Bagja Dunya Ningali Persib Juara
Saturday, 22 November 2014 | 11:50
“Bagja dunya rahayu aherat” mungkin itu adalah salah satu dari banyak kalimat berbahasa sunda yang selalu saya ingat, karena dalam kalimat tersebut mengandung arti yang sangat dalam. Bagaimana kalimat tersebut tidak berarti dalam? Kalau menurut saya kalimat tersebut berarti kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Mungkin kebahagiaan di akhirat yang kekal akan kita rasakan setelah kita meninggalkan dunia ini, namun menurut ajaran agama kebahagiaan di akhirat pun sebenarnya dapat kita rasakan atau bayangkan apabila kita dapat menilai perlakuan kita di dunia saat ini, namun tetap saja kita tidak akan mengalami dan merasakannya sebelum kita meninggal dunia. Mari kita kesampingan masalah tersebut dulu, karena kebahagiaan di akhirat itu hanya kita yang bisa menjamin.
Namun kebahagiaan di dunia bisa kita raih bahkan kita rasakan sekarang selama kita hidup di dunia ini. Mungkin banyak orang akan dan mungkin juga telah mengalami “bagja dunya” atau kebahagiaan di dunia. Bisa kita ambil contoh untuk mereka para orang tua yang melihat anaknya sukses sebelum mereka tiada, atau seorang mahasiswa/i yang sudah tenang karena disaat dia wisuda sudah ada pekerjaan yang menunggunya. Untuk saya pribadi “bagja dunya” yang selama ini sudah saya raih mungkin saat melihat keluarga khususnya kedua orang tua tertawa bahagia melihat saya berprestasi. Namun di tahun 2014 ini “bagja dunya” yang saya dan semua bobotoh di penjuru indonesia bahkan dunia rasakan dan alami selain tentu saja masih dapat menjalani hidup ini adalah melihat persib juara. Ya persib juara.
Saya lahir di Bandung, saya urang Sunda asli dan tentu saja saya sangat mencintai Persib. Saya tidak bisa membayangkan kalau khususnya saya sebagai urang sunda asli tidak suka persib, bobotoh yang berada di luar kota bahkan di luar negeri pun suka persib, mereka jauh jauh datang ke tatar sunda ini mungkin hanya untuk menyaksikan persib bagaimana mungkin saya yang mungkin hanya sekitar beberapa menit ke stadion yang menjadi markas persib tidak suka persib. Kalau saya sampai begitu sangat terlalu.
1994/1995 di musim kompetisi tersebut semua pecinta sepakbola nasional khususnya bobotoh mungkin tau siapa yang menjadi “raja” pesepakbolaan negeri ini, persib bandung menjadi “raja” pada musim liga indonesia pertama tersebut semua rakyat jawa barat MUNGKIN bersuka cita saat itu. Mungkin? Iya karena saat itu saya tidak mengalami suka cita tersebut, bagaimana mau mengalami baru 3 tahun setelahnya lah saya berada di dunia ini. Semua suka cita tersebut hanya saya dengar dari cerita kakek dan bapa saya.
Sudah kenyang saya disuguhi dengan dongeng yang sangat melegenda dari orang orang yang lebih tua dari saya, ada perasaan iri yang sangat mendalam ketika saya mendengar dongeng tersebut. Rasa iri yang saya rasa saya ingin menyaksikan langsung peristiwa sakral tersebut. Kompetisi 2013/2014 ini merupakan jawaban atas semua rasa iri bobotoh yang tidak merasakan euforia saat persib juara tersebut.
Start persib musim ini saya rasa sangat meyakinkan, lebih meyakinkan dari Manchester United klub yang sudah banyak meraih trophy bergengsi dari segala ajang. Mungkin kalau kita bandingkan dari segi apapun persib pasti kalah, namun jika membandingkan rasa cinta khususnya saya kepada persib dan kepada MU (saya memang united fans) akan tampak jauh, sejauh seseorang yang mencintai idolanya dengan mencintai keluarganya akan jelas sangat berbeda.
Perbedaan itu pun nampak saat saya merasa lebih bahagia saat I Made melakukan save tendangan Alom dan membuat persib juara dengan saat melihat David De Gea melakukan save atas penaltiLeighton Baines saat laga MU vs Everton yang dalam melakukan tendangan penalti tak pernah gagal. Ataupun saya lebih bahagia saat melihat persib memenangi adu penalti di partai puncak ISL musim ini dan mengakhiri puasa gelar selama 19 tahun dibandingkan saat saya menonton partai final liga champions tahun 2008 dan Manchester United keluar sebagai juaranya. Dan saya rasa pun perasaan bobotoh saat persib juara akan jauh lebih senang ketimbang perasaan bahagianya fans city saat mereka berhasil memenangkan liga premier inggris di menit terakhir dan pertandingan terakhir dimana mereka berhasil “comeback” atas QPR di menit menit akhir.
Ya saya rasa kecintaan bobotoh kepada persib itu tidak ada matinya, kalau saya sampai salah mengira tidak akan mungkin saat hari hari terakhir sebelum keberangkatan rombongan viking dari Bandung menuju Palembang untuk menyaksikan laga puncak Persib vs Persipura timeline twitter saya penuh dengan tagar #ModalFinal penuh dengan pemberitaan elite yang menyebutkan bahwa bobotoh sampai rela menyewa satu buah pesawat terbang, tidak mungkin juga para bobotoh yang pulang setelah menonton persib ke palembang lewat jalur darat akan rela menghadapi situasi persib atau mati, tidak mungkin juga mereka para “pahlawan” yang sampai harus menginap di rumah sakit saat yang lainnya merayakan euforia bersama sama. bobotoh semua rela berlaku seperti itu hanya untuk satu nama dan satu kecintaan yaitu Persib Bandung.
Sampai 10 hari saat saya menulis ini pun, berita dan euforia atas kemenangan persib pun masih hangat terasa. Saya masih ingat betul saat malam itu, saya yang bersama 11 teman nobar di balai kota Bandung seperti orang yang kehilangan akal sehat kami membuka baju kami sambil meneriakan dan melantangkan “persib juara” sampai tak terasa suara sudah hampir habis, sesuatu yang tidak akan saya lakukan bahkan jika dibayar dengan uang.
Saya rasa saya tidak akan mungkin mau untuk melakukan hal tersebut, tidak akan mungkin bobotoh yang tega menjual barang barang berharganya, bobotoh yang rela kehilangan banyak uang waktu bahkan pekerjaannya, tidak akan mungkin juga ada bobotoh yang rela menghadapi maut jika bukan untuk satu alasan. Yaitu PERSIB BANDUNG
“BAGJA DUNYA” yang saya rasakan adalah melihat persib juara dan tentu saja mencintai klub kebanggan rakyat bandung ini, PERSIB BANDUNG!
Penulis merupakan bocah kelas 2 SMA, berakun twitter @aden_fatwa #PersibJuara

“Bagja dunya rahayu aherat” mungkin itu adalah salah satu dari banyak kalimat berbahasa sunda yang selalu saya ingat, karena dalam kalimat tersebut mengandung arti yang sangat dalam. Bagaimana kalimat tersebut tidak berarti dalam? Kalau menurut saya kalimat tersebut berarti kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Mungkin kebahagiaan di akhirat yang kekal akan kita rasakan setelah kita meninggalkan dunia ini, namun menurut ajaran agama kebahagiaan di akhirat pun sebenarnya dapat kita rasakan atau bayangkan apabila kita dapat menilai perlakuan kita di dunia saat ini, namun tetap saja kita tidak akan mengalami dan merasakannya sebelum kita meninggal dunia. Mari kita kesampingan masalah tersebut dulu, karena kebahagiaan di akhirat itu hanya kita yang bisa menjamin.
Namun kebahagiaan di dunia bisa kita raih bahkan kita rasakan sekarang selama kita hidup di dunia ini. Mungkin banyak orang akan dan mungkin juga telah mengalami “bagja dunya” atau kebahagiaan di dunia. Bisa kita ambil contoh untuk mereka para orang tua yang melihat anaknya sukses sebelum mereka tiada, atau seorang mahasiswa/i yang sudah tenang karena disaat dia wisuda sudah ada pekerjaan yang menunggunya. Untuk saya pribadi “bagja dunya” yang selama ini sudah saya raih mungkin saat melihat keluarga khususnya kedua orang tua tertawa bahagia melihat saya berprestasi. Namun di tahun 2014 ini “bagja dunya” yang saya dan semua bobotoh di penjuru indonesia bahkan dunia rasakan dan alami selain tentu saja masih dapat menjalani hidup ini adalah melihat persib juara. Ya persib juara.
Saya lahir di Bandung, saya urang Sunda asli dan tentu saja saya sangat mencintai Persib. Saya tidak bisa membayangkan kalau khususnya saya sebagai urang sunda asli tidak suka persib, bobotoh yang berada di luar kota bahkan di luar negeri pun suka persib, mereka jauh jauh datang ke tatar sunda ini mungkin hanya untuk menyaksikan persib bagaimana mungkin saya yang mungkin hanya sekitar beberapa menit ke stadion yang menjadi markas persib tidak suka persib. Kalau saya sampai begitu sangat terlalu.
1994/1995 di musim kompetisi tersebut semua pecinta sepakbola nasional khususnya bobotoh mungkin tau siapa yang menjadi “raja” pesepakbolaan negeri ini, persib bandung menjadi “raja” pada musim liga indonesia pertama tersebut semua rakyat jawa barat MUNGKIN bersuka cita saat itu. Mungkin? Iya karena saat itu saya tidak mengalami suka cita tersebut, bagaimana mau mengalami baru 3 tahun setelahnya lah saya berada di dunia ini. Semua suka cita tersebut hanya saya dengar dari cerita kakek dan bapa saya.
Sudah kenyang saya disuguhi dengan dongeng yang sangat melegenda dari orang orang yang lebih tua dari saya, ada perasaan iri yang sangat mendalam ketika saya mendengar dongeng tersebut. Rasa iri yang saya rasa saya ingin menyaksikan langsung peristiwa sakral tersebut. Kompetisi 2013/2014 ini merupakan jawaban atas semua rasa iri bobotoh yang tidak merasakan euforia saat persib juara tersebut.
Start persib musim ini saya rasa sangat meyakinkan, lebih meyakinkan dari Manchester United klub yang sudah banyak meraih trophy bergengsi dari segala ajang. Mungkin kalau kita bandingkan dari segi apapun persib pasti kalah, namun jika membandingkan rasa cinta khususnya saya kepada persib dan kepada MU (saya memang united fans) akan tampak jauh, sejauh seseorang yang mencintai idolanya dengan mencintai keluarganya akan jelas sangat berbeda.
Perbedaan itu pun nampak saat saya merasa lebih bahagia saat I Made melakukan save tendangan Alom dan membuat persib juara dengan saat melihat David De Gea melakukan save atas penaltiLeighton Baines saat laga MU vs Everton yang dalam melakukan tendangan penalti tak pernah gagal. Ataupun saya lebih bahagia saat melihat persib memenangi adu penalti di partai puncak ISL musim ini dan mengakhiri puasa gelar selama 19 tahun dibandingkan saat saya menonton partai final liga champions tahun 2008 dan Manchester United keluar sebagai juaranya. Dan saya rasa pun perasaan bobotoh saat persib juara akan jauh lebih senang ketimbang perasaan bahagianya fans city saat mereka berhasil memenangkan liga premier inggris di menit terakhir dan pertandingan terakhir dimana mereka berhasil “comeback” atas QPR di menit menit akhir.
Ya saya rasa kecintaan bobotoh kepada persib itu tidak ada matinya, kalau saya sampai salah mengira tidak akan mungkin saat hari hari terakhir sebelum keberangkatan rombongan viking dari Bandung menuju Palembang untuk menyaksikan laga puncak Persib vs Persipura timeline twitter saya penuh dengan tagar #ModalFinal penuh dengan pemberitaan elite yang menyebutkan bahwa bobotoh sampai rela menyewa satu buah pesawat terbang, tidak mungkin juga para bobotoh yang pulang setelah menonton persib ke palembang lewat jalur darat akan rela menghadapi situasi persib atau mati, tidak mungkin juga mereka para “pahlawan” yang sampai harus menginap di rumah sakit saat yang lainnya merayakan euforia bersama sama. bobotoh semua rela berlaku seperti itu hanya untuk satu nama dan satu kecintaan yaitu Persib Bandung.
Sampai 10 hari saat saya menulis ini pun, berita dan euforia atas kemenangan persib pun masih hangat terasa. Saya masih ingat betul saat malam itu, saya yang bersama 11 teman nobar di balai kota Bandung seperti orang yang kehilangan akal sehat kami membuka baju kami sambil meneriakan dan melantangkan “persib juara” sampai tak terasa suara sudah hampir habis, sesuatu yang tidak akan saya lakukan bahkan jika dibayar dengan uang.
Saya rasa saya tidak akan mungkin mau untuk melakukan hal tersebut, tidak akan mungkin bobotoh yang tega menjual barang barang berharganya, bobotoh yang rela kehilangan banyak uang waktu bahkan pekerjaannya, tidak akan mungkin juga ada bobotoh yang rela menghadapi maut jika bukan untuk satu alasan. Yaitu PERSIB BANDUNG
“BAGJA DUNYA” yang saya rasakan adalah melihat persib juara dan tentu saja mencintai klub kebanggan rakyat bandung ini, PERSIB BANDUNG!
Penulis merupakan bocah kelas 2 SMA, berakun twitter @aden_fatwa #PersibJuara
