Assalamualaikum warrahmatullahi wabarakatuh.
Pertama-tama saya harus mengucapkan tetap tenang kepada seluruh bobotoh sealam dunia. Saya tahu bahwasannya hampir sekitar sepuluh hari ke belakang ini kuping dan hati kita panas. Panas ceuli, panas hate mendengar semua psy war yang dihembuskan oleh pihak Pusamania Borneo FC melalui pelatih mereka, Iwan Setiawan. Kenapa harus tetap tenang? Karena, itulah cara agar kita tetap tenang. Kira-kira begitulah kata Imam Besar The Panasdalam, Pidibaiq.
Harus diakui, pihak Borneo FC telah melakukan marketing gimmick yang baik. Mereka tahu bahwa Persib tim besar dengan pangsa pasar yang juga besar. Mereka berhasil memanfaatkan momen dengan memancing-mancing amarah Djanur, skuad Persib, dan kita warga Bandung dengan berbagai komentar yang menyebalkan. Harapannya sederhana, dengan cara itu, nama Borneo FC bisa dengan seketika melambung naik untuk kemudian menjadi tajuk utama pada banyak media cetak dan elektronik. Trik seperti ini lazim dilakukan oleh artis-artis infotainment yang tidak punya banyak karya tetapi ingin selalu narsis dengan cara menjual gosip.
Dalam kurun waktu seminggu terakhir, Iwan Setiawan berhasil menjadi berita utama di Kota Bandung. Berita Iwan bahkan mengalahkan promo album barunya Zivilia dan membuat kasusnya Ahmad Dhani yang sedang berseteru dengan Farhat Abbas menjadi kasus semenjana. Iwan melalap habis semua kesempatan wawancara media dengan terus menyudutkan Djanur. Dimulai dari statement tentang taktik Djanur yang biasa saja, Persib yang hanya bisa mengumpulkan pemain bintang, sampai meminta wasit yang memimpin jalannya pertandingan bersikap adil.
Kata adalah senjata. Mungkin ini yang jadi prinsip hidup Iwan Setiawan di tahun 2015. Beliau tetiba seperti kerasukan arwah Jose Mourinho. Bedanya, Mou hampir selalu melontarkan kalimat dengan fakta yang ada. Misalnya ketika pertama kali datang ke Inggris dia bilang “Jangan panggil saya arogan, saya adalah juara Eropa, dan saya rasa saya Special one”. Ini mengacu kepada fakta bahwa tahun sebelumnya dia berhasil merebut Piala Champions Eropa bersama FC Porto.
Dalam hal psy war, kekurangan Iwan saya rasa hanya tinggal dalam penyebutan data saja. Untuk kalimat-kalimat provokasi, sudah oke kok. Kalau boleh saya sempurnakan, begini seharusnya lontaran Iwan Setiawan: “Djanur boleh saja bawa Persib juara ISL 2014, tapi saya lebih keren. Juara Divisi Utama, dengan rekor mendapat 11 penalti dari 12 laga”. Lalu bilang “ehm” sambil usap-usap jambang. Atau, “Taktik Djanur gak ada apa-apanya. Mereka cuma bisa mengandalkan pemain bintang. Lihat dong materi pemain kami, tanpa pemain bintang. M Juni Irawan, Arphany, Ghazali Hamzah, Brayn Muharram. Gak ada yang kenal mereka kan? Borneo FC tuh hebat karena taktik saya memang jitu”. Kali ini tidak usah bilang “ehm” tapi masih harus sambil elus-elus jambang dan sambil melipat-lipat poster Boaz Solossa, Hamka Hamzah, M Robby, Ponaryo Astaman, Diego Michiels dan Feri Pahabol tentunya.
Di kubu Persib, alih-alih ikut terpancing melakukan perang di media, Djanur malah menghimbau bobotoh yang nanti datang ke Jalak untuk tidak terpancing emosi. Di lapangan, serahkan kepada kami. Karena kalau ada insiden, mereka akan memanfaatkannya dengan mengulur-ulur waktu. Ini akan mengganggu konsentrasi kita mengejar gol cepat. Begitu ucapnya. Tidak ada tendensi untuk menyerang balik Iwan misalnya: “Huh, dasar kamu jenggot naga, waktu kami Juara ISL tahun 2014, tim kalian tuh bahkan belum genap berusia setahun. Lagian asal usul kalian tuh darimana sih? Persekaba Super Bangkalan, Persisam, atau Putra Samarinda?”
Dilanjut dengan ”Sejak saya jadi pemain dan cetak gol di final 1986, lalu juara lagi tahun 1990 & 1994, saya belom pernah tuh denger nama Borneo FC”. Sambil melirik manis ke medali Liga Indonesia tahun 1995, ISL U21 tahun 2010, dan ISL 2014. “Lagi pula, saya mah tengsin tuh kalo udah mengundurkan diri, terus gabung lagi masuk ke tim beberapa hari kemudian. Amit-amit deh”.
Tidak sedikitpun ada kata-kata seperti itu yang terlontar. Seperti biasa, pelatih asal Majalengka ini lebih memilih diam, dan cenderung melakukan pembuktian di atas lapangan. Sportif. Sama halnya dengan larangan dia ke pemain apabila ada anak asuhnya yang mengulur-ulur waktu dengan pura-pura cedera. Tipikal pelatih yang walaupun tanpa jambang, tetapi menjunjung tinggi etika profesi.
***
Imbas dari strategi infotainment ala Iwan ini sedikit mengaburkan fakta bahwa belum ada satupun tim yang sedang lolos ke semifinal Piala Presiden. Baik Borneo, maupun Persib. Bahwasannya, partai delapan besar ini menggunakan sistem kandang-tandang. Artinya, kedua tim akan memainkan empat babak. Adu penalti akan menjadi fase terakhir jika skor masih sama kuat.
Persib, begitupun juga Borneo FC, baru memainkan dua babak di Segiri. Akan ada dua babak lanjutan di Si Jalak Harupat. Skor masih 3-2 untuk keunggulan Borneo, yang apabila Persib mencetak gol, lalu mengakhiri pertandingan dengan 1-0, 2-0, ataupun 2-1, Persib akan melenggang ke fase selanjutnya dengan modal gol tandang di Samarinda. Lalu, apa yang sebenarnya sedang Borneo FC rayakan? Tidak ada.
Jacksen F Tiago pernah berujar pada satu kesempatan, bahwa dalam setiap kejuaraan yang bentuknya turnamen (ada finalnya, bukan liga dengan kompetisi penuh) konsistensi itu tidak diperlukan. Kita tidak perlu memenangkan semua laga. Yang diperlukan hanyalah memanfaatkan momentum yang tepat. Sederhananya begini. Seperti di Piala Presiden ini, ada empat babak yang dibagi: 1. Penyisihan, 2. Delapan besar (2 leg), 3. Semifinal (2 leg), 4. Final.
Nah, suatu tim sah-sah saja untuk bermain buruk, kalah, sulit mencetak gol, terseok-seok di babak penyisihan asal mereka bisa merebut tempat lolos babak delapan besar, dengan menjadi runner up misalnya. Setelahnya mereka masih boleh kalah juga di leg 1 delapan besar. Asal di leg 2 mereka menemukan peak untuk mencetak kemenangan yang meloloskan ke semifinal. Begitu juga di semifinal, proporsinya masih sama, ambillah kemenangan yang paling menentukan di partai kedua. Begitu seterusnya hingga final.
Pentingnya peak performance ini contoh konkritnya bisa kita lihat sewaktu Persib juara ISL tahun 2014 lalu. Kita mendapatkan peak naik turun di babak penyisihan, kemudian lolos 8 besar. Di 8 besar pernah digasak PBR, tetapi masih tetap lolos. Di semifinal, Persib kalah pada babak pertama, untuk kemudian menyamakan kedudukan, dan unggul mutlak di perpanjangan waktu. Ini yang dimaksud oleh Jacksen akan tidak pentingnya konsistensi dalam sebuah turnamen. Siapa yang bisa menang tepat pada waktunya, dia yang akan keluar sebagai juara. Sebaliknya, dia yang kalah tepat pada waktunya, akan gugur. Tidak peduli seberapa hebat permainan, atau psy war yang dilancarkan.
Faktor Vlado
Dalam pertandingan dengan profil tinggi seperti ini, entah kenapa, saya selalu tertarik untuk mengamati Vladimir Vujovic. Tanpa mengecilkan peran pemain lain yang juga saya hormati, dialah sebenar-benarnya pemantik tim yang tepat untuk meledak. Vlado selalu hadir di saat yang dibutuhkan. Energinya mengalahkan semua kelemahan yang dia punya. Saya tidak akan pernah melupakan apa yang diperbuat oleh “orang gila” asal Budva ini ketika semifinal di Palembang. Ketika tim sudah hilang arah dan tidak tahu apa yang harus diperbuat, Vlado menjaga titik api untuk tidak padam.
Melelahkan melihat Vlado bermain malam itu. Dia harus menjaga pertahanan, berteriak-teriak menyemangati tim tanpa henti, dibombardir kanan kiri oleh Locco Gonzalez dan Gustavo Lopez, lalu maju untuk akhirnya dia sendiri yang menyelamatkan nyawa tim di titik nadir.
Di Segiri, dia juga yang menjaga api harapan itu tetap ada. Energinya lagi-lagi terjaga. Persib ketinggalan 3-1, dia maju pada menit-menit akhir pertandingan, kemudian mencetak gol untuk mengubah skor menjadi 3-2. Selebrasinya masih sama, berlari ke pinggir lapangan dengan mata melotot seperti yang akan keluar dari tempatnya, dengan pipi yang merah padam. Kepalan kedua tangannya menyiratkan bahwa kita tak akan pernah bisa dipecundangi oleh apapun. Bedanya, di Segiri dia memberikan gestur untuk menutup mulut terhadap Iwan Setiawan. Golnya membuat defisit Persib hanya tinggal 1 gol. Gol tandang yang akan berarti banyak nantinya.
Melihat Vlado seperti melihat api bekerja. Iwan menyulut sumbu untuk memancing Vlado mengeluarkan kemampuan terbaiknya dan tanpa batas.
“Saya sudah izin kepada coach, jika kami memenangkan pertandingan di Bandung, saya sendiri yang akan maju ke konferensi pers”. Begitu ucap Vlado ketika dia mendengar sesumbar Iwan Setiawan sudah melewati ambang batas pemaklumannya.
Ambil Vlado, ambil mic itu. Berbicaralah selantang-lantangnya. Buatlah mereka hancur dan terbenam. Kami sudah cukup terusik dengan apa yang kami terima selama seminggu ke belakang. Jika boleh saran, seranglah area kiri mereka yang diisi oleh Diego Michiels, di sana titik lemah Borneo FC. Berikan lagi energimu yang terbaik, jika kita lolos, biarkan kami yang memberi tahu Luna di Serbia sana, bahwa ayahnya adalah seorang militan yang sangat kami hormati, sehormat-hormatnya.
Kami bobotoh, dan kamu, serta semua pemain dan pelatih pernah berpegangan erat di Palembang. Jangan pernah ragu dan takut, kami sudah tentu dan pasti akan berada di belakang kalian lagi pada Sabtu ini dengan segala kemampuan dan ketidakmampuan. Sabtu ini, mari kita bertempur kembali untuk membungkam semua. Balas kekalahan di Segiri, ucapkan sayonara kepada mereka, Balas di Bandung, Balas di Bandung!
Penulis berakun twitter @riphanpradipta.

Joe Dynto
26/09/2015 at 11:22
Salut kang… pencerahan yg luar bias
a… go Ahead persib…!!!!!
markojae
26/09/2015 at 11:49
Artikel nu alus..sip lah mudah2 an persib lolos k semifinal n juara deui..amiiiiin..hidup bobotoh kabeh
bidhuan
26/09/2015 at 13:09
Keren… artikel ieu jadi trending topik di twitter…
bandungholic
26/09/2015 at 14:06
Mewek uing maca artikel ieu, alus pisan, jadi hayang milu maen bola lawan PBFC
Pangeran Biru
26/09/2015 at 21:01
Alhamdulillah persib menang, Allah maha adil
luki
26/09/2015 at 21:43
iwan gam (gelembus angin malam), hidup persib
oqi sapta
27/09/2015 at 17:34
Hade wae si aKang, bisa jadi mentor saya,engke di bere NIKITA WILLY. #PERSIB JUARA DEUI
fakhri
27/09/2015 at 21:03
murigrig aing maca ieu artikel…..alus luuurr
HIDUP PERSIB….