Persib Bandung diawal musim BRI Liga 1 2022 menjalani musim yang cukup berat dan buruk. Mayoritas pembicaraan di liga 1 menyoroti tentang buruknya peringkat Persib dan kurang variatif permainan Persib ditangan Robert Rene Albert lebih banyak dibanding soal Madura dengan behind team brazilian connection yang berhasil membuat kejutan terus daya kejut Persikabo bersama Abah Djanur di tiga laga awal dan PSM yang memberikan warna berbeda. Emang sih masih terlalu dini tapi jadi sedikit pemberitaan kejutan radar tim tim itu dibanding pemberitaan terperosoknya Persib.
Persib menghadapi periode yang sangat berat di awal musim ini. Partai pembuka Imbang melawan Bhayangkara 2-2, kemudian dilanjut kekalahan pertama di kandang dari Madura United 1-3 dan terakhir dibantai Borneo 4-1. Persib hanya mampu meraih 1 poin di 3 laga awal dan Persib kebobolan banyak gol, total 9 gol bersarang ke gawang Persib hanya dalam 3 laga BRI Liga 1, uniknya Ketiga pertandingan itu pun selalu dimulai dengan Persib unggul lebih dahulu sebelum disamakan dan dua pertandingan terakhir malah lawan mampu membalikan skor. Tentunya PR yang sangat berat bagi staff pelatih yang tersisa saat ini maupun staff pelatih baru. Persib perlu memperbaiki struktur timnya untuk menyelesaikan masalah ini. Beberapa tahun terakhir sebenernya Persib similar dalam situasi ini, seperti pertengahan liga musim 2019 dan pertengahan musim 2021. Tapi ya Cukup terkejut melihat Persib di 3 laga awal musim ini secara konsisten Persib dibobol lebih dari 1 gol secara beruntun dan tidak pernah menang.
Ada istilah juga dimana Robert Albert dijuluki “Football Genius”. Selain slank ini,Memang tidak menutup fakta juga bahwa selama dia menangani persib, dia berhasil memecahkan rekor poin terbanyak klub persib selama mengikuti liga, tim dengan kebobolan paling sedikit di liga musim lalu dan membawa Persib bersaing di perburuan juara Liga musim lalu. Robert juga dalam beberapa tahun menangani Persib selalu menemui peak performance Persib selalu di pertengahan musim.
Tapi, Problem Persib sudah terlihat sejak pramusim, program mereka tidak berjalan ideal dan sempurna. Baru kumpul beberapa pekan, kondisi mereka bahkan belum di level 70% tapi dari persibnya sendiri secara kompak mulai dari pelatih, managemen, dan pemain menargetkan juara. Ujungnya bukan hasil positif/kemenangan untuk mempermudah ke jalur juara seperti yang mereka targetkan, yang didapat malah badai cedera dan ketika kompetisi resmi digelar kondisi pemain mereka banyak yang belum di level yang siap buat liga. Ini berimbas ke intensitas aksi aksi sepakbola mereka di lapangan dengan kondisi yang tidak ideal mereka kesulitan mempertahankan intensitas secara konsisten.
Terlihat di 2 laga awal mereka, 45 menit mereka mampu tampil dengan aksi aksi intensitas tinggi, tapi di babak dua mereka selalu turun intensitas dan aksi aksi sepakbolanya. Lalu mereka beralasan kurang dewi fortuna lah/badai cedera dll. Padahal itu nyaris prone semua tim yang mengikuti turnamen pramusim dengan serius. Efek terlalu serius di pramusim buat juara, intensitas aksi sepakbola tidak di level yang ideal untuk eksekusi aksi aksi sepakbola. Selain itu template Robert juga hampir tidak berubah sejak dia menangani persib, Jika berbicara secara numerik formasi dia sejak 2019-2022 ini selalu menggunakan 4-2-3-1/4-4-2 yang berubah menjadi 4-4-1-1/4-4-2 ketika bertahan, berorientasi pada setup man to man.
Dari kedua system tadi jelas lini tengah adalah bagian yang penting, baik ketika tim menyerang di setiap fasenya dia harus jadi koneksi tim progresi ke depan dan ketika bertahan harus selalu menjaga poros ganda yang kompak dan agresif dari gelandang tengah lawan di depan pertahanannya. Kedua formasi secara numerik juga telah berorientasi man to man dalam pertahanan mereka, sering menandai lawan ketika mereka datang ke zona lini tengah.
Sebenarnya ini adalah penandaan zona klasik di mana mereka menandai pemain yang paling dekat dengan mereka di zona mereka. Namun yang paling penting, adalah cara mereka bekerja bersama. Ketika satu menekan, yang lain menutupi dan mereka selalu tetap dekat satu sama lain. Ini memberikan perlindungan di depan Flat back four mereka dan terutama bek tengah di zona 14 yang akan sangat berbahaya. Oke sekarang mari kita lihat bagaimana Persib era Robert Albert bermain di berbagai tahap permainan.
Musim ini, Cara Persib menyerang sudah tertebak, di fase akhir persib kerap kesulitan untuk menghancurkan blok lawan dalam situasi di mana tim sama-sama terorganisir. Dengan kata lain, Persib mencoba mengacaukan tim lawan sambil mempertahankan struktur mereka sendiri. Namun, kebanyakan tim lawan menjadi lebih stabil saat bertahan dan Persib hampir selalu kesulitan untuk menembusnya dan mengacaukannya. Oleh karena itu, cukup sering Persib ingin menyerang ketika tim lawan sudah tidak terorganisir dan saat mereka kehilangan bola. Makanya mereka selalu bertujuan Direct Langsung dari GK dengan mengharapkan memenangkan second ball atau jika lawan memenangkan bola mereka langsung bertujuan merebutnya secara individu/kolektif lalu melakukan transisi positif. 2 gol persib pun berawal dari situasi transisi positif.
Sejauh ini dalam tiga laga ini, Persib sebenernya punya beberapa variasi set-up ketika membangun serangan dari belakang. Hanya sayangnya set-up nya kurang variatif jika dibandingkan dengan musim sebelumnya. Tapi sebenernya ini hanya angka dan yang paling utama prinsip soal bagaimana memajukan bola itu jauh lebih penting, meskipun ini juga sama seperti sebelumnya. Baik di 2-3-5, 3-2-5, 2-4-3-1 atau 2-4-4. Tujuan utamanya tetap sama, mereka mencoba menembus lini tengah lawan dengan menciptakan kelebihan di area yang luas. Kedua winger depan akan menjaga lebar dan ditandai fullback/wingback lawan, striker dipin oleh bek lawan. Sehingga gelandang serang dapat menerima bola di ruang antar lini tanpa harus ditekan oleh fullback atau wingback lawan. Jika bek tengah lawan melangkah maju untuk memberikan tekanan pada gelandang serang, penyerang dapat memanfaatkan ruang dengan berlari melalui celah di antara bek tengah lawan.
Namun tujuan mereka selalu terbaca lawan, Ada dua alasan utama. Pertama, kedua pemain sayap Frets dan Erwin cukup sering menggiring bola ke dalam/cut inside, jadi sulit untuk menembus zona akhir jika tidak mendapatkan opsi kedalaman. Di musim lalu, Febri di sisi kanan dan Frets Butuan di sisi kiri dan sering ada untuk dapat kedalaman. Di beberapa pertandingan musim lalu, Febri/Frets menerima bola, menggiring bola ke depan dan mengirimkan umpan silang itu. Jika pemain sayap bisa menggiring bola ke depan, dan ada opsi kedalaman membuat bek lawan harus bergerak secara vertikal. Yang membentang ruang di antar lini. Namun, jika winger hanya melakukan cut inside, tanpa adanya kedalaman maka bek lawan terutama bek tengah tidak perlu bergerak sehingga lebih mudah untuk bertahan dan mengantisipasi serangan. Oleh karena itu, sangat dibutuhkan seseorang yang dapat berlari di belakang untuk penetrasi juga ketika mendapatkan kedalaman. Tetapi ini adalah masalah kedua Persib sejauh ini. Terutama, kurangnya support gelandang serang untuk berlari ke koridor zona 14. Ezra Walian terkadang melebar untuk menerima bola di luar blok pertahanan lawan dan tidak siap untuk berlari di belakang lini lawan. Itu yang membuat Persib di tiga laga awal cukup kesulitan menyerang di fase akhir.
Persib secara organisasi bertahan musim ini sebenernya cukup baik. Kerapatan secara vertikal dan horizontal cukup terjaga. Dua laga awal sangat sulit lawan membangun serangan ke Persib. Tapi,Persib memiliki kelemahan dalam transisi negatif. Terutama ketika salah satu pemain poros ganda, naik/mengubah posisi mereka secara dinamis membuatnya jika lawan langsung akses ke depan, koridor tengah tidak stabil ketika bola diarahkan kesitu. Apalagi acap kali Persib ketika kehilangan bola di zona manapun respon mereka jarang melakukan pressing secara group, mereka lebih pressing individu dengan menekan ball carrier, tetapi jika gagal dan lawan bisa dapat vertikalitas/diagonalitas langsung ke depan, hanya selalu menyisakan 1 DM, CB akan selalu terpancing. Kedalaman tidak terjaga dan kiper mereka pun tidak memiliki pengetahuan taktis tentang cover ruang dan posisi tubuh mereka.
Di laga lawan madura, Kiper melakukan kesalahan di dua gol terakhir, pertama saat bola rebound, kedua di gol terakhir Madura, kiper Persib sangat buruk dalam control kedalaman. Di laga lawan Borneo pun serupa. Dua laga terakhir Persib kebobolan 4x dari situasi transisi negatif.
Persib di era Robert Albert sebenernya menunjukkan ide bermain yang jelas tentang bagaimana mereka ingin bermain, tetapi masalah selalu terletak pada eksekusi akhir mereka. Ditambah mereka cuman bisa bermain dengan intensitas yang bagus cuman hanya 45 menit saja. Tapi masalah soal problem di final third ini bukan terjadi hanya musim ini, situasi ini sebenernya sama seperti akhir musim lalu. Di musim ini, dia sudah menambah beberapa pemain dan punya banyak kotretan,seharusnya dia sudah siap dengan situasi ini dan menyiapkan solusi/opsi. Dan jika selalu seperti itu, ya memang harus mengundurkan diri.
Ditulis oleh Bobotoh dengan akun Twitter @Aryaaluthfy
Komentar Bobotoh