiran pelatih luar apalagi asing, dan mungkin kesalahan terbesar Iurie adalah dia justru sangat sering membaca koran, seringkali Iurie menanyakan arti-arti dari kata yang dia baca dan tampaknya dia pun cukup terprovokasi jika ada berita yang menyudutkan atau tidak berkenan, dalam menghadapi masalah seperti ini tampaknya Iurie tak memiliki cukup solusi, dirinya terkadang larut dalam tekanan, namun saya tak ingin menduga-duga dan membicarakan hal ini lebih jauh, orang-orang terdekatnya saat itu seperti Kang Jajang Nurjaman tentunya lebih paham situasi yang terjadi.
Terlepas dari hal-hal yang saya sebut diatas, Arcaan Iurie adalah sosok yang menyenangkan, terkadang saya cukup sering terlibat dalam topik diluar sepakbola, sedikit yang saya ingat adalah ketika Iurie memberi masukan berharga mengenai kultur sistem politik dan pengaruh partai komunis di negara-negara eropa timur yang masih beraroma soviet (moldova tentunya dia singgung juga) hingga dekade 90-an, juga tempat saya bertanya dan curhat ketika dahulu sempat mendapat tawaran melanjutkan kuliah ke Hongaria, Iurie menceritakan sekilas mengenai Hongaria yang dia ketahui, tentang kulturnya, wanita-wanita cantiknya (lihat saja bintang-bintang porno asal budapest), arsitekturnya yang indah hingga kemudian bahasa asli dan hal-hal lain yang pada akhirnya membuat saya urung.
Arcaan Iurie cukup sering mengajak saya berdiskusi, entah saya ke- GR-an atau apa, namun saya merasa cukup beruntung bisa lumayan dekat dengan seorang pelatih yang saat itu tengah dilanda sindrom tidak percaya kepada orang dan selalu berprasangka, saat itu dalam pikirannya sudah ada dikotomi kawan dan lawan, dan (mungkin) saya termasuk yang dianggap kawan, pernah Iurie mengajak saya ke kamarnya (saat itu di wisma puscadnas Jl. Bali) dan yang mengejutkan adalah dia membeberkan seluruh game planning untuk musim berikutnya, termasuk formasi, pemain incaran dll, maka jujur saja ketika itu saya sudah membaca nama-nama seperti Sony Kurniawan, Charis Yulianto dll jauh sebelum media memberitakan.
Satu hal yang tak akan saya lupa dari Arcaan Iurie adalah putrinya yang bernama Arcaan Olga, dia adalah seorang atlet senam nasional moldova, sungguh Arcaan Olga benar-benar mewakili khayalan sempurna mengenai sosok wanita eropa yang diinginkan oleh para pria, cerdas, rupawan dan tentu saja lekuk tubuh yang proporsional (apalagi dia atlet senam, apal meureuuun…), pertama kali saya menemui Olga di kawasan batununggal ketika para pemain melakukan fitness, ketika itu hampir seluruh pemain terfokus kepada gadis asal moldova ini, namun saya cukup beruntung karena diruangan itu hanya saya yang dapat dia ajak berbincang-bincang.
Itulah Iurie, sosok pelatih asing PERSIB cukup paling berkesan bagi saya (apalagi saya tak mengenal 3 sebelumnya, (Juan Paez ataupun Marek Janota dan Marek Andreislezianovsky asal polandia), cukup banyak juga remaja putri, teteh-teteh, bahkan janda-janda berformalin yang memiliki ketertarikan istimewa kepada Iurie, seorang adik kelas yang tak menyukai sepakbola mengira dirinya telah melihat seorang george clooney di kota kembang, ada juga yang menyamakannya dengan hector cuper dan mourinho, terakhir kali saya bertemu dengan Arcaan Iurie di stadion Siliwangi ketika dirinya tengah berada di Bandung usai membawa Semen Padang naik kasta ke Liga Super, sebenarnya masih banyak hal lain yang ingin saya bagi (termasuk 3 berita mengejutkan beraroma skandal kecil) namun karena topiknya yang sensitif maka rasanya tak etis saya ungkapkan jika tidak mendapat persetujuan dan konfirmasi dari Iurie sebelumnya.
Namun satu yang pasti, Iurie adalah salah seorang yang sangat mendukung jika pemain bola memilih menikah, ini saya tangkap ketika menanyakan tentang kaitan antara performa pemain yang sudah menikah atau belum, karena bisa jadi ini akan berhubungan erat dengan aktivitas seks yang teratur dan sehat vs aktivitas seks yang liar dan insidental serta sporadis….hal ini saya tanyakan pada acara resepsi pernikahan Cucu Hidayat. Saya ingin menyudahi cerita tentang Iurie ini bahwa Iurie memang suka dengan Bandung dengan segala akses dan fasilitasnya, karena dia memang terbiasa dengan gaya hidup yang (mungkin) sedikit hedon, pernah ada cerita dari “orang tua asuh” salah seorang pemain asing yang begitu dipuja bobotoh hingga kini, yang menelpon saya dan sedikit mengeluhkan bahwa katanya “anak kesayangan”nya flu berat gara-gara diajak pelatih nongkrong di kafe sampai malam, saya sedikit tersenyum, loh bukannya harusnya orang seumuran Iurie lah yang tak kuat dengan angin malam dan hal jelek yang mengikutinya jika dibandingkan sang pemain asing yang masih begitu muda dan atletis serta kondisi tubuh bugar,eeeehh ini malah kebalik.
Dalam tulisan berikutnya Insya Allah saya akan mencoba menggambarkan perbedaan antara karakter melatih eropa dan amerika latin…..ketika saya menjadi penerjemah untuk Lucas Netto, pelatih asal Sao Paolo Brasil yang menemukan talenta emas Ricardo Kaka diusia belia.
*Penulis adalah ass. peneliti di BPHN Kemenkumham RI, penggemar ayam, tinggal di Jakarta.
Pendapat yang dinyatakan dalam karya ini sepenuhnya merupakan pendapat pribadi penulis, tidak mencerminkan pendapat redaksi Simamaung.

Keep posting boss !