(Arena Bobotoh) Profesional yang Tidak Rasional (Bagian 2)
Thursday, 09 March 2017 | 09:15
Bobotoh, sebuah nama yang penuh makna, sejarah, tradisi, bahagia, bahkan luka terpampar jelas dari urat nadinya. Nama yang belakangan ini menurut saya di penuhi luka, dari mulai kebijakan yang merugikan, atau bahkan lebih dari itu. Saya akan melanjutkan tulisan dari part 1, di part 2 ini saya tidak akan membahas masalah carut marut tiket lagi, saya harap setelah membaca part 1 akan timbul kesadaran, dari siapapun, terlebih jika itu dari jajaran PT. PBB.
Pertandingan semi final leg ke 2 Piala Presiden adalah ereksi dari onani ketidak becusan penguasa dalam tata kelola sebuah sistem, atau jika saya boleh bilang, kebelegugan sistem. Maaf jika saya berbicara kasar, karena tingkat pendidikan saya rendah, saya juga tidak punya jas mewah.
Seperti kita ketahui bersama, kekalahan harus di terima Persib di malam itu, membuat langkah Maung Bandung mempertahankan gelar Piala Presiden harus terhenti. Namun, ada yang membuat miris lebih dari kekalahan, adalah tragedi yang kelak akan menjadi sejarah kelam klub besar ini. Pagar pembatas tribun utara rubuh, membuat Bobotoh yang berdiri di atasnya jatuh ke bawah, tentunya dengan jarak sekitar 2 meter lebih bukan hanya sakit yang di derita, betul? Kebetulan kawan saya 3 orang menjadi korban, dan saya berada tepat di belakang besi yang jatuh itu.
Memang, pertandingan itu menyedot animo besar dari Bobotoh, tiket yang susah di cari, serta kejadian demi kejadian yang terjadi di setiap pintu masuk menjadi awal dari semuanya. Saya rasa, sikap setiap penjaga pintu dari musim ke musim tidak ada yang berubah menuju hal baik, kita ketahui bahwa praktik busuk korupsi terjadi di depan pintu masuk itu setiap pertandingan. Dan saya sudah bilang di part 1, bahwa tahun ini paling parah, dan semifinal kemarinlah klimaksnya.
Awalnya, tidak ada yang berbeda, tribun penonton sudah pasti penuh tidak ada kursi kosong, saya dan kawan-kawan sempat berjejalan masuk di tribun utara, kami memiliki tiket. Di dalam stadion saya berdiri di belakang besi, kawan yang sudah terlebih dahulu masuk ada yang duduk di pagar besi itu. Saya lupa tepat di menit berapa gelombang Bobotoh masuk deras melalui setiap pintu (Jika tidak salah menit 20), berjejal di belakang saya, bahkan ada 2 orang wanita yang langsung pingsan ketika sudah masuk. Saya lihat, polisi di samping saya menggiring Bobotoh yang masuk entah dengan cara apa itu ke arah sudut (Saya duga pintu masuk jebol), bahkan saya harus bantu mereka berbaris, karena space kosong antara saya yang berada di belakang besi dan kursi paling depan di isi 3 baris orang, membuat saya pun susah bergerak.
Sempat saya bilang pada mereka, “Sing bener baris euy, mun kieu karunya nu hareup engke labuh (Yang benar barisnya, kalo seperti ini kasihan yang di depan nanti jatuh)”, mereka ada yang menggubris, kebanyakan tidak. Akhirnya, kejadian itu benar terjadi, terdengar suara “Krek … Krek … Bruukkk …” tepat di depan saya, pagar besi itu rubuh. Badan saya pun mengarah ke depan, namun satu kaki saya sempat bertahan pada tembok. Saya lihat kawan saya di bawah tertimpa besi, seorang kawan yang di samping saya hampir jatuh namun tangannya sempat berpegangan pada tembok, membuat dia bergelantungan, saya bantu terlebih dahulu, kawan saya itu akhirnya tidak jadi jatuh, setelah itu saya langsung loncat ke bawah, saya khawatir mereka di bawah menderita luka parah. Karena kalian harus tahu, steward hanya diam, terpatung. Lambat, ada yang hanya berjalan kebingungan bulak balik tidak mendekat.
Di bawah, banyak orang yang merintih karena menahan sakit, ada yang sampai tidak bisa bergerak. Gilanya lagi, orang-orang yang jatuh di bantu malah oleh orang yang jatuh juga. Saya bantu kawan dan orang-orang di sekitar, memastikan mereka tidak apa-apa, beruntung tidak ada yang parah di sekitar saya. Saya melihat, yang pertama masuk membantu malah polisi, bukan steward! Lalu tugas steward apa? Seharusnya steward yang masuk pertama, mengapa ini malah polisi yang tugasnya mengamankan?
Saya juga tidak bisa salahkan anggota PMI, karena jumlah mereka saya lihat sedikit, belum lagi di tribun lain pun banyak yang pingsan. Di samping mobil PMI, saya lihat banyak yang luka parah, beberapa orang menderita patah tulang, bahkan ada korban wanita. Setelah situasi sedikit membaik, saya coba meminta bantuan pada anggota PMI, karena kawan saya tanggannya bermasalah, saya minta obat atau apa yang bisa membuat tanggannya sedikit lebih baik, katanya ada di seorang anggota yang memakai tas warna oren di sebuah ruangan di bawah tribun, namun ketika saya kesana saya tidak melihat orang itu, saya tanyakan pada anggota lain ternyata obat untuk itu tak ada. Mungkin saya harus maklum, anggota PMI sedikit, dan mereka sedang sibuk bekerja.
Kami di arahkan menuju ke bawah tribun timur, di sana awalnya hanya menjadi tempat untuk mereka yang jatuh, menjadi tidak karena banyak Bobotoh yang mulai masuk mungkin dengan cara menjebol gerbang. Di tribun timur pun banyak yang pingsan, kebanyakan korbannya adalah wanita, saya dan Bobotoh lain harus ikut membantu karena jumlah anggota PMI tidak mencukupi.
Pertanyaannya adalah, itukah realita tentang profesionalitas? Pertandingan kemarin benar-benar paling parah, di luar tragedi pagar yang rubuh, banyak orang pingsan di tribun penonton. Sampai kapan situasi demikian terjadi? Bisakah mereka korban jatuhnya pagar menerima asuransi? Seharusnya bisa karena 90% korban mempunyai tiket. Dan saya harap mereka yang parah sampai harus di bawa ke rumah sakit bisa mendapatkannya, lalu sehat kembali seperti biasa dan tetap bisa mendukung Persib. Amiinn
Kita harus benar-benar berbenah, banyak pekerjaan rumah yang harus di selesaikan, salah satunya perbaiki sistem tiket dan pelaksanaan pertandingan jika benar-benar ingin profesional. Harapan juga ada pada anggota PMI agar lebih siap untuk menghadapi situasi parah seperti kemarin, jika perlu tambah anggota pada pertandingan yang berpotensi, namun kita harus tetap apresiasi mereka yang terus bekerja membantu tak henti. Pekerjaan rumah tentunya ada juga pada steward, mereka harus lebih sigap, karena tugas mereka bukan hanya sebagai patung bukan? Untuk pihak keamanan, semoga tugas kalian menjadi lebih baik, ingat, kami manusia, di antara kami ada yang mempunyai anak, istri, suami, orang tua, pacar, di rumah menanti, sama seperti kalian. Jika ada yang memberi uang sogokan, kami akan hormat jika kalian menolak itu. Untuk calo, bertaubatlah kalian sebelum maut menjemput. Untuk kita sebagai Bobotoh, ingat bahwa kita datang untuk mendukung Persib, kita harus semakin sadar, jangan sampai loyalitas kita di perjual belikan sedangkan kita tidak mendapat apapun dari itu. Prestasi? Bukan itu balasannya, prestasi di raih dengan bersama-sama, di raih oleh sebab saling mencintai. Prestasi bukan untuk di jadikan mahar atau alasan, prestasi bukan hadiah untuk membungkam kita.
Semoga kita semua menjadi lebih baik lagi. BAGIMU PERSIB JIWA RAGA KAMI!!!
Di tulis oleh seorang Bobotoh dengan akun twitter @babandringan_
Baca juga artikel pertama di sini: (Arena Bobotoh) Profesional yang Tidak Rasional (Bagian 1)

Bobotoh, sebuah nama yang penuh makna, sejarah, tradisi, bahagia, bahkan luka terpampar jelas dari urat nadinya. Nama yang belakangan ini menurut saya di penuhi luka, dari mulai kebijakan yang merugikan, atau bahkan lebih dari itu. Saya akan melanjutkan tulisan dari part 1, di part 2 ini saya tidak akan membahas masalah carut marut tiket lagi, saya harap setelah membaca part 1 akan timbul kesadaran, dari siapapun, terlebih jika itu dari jajaran PT. PBB.
Pertandingan semi final leg ke 2 Piala Presiden adalah ereksi dari onani ketidak becusan penguasa dalam tata kelola sebuah sistem, atau jika saya boleh bilang, kebelegugan sistem. Maaf jika saya berbicara kasar, karena tingkat pendidikan saya rendah, saya juga tidak punya jas mewah.
Seperti kita ketahui bersama, kekalahan harus di terima Persib di malam itu, membuat langkah Maung Bandung mempertahankan gelar Piala Presiden harus terhenti. Namun, ada yang membuat miris lebih dari kekalahan, adalah tragedi yang kelak akan menjadi sejarah kelam klub besar ini. Pagar pembatas tribun utara rubuh, membuat Bobotoh yang berdiri di atasnya jatuh ke bawah, tentunya dengan jarak sekitar 2 meter lebih bukan hanya sakit yang di derita, betul? Kebetulan kawan saya 3 orang menjadi korban, dan saya berada tepat di belakang besi yang jatuh itu.
Memang, pertandingan itu menyedot animo besar dari Bobotoh, tiket yang susah di cari, serta kejadian demi kejadian yang terjadi di setiap pintu masuk menjadi awal dari semuanya. Saya rasa, sikap setiap penjaga pintu dari musim ke musim tidak ada yang berubah menuju hal baik, kita ketahui bahwa praktik busuk korupsi terjadi di depan pintu masuk itu setiap pertandingan. Dan saya sudah bilang di part 1, bahwa tahun ini paling parah, dan semifinal kemarinlah klimaksnya.
Awalnya, tidak ada yang berbeda, tribun penonton sudah pasti penuh tidak ada kursi kosong, saya dan kawan-kawan sempat berjejalan masuk di tribun utara, kami memiliki tiket. Di dalam stadion saya berdiri di belakang besi, kawan yang sudah terlebih dahulu masuk ada yang duduk di pagar besi itu. Saya lupa tepat di menit berapa gelombang Bobotoh masuk deras melalui setiap pintu (Jika tidak salah menit 20), berjejal di belakang saya, bahkan ada 2 orang wanita yang langsung pingsan ketika sudah masuk. Saya lihat, polisi di samping saya menggiring Bobotoh yang masuk entah dengan cara apa itu ke arah sudut (Saya duga pintu masuk jebol), bahkan saya harus bantu mereka berbaris, karena space kosong antara saya yang berada di belakang besi dan kursi paling depan di isi 3 baris orang, membuat saya pun susah bergerak.
Sempat saya bilang pada mereka, “Sing bener baris euy, mun kieu karunya nu hareup engke labuh (Yang benar barisnya, kalo seperti ini kasihan yang di depan nanti jatuh)”, mereka ada yang menggubris, kebanyakan tidak. Akhirnya, kejadian itu benar terjadi, terdengar suara “Krek … Krek … Bruukkk …” tepat di depan saya, pagar besi itu rubuh. Badan saya pun mengarah ke depan, namun satu kaki saya sempat bertahan pada tembok. Saya lihat kawan saya di bawah tertimpa besi, seorang kawan yang di samping saya hampir jatuh namun tangannya sempat berpegangan pada tembok, membuat dia bergelantungan, saya bantu terlebih dahulu, kawan saya itu akhirnya tidak jadi jatuh, setelah itu saya langsung loncat ke bawah, saya khawatir mereka di bawah menderita luka parah. Karena kalian harus tahu, steward hanya diam, terpatung. Lambat, ada yang hanya berjalan kebingungan bulak balik tidak mendekat.
Di bawah, banyak orang yang merintih karena menahan sakit, ada yang sampai tidak bisa bergerak. Gilanya lagi, orang-orang yang jatuh di bantu malah oleh orang yang jatuh juga. Saya bantu kawan dan orang-orang di sekitar, memastikan mereka tidak apa-apa, beruntung tidak ada yang parah di sekitar saya. Saya melihat, yang pertama masuk membantu malah polisi, bukan steward! Lalu tugas steward apa? Seharusnya steward yang masuk pertama, mengapa ini malah polisi yang tugasnya mengamankan?
Saya juga tidak bisa salahkan anggota PMI, karena jumlah mereka saya lihat sedikit, belum lagi di tribun lain pun banyak yang pingsan. Di samping mobil PMI, saya lihat banyak yang luka parah, beberapa orang menderita patah tulang, bahkan ada korban wanita. Setelah situasi sedikit membaik, saya coba meminta bantuan pada anggota PMI, karena kawan saya tanggannya bermasalah, saya minta obat atau apa yang bisa membuat tanggannya sedikit lebih baik, katanya ada di seorang anggota yang memakai tas warna oren di sebuah ruangan di bawah tribun, namun ketika saya kesana saya tidak melihat orang itu, saya tanyakan pada anggota lain ternyata obat untuk itu tak ada. Mungkin saya harus maklum, anggota PMI sedikit, dan mereka sedang sibuk bekerja.
Kami di arahkan menuju ke bawah tribun timur, di sana awalnya hanya menjadi tempat untuk mereka yang jatuh, menjadi tidak karena banyak Bobotoh yang mulai masuk mungkin dengan cara menjebol gerbang. Di tribun timur pun banyak yang pingsan, kebanyakan korbannya adalah wanita, saya dan Bobotoh lain harus ikut membantu karena jumlah anggota PMI tidak mencukupi.
Pertanyaannya adalah, itukah realita tentang profesionalitas? Pertandingan kemarin benar-benar paling parah, di luar tragedi pagar yang rubuh, banyak orang pingsan di tribun penonton. Sampai kapan situasi demikian terjadi? Bisakah mereka korban jatuhnya pagar menerima asuransi? Seharusnya bisa karena 90% korban mempunyai tiket. Dan saya harap mereka yang parah sampai harus di bawa ke rumah sakit bisa mendapatkannya, lalu sehat kembali seperti biasa dan tetap bisa mendukung Persib. Amiinn
Kita harus benar-benar berbenah, banyak pekerjaan rumah yang harus di selesaikan, salah satunya perbaiki sistem tiket dan pelaksanaan pertandingan jika benar-benar ingin profesional. Harapan juga ada pada anggota PMI agar lebih siap untuk menghadapi situasi parah seperti kemarin, jika perlu tambah anggota pada pertandingan yang berpotensi, namun kita harus tetap apresiasi mereka yang terus bekerja membantu tak henti. Pekerjaan rumah tentunya ada juga pada steward, mereka harus lebih sigap, karena tugas mereka bukan hanya sebagai patung bukan? Untuk pihak keamanan, semoga tugas kalian menjadi lebih baik, ingat, kami manusia, di antara kami ada yang mempunyai anak, istri, suami, orang tua, pacar, di rumah menanti, sama seperti kalian. Jika ada yang memberi uang sogokan, kami akan hormat jika kalian menolak itu. Untuk calo, bertaubatlah kalian sebelum maut menjemput. Untuk kita sebagai Bobotoh, ingat bahwa kita datang untuk mendukung Persib, kita harus semakin sadar, jangan sampai loyalitas kita di perjual belikan sedangkan kita tidak mendapat apapun dari itu. Prestasi? Bukan itu balasannya, prestasi di raih dengan bersama-sama, di raih oleh sebab saling mencintai. Prestasi bukan untuk di jadikan mahar atau alasan, prestasi bukan hadiah untuk membungkam kita.
Semoga kita semua menjadi lebih baik lagi. BAGIMU PERSIB JIWA RAGA KAMI!!!
Di tulis oleh seorang Bobotoh dengan akun twitter @babandringan_
Baca juga artikel pertama di sini: (Arena Bobotoh) Profesional yang Tidak Rasional (Bagian 1)

Pingback: Persib Bandung Berita Online | simamaung.com » (Arena Bobotoh) Profesional yang Tidak Rasional (Bagian 1)
Juara ieu artikel!!!
Mencoba jujur mah, kuduna moal aya penyanggahan ti pihak terkait.
Puguh eta buktina dilapangan.
Lamun masih keneh aya nu ngomong : ” untuk ukuran indonesia mah, sakieu ge geus alus”.
Nu ngomong eta berarti masih butuh upgrade wawasan.
Aya hiji deui, tipe bobotoh nu masih silau akan pengelolaan nu aya ayena. Pajarkeun teh:
(Semua butuh proses mang, dibandingkeun sareng club di indonesia mah tos mantap, dan ingat yang ada dimanajemen persib sanes jalmi boloho atanapi jelema ripuh, tp orang2 pintar dan pengusaha sukses yang loyal terhadap persib, dibandingkeun urang2 mah jelema ripuh, nu masih keneh buburuh. Jadi tong ngajarkan ka manajemen bagaimana caranya “mengurus”, tos ka impleng mang ku aranjeuna oge, mangga dongkap ka sulanjana, meh apal mah.)
Kuring berharap, nu komen samodel kieu, bisa leuwih peka ningali realita dilapangan.
Nuhun!
Kuring berharap, nu dimaksud dina komentar jero kurung diluhur, lain ngan saukur wacana. Tapi kudu aya buktina.
Kan lain jalma boloho jeung ripuh. Tapi kumpulan jalma nu pinter jeung pengusaha nu sukses!
Ditambah loyal deuih ka persib.
Wuiih… Mantafh, kumplit pan!
Jeung naon urusanana, kudu dongkap ka sulanjana? Da lain keur kampanye ieu teh pan! Ngan saukur ngadengekeun janji2.
Sederhana padahal mah!
Perbaiki sistem nu aya.
Ke oge bobotoh nu bakal nganiley
Najan deukeut ka stadion oge mendingan jd pelajo di imah bae, bisa diuk, nangkuban, nangkarak bari ngopi, ngaroko, nyagor jeung nu pasti bisa shalat maghrib/isya
nikmat dunya kanikmati, tenang akherat insya Allah ka alaman
#GantiPanpel
Harus ada tindakan nyata dari bobotoh,memboikot 1 macth contoh nya.
Biar panpel merasa rugi jika tanpa bobotoh.
Bisa kitu oge. Tapi lain solusi anu tepat. “Persibna” sorangan nu dirugikeun.
Mening keneh mandiri, nangtukeun nasib sorangan. Da mampu geura sok.
Asal aya niat jeung usaha nu nyata.
Teangan nu daek kerjasama. Jieun satadion sorangan. Kelola sing bener jeung profesional. Tong ngamdelkeun nu hayang neangan kauntungan pribadi barijeung ngarugikeun pendukung sorangan.
Pan ceuk nu diluhur oge, persib teh nu ngelolana loba jalma pinter, teu boloho. Jaba pengusaha nu loyal ka persib.
Sakuduna mah bisa tah.
Ngan jadi tanda tanya besar, lamun masih keneh angger euweuh kamajuan.
Ada apa dengan dirimu, Sib?