(Arena Bobotoh) Wajib Berbenah, Sib!
Tuesday, 07 March 2017 | 09:55
Selesainya pagelaran turnamen liga kopi dan legalnya kembali PSSI di mata FIFA kembali memunculkan optimisme bobotoh kepada Persib untuk mempertahankan gelar juara liga. Banyak drama transfer yang terjadi sebelum memasuki Liga 1 dan menghadapi turnamen pra musim Piala Presiden 2017. Dimulai dengan dicampakkan Patrick Cruz yang lebih memilih berkarir di Vietnam, Makan Konate yang dikabarkan agennya cidera dan butuh waktu recovery yang cukup lama, bercerai dengan Marcos Flores si pujaan hati yang baru dan bang Firman yang terbentur regulasi batasan usia PSSI. Meskipun akhirnya bobotoh kabrangbrangkeun dengan keberhasilan menejemen meng-comeback-kan Dado, Shohei, Supardi, Jupe, dan si anak hilang Wildansyah, namun tetap kegelisahan bobotoh terpusat pada kreator permainan Persib yang belum menemukan sosok yang pas pengganti Flores.
Kegelisahan bobotoh disempurnakan dengan direkrutnya Erick Weeks yang digadang gadang sebagai suksesor Makan Konate, meskipun hanya dikontrak hingga Piala Presiden 2017 berakhir. Memang Weeks masuk ke dalam tipe AMF yang diinginkan Djanur, tapi itu rasanya ketika dia masih berseragam Persiwa. Kini performanya sudah jauh menurun dan usianya pun sudah memasuki kepala tiga. Sekelas Persib haruskah bergantung pada seorang kreator permainan yang sudah hilang masa keemasannya?
Dengan skuad yang lumayan mumpuni Persib salah satu tim yang memiliki persiapan cukup matang dibanding kontestan lain di PilPres 2017. Ditambah dengan menjadi salah satu tuan rumah di fase grup membuat asa bobotoh melihat tim kebanggaannya mengangkat piala presiden untuk kedua kalinya kembali membumbung tinggi. Tiga pertandingan di fase grup dilahap habis tanpa kekalahan. Meskipun banyak bobotoh nu ngadumel, “ayeuna mah nonton Persib teh babak kadua weh hungkul”. Memang dengan adanya regulasi pemain U23 harus bermain selama 45 menit dan belum maksimalnya performa Erick Weeks sebagai AMF membuat Persib kehilangan gaya dan pola permainan yang atraktir juga kreatif. Sehingga ketika masuknya Dado dan Supardi yang biasanya dimainkan di babak kedua barulah terlihat permainan yang diinginkan Djanur. Setelah lolos fase grup persib harus melakoni laga perdelapan final menghadapi Mitkuk. Kemenangan diraih Persib dengan skor 3-2 di Manahan Solo. Lanjut ke semifinal Persib ditunggu PBFC yang sebelum pertandingan diwarnai banyak psywar di media sosial.
Leg 1 di Samarinda Persib harus mengakui keunggulan PBFC dengan skor 2-1. Meskipun pertandingan terkesan “dijaili” wasit tapi memang permainan Persib pun tidak banyak perubahan. Ditambah cederanya SVD membuat Persib bermain tanpa striker dan AMF murni. Beruntung ada Vlado (lagi) yang membuat Persib memiliki keuntungan gol tandang. “Balas di Bandung” menjadi tajuk utama pada leg 2 di Stadion si Jalak Harupat. Ada sedikit muncul rasa keraguan melihat permainan Persib di Samarinda dapat dengan mudah mengalahkan PBFC di Bandung. Ya, dan akhirnya Persib harus menyerah dari PBFC lewat adu tos tosan.
Kecewa? Jelas sebagai bobotoh asli pituin Bandung jelas kecewa. Apalagi bermain di Bandung dihadapan ribuan bobotoh harus kalah melawan tim “kemarin sore” yang mengatakan dirinya bermain dengan lapis 2. Tapi mau tidak mau kita harus menerima. Inilah sepakbola. Penuh dengan kejutan dan drama. Harus menerima juga Persib bermain tidak terlalu spesial amat. Bermain menekan dan atraktif sejak awal, lini belakang pun bermain lebih rapih meskipun ada missed komunikasi yang menyebabkan satu gol bagi PBFC. Satu gol untuk Persib tercipta dari open play. Tapi tetap Vlado yang menjadi inisiator dengan memberikan assist kepada Shohei. Satu lagi gol kembali lahir dari set piece yang di selesaikan oleh Lord Atep. Inilah efek tidak adanya pemain AMF murni yang berkelas yang dapat memberikan warna dan opsi kreatifitas di kala buntu dalam mencetak gol. Ataupun sosok pemain tipikal “kartu AS” yang dapat memberikan kejutan ketika dibutuhkan. Selain itu tidak adanya sosok motivator atau pemain “nu aya simaan” di lapangan semacam bang FU15 yang dapat memberikan suntikan mental dan ketenangan bagi pemain lain ketika tim dalam keadaan tertekan.
Terlepas dari hasil minor di minggu malam ini merupakan tamparan yang nyata bagi Persib. Semakin memperjelas bahwa tim sekelas Persib belum cukup membebankan kreator serangan kepada AMF muda potensial semacam Gian Zola atau berharap gelontoran gol dari pemain asing yang masih masuk dalam kelas medioker. Sekelas Persib tidak cukup dengan pemain seadanya dengan cara tambal sulam. Sekelas Persib harus memiliki pemain yang memiliki mental bertanding dan visi bermain sekelas Persib Juga. Untungnya ini terjadi dalam turnamen pra musim sehingga masih ada waktu bagi coach Djanur dan Menejemen untuk mengevaluasi segala yang kurang dari Persib untuk menghadapi Liga 1 nanti. Inilah bentuk kegelisahan atas apa yang kami cintai ternyata tidak berjalan seperti yang diharapkan. Semoga ini menjadi kritik membangun bagi Persib agar kembali ke level permainan tertingginya. Mungkin memang sang juara harus membumi terlebih dahulu sebelum terbang kembali ke langit. Kembali lah mengaum Maung Bandungku. Wajib berbenah, Sib!
Ditulis oleh seorang pecinta sepakbola yang masih mengalami gloomy Sunday dikarenakan Persib dan Arsenal bubuk di hari yang sama. Dapat di temui di akun twitter @luthfihazazi

Selesainya pagelaran turnamen liga kopi dan legalnya kembali PSSI di mata FIFA kembali memunculkan optimisme bobotoh kepada Persib untuk mempertahankan gelar juara liga. Banyak drama transfer yang terjadi sebelum memasuki Liga 1 dan menghadapi turnamen pra musim Piala Presiden 2017. Dimulai dengan dicampakkan Patrick Cruz yang lebih memilih berkarir di Vietnam, Makan Konate yang dikabarkan agennya cidera dan butuh waktu recovery yang cukup lama, bercerai dengan Marcos Flores si pujaan hati yang baru dan bang Firman yang terbentur regulasi batasan usia PSSI. Meskipun akhirnya bobotoh kabrangbrangkeun dengan keberhasilan menejemen meng-comeback-kan Dado, Shohei, Supardi, Jupe, dan si anak hilang Wildansyah, namun tetap kegelisahan bobotoh terpusat pada kreator permainan Persib yang belum menemukan sosok yang pas pengganti Flores.
Kegelisahan bobotoh disempurnakan dengan direkrutnya Erick Weeks yang digadang gadang sebagai suksesor Makan Konate, meskipun hanya dikontrak hingga Piala Presiden 2017 berakhir. Memang Weeks masuk ke dalam tipe AMF yang diinginkan Djanur, tapi itu rasanya ketika dia masih berseragam Persiwa. Kini performanya sudah jauh menurun dan usianya pun sudah memasuki kepala tiga. Sekelas Persib haruskah bergantung pada seorang kreator permainan yang sudah hilang masa keemasannya?
Dengan skuad yang lumayan mumpuni Persib salah satu tim yang memiliki persiapan cukup matang dibanding kontestan lain di PilPres 2017. Ditambah dengan menjadi salah satu tuan rumah di fase grup membuat asa bobotoh melihat tim kebanggaannya mengangkat piala presiden untuk kedua kalinya kembali membumbung tinggi. Tiga pertandingan di fase grup dilahap habis tanpa kekalahan. Meskipun banyak bobotoh nu ngadumel, “ayeuna mah nonton Persib teh babak kadua weh hungkul”. Memang dengan adanya regulasi pemain U23 harus bermain selama 45 menit dan belum maksimalnya performa Erick Weeks sebagai AMF membuat Persib kehilangan gaya dan pola permainan yang atraktir juga kreatif. Sehingga ketika masuknya Dado dan Supardi yang biasanya dimainkan di babak kedua barulah terlihat permainan yang diinginkan Djanur. Setelah lolos fase grup persib harus melakoni laga perdelapan final menghadapi Mitkuk. Kemenangan diraih Persib dengan skor 3-2 di Manahan Solo. Lanjut ke semifinal Persib ditunggu PBFC yang sebelum pertandingan diwarnai banyak psywar di media sosial.
Leg 1 di Samarinda Persib harus mengakui keunggulan PBFC dengan skor 2-1. Meskipun pertandingan terkesan “dijaili” wasit tapi memang permainan Persib pun tidak banyak perubahan. Ditambah cederanya SVD membuat Persib bermain tanpa striker dan AMF murni. Beruntung ada Vlado (lagi) yang membuat Persib memiliki keuntungan gol tandang. “Balas di Bandung” menjadi tajuk utama pada leg 2 di Stadion si Jalak Harupat. Ada sedikit muncul rasa keraguan melihat permainan Persib di Samarinda dapat dengan mudah mengalahkan PBFC di Bandung. Ya, dan akhirnya Persib harus menyerah dari PBFC lewat adu tos tosan.
Kecewa? Jelas sebagai bobotoh asli pituin Bandung jelas kecewa. Apalagi bermain di Bandung dihadapan ribuan bobotoh harus kalah melawan tim “kemarin sore” yang mengatakan dirinya bermain dengan lapis 2. Tapi mau tidak mau kita harus menerima. Inilah sepakbola. Penuh dengan kejutan dan drama. Harus menerima juga Persib bermain tidak terlalu spesial amat. Bermain menekan dan atraktif sejak awal, lini belakang pun bermain lebih rapih meskipun ada missed komunikasi yang menyebabkan satu gol bagi PBFC. Satu gol untuk Persib tercipta dari open play. Tapi tetap Vlado yang menjadi inisiator dengan memberikan assist kepada Shohei. Satu lagi gol kembali lahir dari set piece yang di selesaikan oleh Lord Atep. Inilah efek tidak adanya pemain AMF murni yang berkelas yang dapat memberikan warna dan opsi kreatifitas di kala buntu dalam mencetak gol. Ataupun sosok pemain tipikal “kartu AS” yang dapat memberikan kejutan ketika dibutuhkan. Selain itu tidak adanya sosok motivator atau pemain “nu aya simaan” di lapangan semacam bang FU15 yang dapat memberikan suntikan mental dan ketenangan bagi pemain lain ketika tim dalam keadaan tertekan.
Terlepas dari hasil minor di minggu malam ini merupakan tamparan yang nyata bagi Persib. Semakin memperjelas bahwa tim sekelas Persib belum cukup membebankan kreator serangan kepada AMF muda potensial semacam Gian Zola atau berharap gelontoran gol dari pemain asing yang masih masuk dalam kelas medioker. Sekelas Persib tidak cukup dengan pemain seadanya dengan cara tambal sulam. Sekelas Persib harus memiliki pemain yang memiliki mental bertanding dan visi bermain sekelas Persib Juga. Untungnya ini terjadi dalam turnamen pra musim sehingga masih ada waktu bagi coach Djanur dan Menejemen untuk mengevaluasi segala yang kurang dari Persib untuk menghadapi Liga 1 nanti. Inilah bentuk kegelisahan atas apa yang kami cintai ternyata tidak berjalan seperti yang diharapkan. Semoga ini menjadi kritik membangun bagi Persib agar kembali ke level permainan tertingginya. Mungkin memang sang juara harus membumi terlebih dahulu sebelum terbang kembali ke langit. Kembali lah mengaum Maung Bandungku. Wajib berbenah, Sib!
Ditulis oleh seorang pecinta sepakbola yang masih mengalami gloomy Sunday dikarenakan Persib dan Arsenal bubuk di hari yang sama. Dapat di temui di akun twitter @luthfihazazi

Tidak positif. walau tidak negatif semuanya. ada benar dan ada salahnya.
1. beberapa pertandingan, melawan persiba dan kemarinpun persib babak satu lebih hidup.
2. Zola, walaupun muda gak bisa dipandang senihil itu. kemarin dia sudah bisa mencari posisi dan meminta bola. dia mulai kreatif. dia tak kalah dari bintang persib sebelumnya sang maestro Yusuf Bachtiar. bahkan dia punya kaki kiri yang mahal.
3.FU15. Kita menghoramtinya, tetapi saya percaya dengan Lord Atep. Atep hanya perlu suasana full untuk jadi pembeda.
4. Jelas kita memang butuh AMF asing karena liga sgt panjang. dan kita juga butuh striker asing. Hanya untuk membela pemain yang ada
Sebelum kompetisi dimulai Persib banyak yg harus di benahi :
1. Tim pencari pemain kdu jeli diposisi mana yg sekarang dibutuhkan dan pemain yg berkualitas (striker + gelandang ) jangan di boongin agen melulu…!!!
2. Mental bertanding terutama laga away jelas pemain kurang PD
3. Strategi pelatih jangan monoton gampang kebaca lawan, salah/telat penggantian pemain, terlalu andalkan pemain yg itu itu saja dll.
4.Regenarasi pemain muda lambat karena jarang di mainkan, ( kalah cepat dengan tim lain pemain muda malah jadi tim inti) , sehingga terlalu jauh perbedaan tim inti dan cadangan nya.
5.Persib cukup dana banyak sponsor dll tapi sulit dapatkan pemain berkualitas, berbeda dengan tim lain sukses sperti :Seceremnto (SP) Marlon D Sylva(M Kukar) Reinaldo (PBFC) pdahal nilai kontrak nya relatif kjangkau ?
EWEAN
teu aya bahasan nu sejen… parantos terang
saha eta orang mana eta nya nu ngetik artikel ,,,, ari maneh sakola teu