(Arena Bobotoh) Saya, Djadjang Nurdjaman!
Thursday, 30 June 2016 | 00:18
Kamu tahu, saya sangat mencintaimu, lebih dari apa yang kau duga. Sebelum kamu menjadi megah dan sebesar sekarang, aku tlah menancapkan batu itu. Maret 1986, kaki saya yang memberikan gelar itu untukmu. Ya, kaki saya.
Generasi emas sebut mereka. Pasukan tempur yang merajai persepakbolaan nasional dalam kurun waktu 1986 hingga akhir 1994. Menjadi kebanggaan masyarakat Jawa Barat, menjadi cerita yang bisa kau sombongkan kepada siapapun. Kamu pun harus tahu, saya ada di dalam kurun waktu itu. Saya harus bicara sambil mendongak, bahwa saya adalah bagian dari generasi emas itu.
Era sepakbola modern ucap mereka. Penyatuan Galatama dan Perserikatan. Saya tidak terlalu peduli apapun namanya. Yang saya tahu, generasi emas itu menemui senjanya. Kami menua, kaki kaki kami mulai letih, kami tak bisa bertempur sehebat dahulu. Kami ringkih. Tapi , kamu mesti mendengar ini, bahkan ketika kami menua, kami masih bisa menghancurkan mereka-mereka yang menyebut sepakbola telah harus menjadi modern. Persetan.
Kami menang dan tersenyum di Senayan. 1995, tanpa pemain asing, kami membumi hanguskan Jakarta. Kami juara. Kamu memang tak bisa melihat saya berada di lapangan menari bersama kaki kaki lainnya, tetapi kamu tentu ingat, saya pastilah orang pertama yang menghisap asap rokok itu, asap yang keluar dari mulut pelatihmu ketika sedang tertekan sepanjang pertandingan. Saya masih ingat bagaimana aroma asap di hari juara itu.
**
Hati saya tak pernah berpaling darimu. Walaupun sekarang kamu sedang jauh, percayalah, saya selalu merindukanmu. Kugambar semua coretan dan skema. Kubayangkan ketika kelak kita bisa bertemu lagi di hari yang penuh oleh sajak indah. Kurencanakan semua . Aku tak tahu apa kamu pun sedang berharap yang sama, tetapi satu yang harus kamu tahu, saya telah mempersiapkan kejutan indah jika pada suatu hari nanti kita tertemukan waktu.
Saya percaya terhadap penantian dan saya akan menantimu. Saat ini saya hanya bisa bekerja keras dan membuktian semua. Sesekali saya mencoba merebut perhatianmu. Berharap kamu melirik sedikit saja. Saya tulis semua puisi indah tentangmu, di setiap pagi, di setiap nafas.
**
Terhadap waktu kamu tak punya kuasa. Sampai akhirnya takdir baik mempertemukan kita kembali. Kamu bercerita bahwa selama 19 tahun kamu tak pernah lagi melalui hari-hari bahagia. Kamu bercerita tentang semua problema dan kesengsaraan. Saya bukannya tidak tahu, tetapi saya sedang tak mau mengganggu mimpi-mimpimu. Mimpimu untuk terbang ke batas terjauh. Kuanggap itu seperti mimpi anak kecil.
Ucapku, kamu megah sekarang, tidak seperti dahulu. Tetapi saya tahu, kamu pun sedang tidak bahagia. Saya tahu kamu, saya tahu semua.
Kemudian kamu menawarkan romansa. Kamu menawarkan padaku untuk mencoba lagi merajut mimpi-mimpimu, yang kelak kan menjadi mimpi kita Aku pikir aku hanya tinggal meledakkan saja. Semuanya telah sedemikian rupa ku rancang. Di Palembang 2014, kuledakkan semua. kubuktikan semua.
Aku hanya butuh dua tahun untuk melihatmu bercucuran tangis bahagia lagi. Melihatmu bisa tersenyum lagi setelah 19 tahun terpuruk adalah hal terbaik yang pernah kutemui. Kamu menangis sambil memelukku. Mengucap semua kata terima kasih yang tak pernah terucap. kamu memelukku erat di bawah langit malam Palembang. Akhirnya kita dipertemukan lagi dengan masa indah. Tetapi ada hal yang tidak kamu tahu, bahwa sebetulnya saya benci ketika semua mimpi jadi kenyataan.
**
Kali ini kamu labil. Aku tidak terima ketika kamu menghubungiku untuk menjauhimu pelan-pelan. Kamu seperti ingin mengasingkanku. Kamu berbicara pelan dengan semua hal baik yang aku tahu semua ini ujungnya adalah perpisahan. Kamu seperti ingin mengusirku dengan cara yang paling sopan. Kamu sedang tergoda siapa?
**
Baik. Silakan saja jalani harimu. Saya ikut terhadap semua inginmu. Satu hal yang mungkin sedang kamu lupa. Tak banyak orang bisa mengerti maumu. Saya adalah satu dari sedikit orang yang tahu tentangmu. Dan yang tak boleh kamu lupa, saya akan selalu menunggumu di tepian sungai itu. Aku tahu kamu pasti kembali. Aku tahu.
**
28 Juni 2016. Aku tahu kamu kan kembali menghubungiku.
Ditulis oleh @riphanpradipta

Kamu tahu, saya sangat mencintaimu, lebih dari apa yang kau duga. Sebelum kamu menjadi megah dan sebesar sekarang, aku tlah menancapkan batu itu. Maret 1986, kaki saya yang memberikan gelar itu untukmu. Ya, kaki saya.
Generasi emas sebut mereka. Pasukan tempur yang merajai persepakbolaan nasional dalam kurun waktu 1986 hingga akhir 1994. Menjadi kebanggaan masyarakat Jawa Barat, menjadi cerita yang bisa kau sombongkan kepada siapapun. Kamu pun harus tahu, saya ada di dalam kurun waktu itu. Saya harus bicara sambil mendongak, bahwa saya adalah bagian dari generasi emas itu.
Era sepakbola modern ucap mereka. Penyatuan Galatama dan Perserikatan. Saya tidak terlalu peduli apapun namanya. Yang saya tahu, generasi emas itu menemui senjanya. Kami menua, kaki kaki kami mulai letih, kami tak bisa bertempur sehebat dahulu. Kami ringkih. Tapi , kamu mesti mendengar ini, bahkan ketika kami menua, kami masih bisa menghancurkan mereka-mereka yang menyebut sepakbola telah harus menjadi modern. Persetan.
Kami menang dan tersenyum di Senayan. 1995, tanpa pemain asing, kami membumi hanguskan Jakarta. Kami juara. Kamu memang tak bisa melihat saya berada di lapangan menari bersama kaki kaki lainnya, tetapi kamu tentu ingat, saya pastilah orang pertama yang menghisap asap rokok itu, asap yang keluar dari mulut pelatihmu ketika sedang tertekan sepanjang pertandingan. Saya masih ingat bagaimana aroma asap di hari juara itu.
**
Hati saya tak pernah berpaling darimu. Walaupun sekarang kamu sedang jauh, percayalah, saya selalu merindukanmu. Kugambar semua coretan dan skema. Kubayangkan ketika kelak kita bisa bertemu lagi di hari yang penuh oleh sajak indah. Kurencanakan semua . Aku tak tahu apa kamu pun sedang berharap yang sama, tetapi satu yang harus kamu tahu, saya telah mempersiapkan kejutan indah jika pada suatu hari nanti kita tertemukan waktu.
Saya percaya terhadap penantian dan saya akan menantimu. Saat ini saya hanya bisa bekerja keras dan membuktian semua. Sesekali saya mencoba merebut perhatianmu. Berharap kamu melirik sedikit saja. Saya tulis semua puisi indah tentangmu, di setiap pagi, di setiap nafas.
**
Terhadap waktu kamu tak punya kuasa. Sampai akhirnya takdir baik mempertemukan kita kembali. Kamu bercerita bahwa selama 19 tahun kamu tak pernah lagi melalui hari-hari bahagia. Kamu bercerita tentang semua problema dan kesengsaraan. Saya bukannya tidak tahu, tetapi saya sedang tak mau mengganggu mimpi-mimpimu. Mimpimu untuk terbang ke batas terjauh. Kuanggap itu seperti mimpi anak kecil.
Ucapku, kamu megah sekarang, tidak seperti dahulu. Tetapi saya tahu, kamu pun sedang tidak bahagia. Saya tahu kamu, saya tahu semua.
Kemudian kamu menawarkan romansa. Kamu menawarkan padaku untuk mencoba lagi merajut mimpi-mimpimu, yang kelak kan menjadi mimpi kita Aku pikir aku hanya tinggal meledakkan saja. Semuanya telah sedemikian rupa ku rancang. Di Palembang 2014, kuledakkan semua. kubuktikan semua.
Aku hanya butuh dua tahun untuk melihatmu bercucuran tangis bahagia lagi. Melihatmu bisa tersenyum lagi setelah 19 tahun terpuruk adalah hal terbaik yang pernah kutemui. Kamu menangis sambil memelukku. Mengucap semua kata terima kasih yang tak pernah terucap. kamu memelukku erat di bawah langit malam Palembang. Akhirnya kita dipertemukan lagi dengan masa indah. Tetapi ada hal yang tidak kamu tahu, bahwa sebetulnya saya benci ketika semua mimpi jadi kenyataan.
**
Kali ini kamu labil. Aku tidak terima ketika kamu menghubungiku untuk menjauhimu pelan-pelan. Kamu seperti ingin mengasingkanku. Kamu berbicara pelan dengan semua hal baik yang aku tahu semua ini ujungnya adalah perpisahan. Kamu seperti ingin mengusirku dengan cara yang paling sopan. Kamu sedang tergoda siapa?
**
Baik. Silakan saja jalani harimu. Saya ikut terhadap semua inginmu. Satu hal yang mungkin sedang kamu lupa. Tak banyak orang bisa mengerti maumu. Saya adalah satu dari sedikit orang yang tahu tentangmu. Dan yang tak boleh kamu lupa, saya akan selalu menunggumu di tepian sungai itu. Aku tahu kamu pasti kembali. Aku tahu.
**
28 Juni 2016. Aku tahu kamu kan kembali menghubungiku.
Ditulis oleh @riphanpradipta

Ngoceak beuteung urang ges maca artikel ieu. Jaba bedug maghrib lila keneh.
Ramijud kulit aki urang gs maca artikel ieu
kuereeeeen…
Hade pisan….