Away Day: Suatu Telaah Empiris (Bagian I)
Saturday, 03 May 2014 | 08:05
Away Day yang saya maksud tentu tak ada hubungannya dengan hari ulang tahun pelatih kiper Persib, Anwar Sanusi yang akrab disapa Away. Away Day diartikan sebagai hari dimana supporter melakukan mobilisasi menuju suatu tempat dimana klub kesayangan mereka bertanding dengan status tim tamu. Tak jarang pula lokasi pertandingan berada di suatu tempat yang memiliki ciri khas dan keunikan, sehingga supporter menganggap #awayday adalah suatu tour yang menyenangkan dan dilakukan secara berkelompok.
Namun di balik semua kesenangan tersebut, sesungguhnya dalam #awayday terkandung filosofis dan esensi yang paling mendalam tentang arti keberadaan supporter. Bahwa supporter sebagai pendukung utama senantiasa hadir dalam bentuk nyata saat pertandingan berlangsung, bahkan ketika pertandingan itu dilakukan jauh dari kota sendiri dan tim kesayangan menyandang status tamu. Lalu mengapa #awayday dianggap istimewa? Bukankah supporter dapat mendukung timnya dalam berbagai cara? Menonton ke stadion saat laga home ataupun melalui televisi dan radio?…betul. Tak ada yang meragukan loyalitas supporter yang diekspresikan melalui berbagai cara. Namun perlu diakui pula bahwa untuk melakukan #awayday seorang supporter harus berkorban lebih, dari mulai waktu, materi bahkan nyawa.
Ketika hadir di stadion saat tim kesayangan melakukan laga kandang, banyak orang menganggapnya sangat biasa dan tidaklah istimewa karena menganggap pengorbanan untuk itu tidaklah besar, walau hal ini dapat diperdebatkan karena ternyata ada juga bobotoh yang bersusah payah untuk dapat hadir di stadion Si Jalak Harupat ataupun Siliwangi. Hal ini terkait beragam keadaan yang dimiliki setiap bobotoh, dari mulai waktu, rezeki, jarak tempuh dsb.
Oleh karena itu, pembeda yang paling mendasar dari #awayday adalah kondisi dimana supporter yang biasa mendominasi stadion kini menjadi minoritas karena dengan status sebagai supporter tamu tentulah jumlahnya tidak sebanyak supporter tuan rumah. Dan tentu ini memiliki sejumlah resiko serta konsekuensi, terlebih jika supporter dari kedua tim memiliki sejarah rivalitas yang cukup panas.
Oleh karena itu sangat menggelikan (jika menjijikan dianggap terlalu sarkas) rasanya ketika mendengar kabar suatu kelompok supporter ingin melakukan #awayday namun di lain sisi mereka mengharapkan adanya sambutan serta jaminan keamanan khusus. Tak pernah ada yang meminta, menyuruh atau mengharapkan seorang supporter menjalani #awayday. #Awayday adalah suatu pilihan bagi seorang supporter sepak bola. Semua lahir dari inisiatif dan kehendak sendiri sehingga tentunya siap menerima segala konsekuensi atas pilihannya tersebut. Jika anda ingin nyaman, aman, tak ada resiko, maka nontonlah saat laga home atau di TV sekalian, karena tak pernah ada yang meminta anda untuk melakukan #awayday.
Bobotoh dan #awayday
Jauh sebelum tren kelompok supporter dengan embel-embel “mania” di belakang namanya bermunculan di Indonesia, saya berani menjamin bahwa supporter Persib lah yang memulai tradisi #awayday. Bahkan sejak berpuluh tahun lampau, dari jejak arsip dapat ditemui kehadiran bobotoh saat Persib berlaga di Stadion Senayan Jakarta, Stadion Menteng, Stadion Lebak Bulus, Stadion Benteng Tangerang, bahkan tempat-tempat lain di Pulau Jawa dimana saat itu para pendukung Persib yang berstatus sebagai penonton tamu justru berjumlah mayoritas dan mampu mendominasi stadion. Sungguh fenomenal karena berpuluh tahun lalu tradisi #awayday masih sangat aneh, karena saat 2 tim berlaga maka penonton tuan rumahlah yang menyaksikan di stadion secara langsung.
Seiring zaman, tradisi #awayday di kalangan bobotoh tetap berlanjut. Namun mereka yang berangkat dengan inisiatif serta kehendak sendiri ini tak pernah berharap disambut-sambut, dikalungi karangan bunga, apalagi keamanan khusus. Maka terjadilah insiden kepala-kepala bocor yang rutin dialami saat PERSIB tandang ke Stadion Benteng, kulit melepuh dan terbakar akibat tembakan mercon dan lemparan petasan saat bobotoh #awayday ke Maguwoharjo ketika PERSIB dijamu PSS Sleman, bobotoh yang berteriak-teriak karena matanya pedih tak tertahan akibat tembakan gas air mata saat mendukung Persib di GBK pada tahun 2001 (untuk yang satu ini saya tak akan lupa, karena nyaris terbunuh saat mobil yang kami tumpangi hancur dan nyaris dibakar), terkena pecahan kaca akibat kereta api dilempari supporter lain, ataupun tertahan tak bisa pulang karena dihadang supporter tuan rumah di banyak kota.
Namun demikian tanyakan kepada mereka yang mengalami itu semua, apakah mereka menyesal? Mereka akan menjawab TIDAK! Karena mereka paham inilah suatu resiko dan konsekuensi bagi mereka yang memilih untuk #awayday, walau tentu kita akan berduka dan tertunduk saat menerima kenyataan bahwa salah seorang saudara kita harus menerima resiko terburuk dari #awayday (RIP. Rangga)
Eksistensi Suporter
Ketika seorang yang mengaku pecinta alam dan pendaki gunung sejati mengaktualisasikan pencapaiannya saat sukses mendaki gunung dengan ketinggian dan tingkat kesulitan tertentu, maka dalam konteks yang mirip supporter pun demikian. Mereka mengaktualisasikan diri ketika sukses melakukan #awayday, terlebih ke stadion-stadion yang mengandung resiko tertentu pula, dimana tak semua supporter berani melakukannya. Dengan keterbatasan yang saya miliki, saya mencoba berbagi 3 tempat #awayday yang saya rasa ekslusif karena yang melakukannya hanya segelintir. Tentu saja ini berdasarkan subjektivitas dan tanpa menafikkan #awayday lain yang bersifat massal seperti tour ke Surabaya, Tangerang, Palembang, Cilegon, Yogyakarta dsb. Tiga tempat tersebut adalah sebagai berikut:
1. PSSB Bireun, Provinsi Nangroe Aceh Darussalam
Sungguh #awayday ke tempat ini bukan sembarangan, karena selain jarak tempuh, resikonya pun besar karena melewati pemeriksaan di beberapa pos penjagaan. Maklum saat itu harus melewati daerah rawan konflik, tak perlu dibahaslah yah tentang GAM, DOM dsb. Namun demikian, ternyata ada juga bobotoh yang hadir, bahkan yang berangkat dari Bandung. Jumlah terbanyak adalah saat jamannya Arcan Iurie, saat itu Leontin Chitescu cetak gol indah.
2. Stadion GBK Jakarta (dalam kurun waktu 15 tahun terakhir)
Jika bobotoh terbiasa membanjiri Stadion Senayan (GBK) di era perserikatan, tampaknya itu mustahil dilakukan sejak munculnya rivalitas antara supporter Persija Jakarta dan Persib (yang katanya sih sudah damai). Bukanlah suatu pilihan cerdas hadir dengan atribut Persib saat laga Persija vs Persib di GBK. Pengalaman saya, semua bobotoh yang saya temui dalam #awayday ini pasti memakai baju bebas dan tak banyak omong dengan logat Sunda-nya, sungguh beresiko jika kepergok. Ada beberapa yang ketahuan karena tak kuasa menahan ekspresi, resikonya berat, dipukuli hingga dikeroyok. Insiden kepergok paling banyak yang saya tahu adalah saat Gonzales mencetak gol saat Persib ditahan imbang Persija. #Awayday sejenis berlangsung pula saat masih di Lebak Bulus, dari area masuk suka ada sweeping-sweeping KTP, ada yang kepergok saat itu jamannya Arcan Iurie. Saat itu bus Persib pun hancur, saya lupa tahunnya tapi hasilnya saat itu adalah draw, Agus Indra cetak gol penyeimbang. Insiden massal terbesar yang saya alami di GBK terjadi tahun 2001 saat itu banyak bus dari Bandung tak bisa masuk, beberapa mobil kecil hancur, ada yang sempat hilang karena terpisah dari rombongan dan memilih bersembunyi hingga keesokan harinya, dan anak-anak Viking Jakarta yang bisa mencapai tribun terkena gas air mata. Saat itu Persib kalah telak 0-3, ini jamannya Suwita Patha, Yayan Sundana. Yang paling tragis tentunya terjadi beberapa waktu lalu, saat tragedi wafatnya alm. Rangga karena dikeroyok. God bless u brother.
3. Persires Rengat, Kab. Indragiri Provinsi Riau
Persib harus tandang ke Rengat dalam kompetisi Copa Indonesia (masih Copa Dji Sam Soe). Yang istimewa dari #awayday ini adalah lokasinya yang teramat jauh. Jika berhadapan dengan PSPS maka Persib bermain di Pekanbaru. Maka untuk mencapai Rengat, kita harus melanjutkan perjalanan hampir 6 jam lagi, dan rutenya sama sekali tak menyenangkan, tiada pohon rindang, hanya pohon sawit sepanjang jalan, pake AC tetap terasa panas. Saya ingat betul saat itu manajer Persib Jaja Sutarja hanya gunakan kaos singlet dalam mobil ber-AC karena panasnya hawa. Dalam #awayday ini, bobotoh yang berangkat langsung dari Bandung mungkin tak sampai 5 orang, walau ternyata lumayan banyak warga Priangan pendukung Persib di kota kecil tersebut. Selain hanya menghadapi tim divisi bawah, ajang Copa yang dianggap masih kurang bergengsi pun bisa jadi membuat bobotoh kurang antusias untuk #awayday. Bisa dibayangkan betapa ekslusifnya #awayday ini? Dari jutaan bobotoh yang ada, tak sampai 10 orang yang berangkat ke Rengat. Hal serupa mungkin terjadi saat #awayday ke Bontang. Bontang pun sama jauhnya, 6 jam perjalanan darat dari bandara utama Kalimantan Timur di Balikpapan. Walau banyak bobotoh yang hadir saat Persib bertanding di Bontang, namun mayoritas adalah warga Priangan yang memang menetap di Bontang, khususnya karyawan pupuk Kaltim. Adapun jumlah itu semakin bertambah saat warga Priangan lain yang bekerja di Balikpapan, Samarinda dan Sangata turut hadir (Viking Borneo). Namun secara riil yang melakukan #awayday dari Bandung hanya dihitung jari. Pengalaman saya yang berangkat bersama dari bandara Soekarno-Hatta saat #awayday ke Bontang hanya 6 orang, itupun 2 orang adalah bobotoh dengan domisili Jakarta. Biasanya bobotoh yang melakukan #awayday ini harus ambil cuti agak panjang karena nontonnya sepaket dengan pertandingan lawan Persisam Putra Samarinda.
Bersambung…
*penulis adalah reporter program Persib Aing STV (KOMPAS TV Bandung sekarang) periode 2005-2011, berakun twitter @ekomaung

Away Day yang saya maksud tentu tak ada hubungannya dengan hari ulang tahun pelatih kiper Persib, Anwar Sanusi yang akrab disapa Away. Away Day diartikan sebagai hari dimana supporter melakukan mobilisasi menuju suatu tempat dimana klub kesayangan mereka bertanding dengan status tim tamu. Tak jarang pula lokasi pertandingan berada di suatu tempat yang memiliki ciri khas dan keunikan, sehingga supporter menganggap #awayday adalah suatu tour yang menyenangkan dan dilakukan secara berkelompok.
Namun di balik semua kesenangan tersebut, sesungguhnya dalam #awayday terkandung filosofis dan esensi yang paling mendalam tentang arti keberadaan supporter. Bahwa supporter sebagai pendukung utama senantiasa hadir dalam bentuk nyata saat pertandingan berlangsung, bahkan ketika pertandingan itu dilakukan jauh dari kota sendiri dan tim kesayangan menyandang status tamu. Lalu mengapa #awayday dianggap istimewa? Bukankah supporter dapat mendukung timnya dalam berbagai cara? Menonton ke stadion saat laga home ataupun melalui televisi dan radio?…betul. Tak ada yang meragukan loyalitas supporter yang diekspresikan melalui berbagai cara. Namun perlu diakui pula bahwa untuk melakukan #awayday seorang supporter harus berkorban lebih, dari mulai waktu, materi bahkan nyawa.
Ketika hadir di stadion saat tim kesayangan melakukan laga kandang, banyak orang menganggapnya sangat biasa dan tidaklah istimewa karena menganggap pengorbanan untuk itu tidaklah besar, walau hal ini dapat diperdebatkan karena ternyata ada juga bobotoh yang bersusah payah untuk dapat hadir di stadion Si Jalak Harupat ataupun Siliwangi. Hal ini terkait beragam keadaan yang dimiliki setiap bobotoh, dari mulai waktu, rezeki, jarak tempuh dsb.
Oleh karena itu, pembeda yang paling mendasar dari #awayday adalah kondisi dimana supporter yang biasa mendominasi stadion kini menjadi minoritas karena dengan status sebagai supporter tamu tentulah jumlahnya tidak sebanyak supporter tuan rumah. Dan tentu ini memiliki sejumlah resiko serta konsekuensi, terlebih jika supporter dari kedua tim memiliki sejarah rivalitas yang cukup panas.
Oleh karena itu sangat menggelikan (jika menjijikan dianggap terlalu sarkas) rasanya ketika mendengar kabar suatu kelompok supporter ingin melakukan #awayday namun di lain sisi mereka mengharapkan adanya sambutan serta jaminan keamanan khusus. Tak pernah ada yang meminta, menyuruh atau mengharapkan seorang supporter menjalani #awayday. #Awayday adalah suatu pilihan bagi seorang supporter sepak bola. Semua lahir dari inisiatif dan kehendak sendiri sehingga tentunya siap menerima segala konsekuensi atas pilihannya tersebut. Jika anda ingin nyaman, aman, tak ada resiko, maka nontonlah saat laga home atau di TV sekalian, karena tak pernah ada yang meminta anda untuk melakukan #awayday.
Bobotoh dan #awayday
Jauh sebelum tren kelompok supporter dengan embel-embel “mania” di belakang namanya bermunculan di Indonesia, saya berani menjamin bahwa supporter Persib lah yang memulai tradisi #awayday. Bahkan sejak berpuluh tahun lampau, dari jejak arsip dapat ditemui kehadiran bobotoh saat Persib berlaga di Stadion Senayan Jakarta, Stadion Menteng, Stadion Lebak Bulus, Stadion Benteng Tangerang, bahkan tempat-tempat lain di Pulau Jawa dimana saat itu para pendukung Persib yang berstatus sebagai penonton tamu justru berjumlah mayoritas dan mampu mendominasi stadion. Sungguh fenomenal karena berpuluh tahun lalu tradisi #awayday masih sangat aneh, karena saat 2 tim berlaga maka penonton tuan rumahlah yang menyaksikan di stadion secara langsung.
Seiring zaman, tradisi #awayday di kalangan bobotoh tetap berlanjut. Namun mereka yang berangkat dengan inisiatif serta kehendak sendiri ini tak pernah berharap disambut-sambut, dikalungi karangan bunga, apalagi keamanan khusus. Maka terjadilah insiden kepala-kepala bocor yang rutin dialami saat PERSIB tandang ke Stadion Benteng, kulit melepuh dan terbakar akibat tembakan mercon dan lemparan petasan saat bobotoh #awayday ke Maguwoharjo ketika PERSIB dijamu PSS Sleman, bobotoh yang berteriak-teriak karena matanya pedih tak tertahan akibat tembakan gas air mata saat mendukung Persib di GBK pada tahun 2001 (untuk yang satu ini saya tak akan lupa, karena nyaris terbunuh saat mobil yang kami tumpangi hancur dan nyaris dibakar), terkena pecahan kaca akibat kereta api dilempari supporter lain, ataupun tertahan tak bisa pulang karena dihadang supporter tuan rumah di banyak kota.
Namun demikian tanyakan kepada mereka yang mengalami itu semua, apakah mereka menyesal? Mereka akan menjawab TIDAK! Karena mereka paham inilah suatu resiko dan konsekuensi bagi mereka yang memilih untuk #awayday, walau tentu kita akan berduka dan tertunduk saat menerima kenyataan bahwa salah seorang saudara kita harus menerima resiko terburuk dari #awayday (RIP. Rangga)
Eksistensi Suporter
Ketika seorang yang mengaku pecinta alam dan pendaki gunung sejati mengaktualisasikan pencapaiannya saat sukses mendaki gunung dengan ketinggian dan tingkat kesulitan tertentu, maka dalam konteks yang mirip supporter pun demikian. Mereka mengaktualisasikan diri ketika sukses melakukan #awayday, terlebih ke stadion-stadion yang mengandung resiko tertentu pula, dimana tak semua supporter berani melakukannya. Dengan keterbatasan yang saya miliki, saya mencoba berbagi 3 tempat #awayday yang saya rasa ekslusif karena yang melakukannya hanya segelintir. Tentu saja ini berdasarkan subjektivitas dan tanpa menafikkan #awayday lain yang bersifat massal seperti tour ke Surabaya, Tangerang, Palembang, Cilegon, Yogyakarta dsb. Tiga tempat tersebut adalah sebagai berikut:
1. PSSB Bireun, Provinsi Nangroe Aceh Darussalam
Sungguh #awayday ke tempat ini bukan sembarangan, karena selain jarak tempuh, resikonya pun besar karena melewati pemeriksaan di beberapa pos penjagaan. Maklum saat itu harus melewati daerah rawan konflik, tak perlu dibahaslah yah tentang GAM, DOM dsb. Namun demikian, ternyata ada juga bobotoh yang hadir, bahkan yang berangkat dari Bandung. Jumlah terbanyak adalah saat jamannya Arcan Iurie, saat itu Leontin Chitescu cetak gol indah.
2. Stadion GBK Jakarta (dalam kurun waktu 15 tahun terakhir)
Jika bobotoh terbiasa membanjiri Stadion Senayan (GBK) di era perserikatan, tampaknya itu mustahil dilakukan sejak munculnya rivalitas antara supporter Persija Jakarta dan Persib (yang katanya sih sudah damai). Bukanlah suatu pilihan cerdas hadir dengan atribut Persib saat laga Persija vs Persib di GBK. Pengalaman saya, semua bobotoh yang saya temui dalam #awayday ini pasti memakai baju bebas dan tak banyak omong dengan logat Sunda-nya, sungguh beresiko jika kepergok. Ada beberapa yang ketahuan karena tak kuasa menahan ekspresi, resikonya berat, dipukuli hingga dikeroyok. Insiden kepergok paling banyak yang saya tahu adalah saat Gonzales mencetak gol saat Persib ditahan imbang Persija. #Awayday sejenis berlangsung pula saat masih di Lebak Bulus, dari area masuk suka ada sweeping-sweeping KTP, ada yang kepergok saat itu jamannya Arcan Iurie. Saat itu bus Persib pun hancur, saya lupa tahunnya tapi hasilnya saat itu adalah draw, Agus Indra cetak gol penyeimbang. Insiden massal terbesar yang saya alami di GBK terjadi tahun 2001 saat itu banyak bus dari Bandung tak bisa masuk, beberapa mobil kecil hancur, ada yang sempat hilang karena terpisah dari rombongan dan memilih bersembunyi hingga keesokan harinya, dan anak-anak Viking Jakarta yang bisa mencapai tribun terkena gas air mata. Saat itu Persib kalah telak 0-3, ini jamannya Suwita Patha, Yayan Sundana. Yang paling tragis tentunya terjadi beberapa waktu lalu, saat tragedi wafatnya alm. Rangga karena dikeroyok. God bless u brother.
3. Persires Rengat, Kab. Indragiri Provinsi Riau
Persib harus tandang ke Rengat dalam kompetisi Copa Indonesia (masih Copa Dji Sam Soe). Yang istimewa dari #awayday ini adalah lokasinya yang teramat jauh. Jika berhadapan dengan PSPS maka Persib bermain di Pekanbaru. Maka untuk mencapai Rengat, kita harus melanjutkan perjalanan hampir 6 jam lagi, dan rutenya sama sekali tak menyenangkan, tiada pohon rindang, hanya pohon sawit sepanjang jalan, pake AC tetap terasa panas. Saya ingat betul saat itu manajer Persib Jaja Sutarja hanya gunakan kaos singlet dalam mobil ber-AC karena panasnya hawa. Dalam #awayday ini, bobotoh yang berangkat langsung dari Bandung mungkin tak sampai 5 orang, walau ternyata lumayan banyak warga Priangan pendukung Persib di kota kecil tersebut. Selain hanya menghadapi tim divisi bawah, ajang Copa yang dianggap masih kurang bergengsi pun bisa jadi membuat bobotoh kurang antusias untuk #awayday. Bisa dibayangkan betapa ekslusifnya #awayday ini? Dari jutaan bobotoh yang ada, tak sampai 10 orang yang berangkat ke Rengat. Hal serupa mungkin terjadi saat #awayday ke Bontang. Bontang pun sama jauhnya, 6 jam perjalanan darat dari bandara utama Kalimantan Timur di Balikpapan. Walau banyak bobotoh yang hadir saat Persib bertanding di Bontang, namun mayoritas adalah warga Priangan yang memang menetap di Bontang, khususnya karyawan pupuk Kaltim. Adapun jumlah itu semakin bertambah saat warga Priangan lain yang bekerja di Balikpapan, Samarinda dan Sangata turut hadir (Viking Borneo). Namun secara riil yang melakukan #awayday dari Bandung hanya dihitung jari. Pengalaman saya yang berangkat bersama dari bandara Soekarno-Hatta saat #awayday ke Bontang hanya 6 orang, itupun 2 orang adalah bobotoh dengan domisili Jakarta. Biasanya bobotoh yang melakukan #awayday ini harus ambil cuti agak panjang karena nontonnya sepaket dengan pertandingan lawan Persisam Putra Samarinda.
Bersambung…
*penulis adalah reporter program Persib Aing STV (KOMPAS TV Bandung sekarang) periode 2005-2011, berakun twitter @ekomaung

satuju pisan sareung mang eko , timamana ge awayday mah teu ngareupkeun di sambut, komo menta dijamin keselamatan mah
awayday mah kudu siap jeung segala konsekuensina
Satuju pisan, Kang.
Away Day mah sanes bade ka ondangan. Bari na ka ondangan oge heunteu kitu-kitu teuing. Punteun sateuacanna.
Waduh kanggo abdi mah teu satuju pisan, kerangka pikiran kang eko maung. Kalau dasarnya untuk kebaikan, mengapa harus dipermasalahkan, menghormati tamu wajib hukumnya. Kalau bersih mengapa harus risih
hahaha filosofis, sarkas, mengaktualisasikan, sepaket bahasana teu merenah, siga vicky prasetyo ” in twenty nine my age, kontroversi hati, konspirasi kemakuran, harmonisisasi”
suporter bola bukan anak SD yg pergi wisata.
ketika anda melabeli diri sebagai suporter bola, maka anda harus menerima konsekwensinya seperti cibiran orang yg menganggap hal itu buang2 energi.
klo hanya ingin jadi penikmat bola silahkan nonton di TV atau datang ke stadion saat pertandingan apa saja. gak perlu spesifik klub tertentu. toh nonton anak SD maen bola pun suka ada yg berkelahi.
Supporter bola, ya, mereka yang selalu mendukung tim kesayangannya, kalah tetep didukung, menang pastinya ikut merayakan. jadi supporter tidak usah perlu rasis, mengejek tim lain, bentrok dengan supporter tim lain, perilaku seperti itu yang buang2 energi. jadi supporter bukan ajang jadi jagoan.
#Persib nu aing
ka bobotoh sadaya, ieu kang eko nulis teh hanya sharing… nonton PERSIB maen “away” mah mnurut saya mah sah sah wae itung2 silaturahim jeung dulur bobotoh ti kota lain… lain niat na rek memprovokasi suporter orange anu rek datang ka SJH ulah datang… tapi bobotoh menta kaadilan dina setiap kajadian anu proses na teuing kumaha (conto ngarusak bus taun 2013, kasus rangga 2012, dll)… urang mah hayang kabeh introspeksi diri terutama ti PSSI na kumaha ngajieun regulasi dan keamanan suporter nu tandang jadi siga di spanyol (madrid vs barca penonton kedua belah pihak bisa lalajo dina stadion babarengan sanajan tensi pertandingan na panas)…
Satuju pisan Kang. Nu penting mah saling menghormati dan saling menghargai. Hatur nuhun.
sami2 kang, hayu ah urang ngadoa sangkan PERSIB JUARA sareng bobotoh jadi tiasa leuwih dewasa deui… masalah keadilan tina “kajadian kapungkur” mah urang serahkeun KANU MAHA KAWASA weh…
sae pisan…..hiduuuuuup persib