Sebetulnya saya sempat ragu untuk merampungkan tulisan ini. Pertama saya bukanlah orang dengan kapasitas mumpuni, tatkala menyikapi kejadian #BobotohBerduka kali ini. Kedua saya malas berhadapan dengan UU ITE, yang dirasa, terlalu melindungi orang-orang di lingkup status quo. Dan ketiga, “Aing saha atuh?”. Daripada opini tak tersampaikan, mending bismillah aja dulu.
Gelanggang sepak bola kembali menelan korban jiwa. Kali ini, di sudut kota yang lebih padat dari biasanya, Sopiana Yusup dan Ahmad Solihin pergi meninggalkan kita untuk selamanya. Kemenangan Persib atas tamunya Persebaya tak layak dirayakan. Siapakah si raja tega yang sibuk menghitung poin di klasemen, ketika mayoritas bobotoh kembali dirundung duka?
Gelora Bandung Lautan Api kembali disorot. Kata kembali terlalu memuakkan. Selaras dengan terenggutnya empat nyawa saudara kita, di tiga kurun waktu yang cepat; 2017, 2018, dan 2022. Apa pun dalihnya, apa pun pembelaannya, ibu kota priangan kembali kalah. Kekalahan yang memalukan. Gelaran sepak bola berskala besar, tak pernah benar-benar nyaman di kota ini.
Situasi yang terdokumentasi secara amatir, sangat menolong siapa saja yang berhalangan hadir. Gambaran yang terjadi sebelum, saat, dan seusai pertandingan bisa kita amati. Ketika juru warta fokus mengamati pertandingan, jangan ragukan kecepatan informasi di lini masa. Setidaknya dari rekaman dan cuitan yang akhirnya sampai juga, muncul beberapa poin yang tak bisa diabaikan begitu saja.
Kebobrokan yang Ditolerir
Mari berefleksi sejenak, sekaligus napak tilas memori yang telah lama kita kenang. Coba ingat kembali, hal absurd apa yang sering terlihat, tatkala menyaksikan Persib secara langsung di kandangnya. Pertanyaan pertama, seberapa nyaman anda menghadiri pertandingan Persib secara langsung? Jika jawabannya selalu nyaman, bersyukurlah, anda adalah orang dengan koneksi yang begitu baik.
Bagi yang menjawab tak nyaman, mari lanjut ke pertanyaan kedua. Seberapa sering anda menyaksikan praktik suap-menyuap secara kasatmata di pintu masuk? Jika sering, selamat anda beruntung! Anda berhak mendapat predikat si gak pernah absen. Semakin sering anda menyaksikan Persib secara langsung, maka semakin sering juga anda melihat praktik busuk itu benar adanya.
Pertanyaan ketiga, pernahkah anda melayangkan protes melalui jalur resmi atau platform media sosial? Bagaimana respons yang didapat? Perbaikan, permintaan maaf, atau tekanan besar yang menyudutkan anda? Sungguh pemberani. Di tengah keamanan dan ancaman persekusi digital, anda tetap bersuara lantang terhadap apa yang semestinya disuarakan.
Dan terakhir, bagian ini yang berat. Seberapa sering anda menyaksikan aparat berseragam yang patroli keliling stadion, sambil mengobral nominal khusus pengganti tiket masuk? Oh tentu saja pada paragraf ini saya tak sedang membicarakan aparat di laga kandang Persib. Aparat di sini mah baik-baik. Mana pernah bobotoh menemukan aparat yang menawarkan diskon ekstra kepada rombongan?
Melipir ke area parkir, berapa banyak di antara kita yang pernah dirugikan atas kehilangan di area dalam parkiran GBLA? Sudah berapa banyak helm raup, onderdil digondol, dan motor hilang ketika Persib berlaga di sana? Meski demikian, hal ini tak pernah menjadi perhatian serius kepolisian setempat. Panpel lebih aneh, tak pernah sedikit pun mereka menyentuh keamanan di area parkir. Nasib.
PBB Mesti Bertanggung jawab
Hampir tiga belas tahun Persib resmi dikelola oleh PT. PBB. Sebagai pemangku kebijakan hal-hal yang beraroma Persib dan pertandingan, PT. PBB tentu sadar betul akan hak dan kewajibannya dalam menyukseskan laga. PT. PBB mempunyai hak untuk memilih petugas yang kompeten. Namun melihat jarang sekali ditemukan pembenahan, saya jadi skeptis atas evaluasi mereka selama ini.
Dua tahun Persib tidak ditonton langsung nyatanya tak cukup untuk PT. PBB mawas diri. Klub yang dianggap banyak pihak sebagai percontohan, nyatanya terlalu amatir untuk menyingsingkan borok yang menggerogoti setiap kali dirinya berlaga. Saya yakin orang-orang di lingkungan PT. PBB bukanlah orang sembarangan. Atau jangan-jangan, anggapan saya yang salah?
Jika benar PT. PBB diisi mereka yang kompeten di bidangnya, tradisi berkarat ini harus sedari dulu berakhir. Jangan biarkan bobotoh yang rela menitipkan pose ber-KTP secara cuma-cuma, lagi-lagi menjadi korban sistem yang tak kunjung diperbaiki. Jika sistem yang selama ini kalian pertahankan bobrok, akui saja. Lalu serahkan kewajiban penyelenggaraan pada pihak yang lebih cerdas.
Bobotoh berhak menuntut. Kehilangan empat nyawa tidaklah main-main. Jangan sampai kejadian yang menyesakkan ini mudah menguap begitu saja. Entah kejadian Jumat malam lalu berakhir dengan kekeluargaan atau tidak. Yang jelas PT. PBB selalu penanggung jawab pertandingan di Jumat malam lalu, tak bisa begitu saja lepas dari tanggung jawabnya.
Kepolisian Mesti Ikut Terlibat Lebih Baik
Ada baiknya saran-saran yang bobotoh sampaikan di linimasa, menjadi salah satu landasan keputusan. Apa yang banyak bobotoh ungkapkan, tentu bukan asal cuap. Tak mungkin mereka berbohong pada kesebelasan yang dicintainya. Ketika struktur kepolisian dan panpel silih berganti, gelar dan status mereka sebagai bobotoh tak akan pernah berubah.
Dalam hal ketertiban dan keamanan, sejatinya kepolisian memiliki wewenang lebih dalam mengontrol setiap kejadian yang muncul. Beberapa hal yang dirasa melenceng dari aturan, salah satunya pembiaran bobotoh tak bertiket di area pintu masuk tribun, harus sesegera mungkin ditumpas. Ayo Pak, bantu kita menghapus praktik suap-menyuap yang sering muncul di pintu tribun!
Selain itu, coba sesekali bapak-bapak sekalian bertukar prosedur mitigasi dengan kota besar lainnya. Meski secara demografi, sosial, dan adat istiadat pasti berbeda, tak ada salahnya ‘kan kalau referensi kita nambah? Seperti Surabaya contohnya, ketika saya terakhir ke Gelora Bung Tomo, kondisi yang dulu tak karuan, kini menjadi tertata setelah penerapan klaster berdasarkan ring.
Kritik tak hanya muncul dari kalangan bobotoh. Bahkan salah satu cuitan dari @bonekcasuals berujar, jika GBLA tidak sedikit pun menerapkan pemberlakukan klaster berdasarkan ring. Hal ini yang menyebabkan siapa saja bisa berlalu-lalang dengan bebas di area pintu masuk tribun. Mengakibatkan penumpukan bagi mereka yang bertiket, dan potensi praktik suap-menyuap terjadi.
Dengan kembali jatuhnya korban jiwa, ini menandakan kurangnya komunikasi dan tanggung jawab, antara aparat, dan panitia penyelenggara yang bertugas di lokasi. Belum lagi beragam keluhan yang menyatakan, ketika mendekati waktu sepak mula, pintu masuk tribun sudah banyak ditinggalkan oleh petugas keamanan. Kalau sudah kejadian begini, siapa yang bisa dijadikan kambing hitam?
Pembenahan Mental
Praktik suap adalah aktivitas busuk yang merusak mental dan akal sehat. Oleh karena itu, sebagai warisan buruk yang mesti dienyahkan, sudah selayaknya kelompok-kelompok bobotoh saling berkolektif membuat kampanye mengenai pencegahannya. Tak perlu melibatkan kepolisian dan pihak PT. PBB, karena diri kita sendirilah yang mesti memegang teguh komitmen dan tanggung jawab ini.
Akan menjadi sia-sia jika kampanye yang nanti digaungkan, tidak mendapat dukungan serius dari para pemangku kebijakan. Budaya saling menyalahkan antar sesama bobotoh tolong dipikirkan ulang. Perlu diketahui jika sebuah budaya akan selalu mengikuti sistem yang ada. Akan tetapi, ketika sistemnya dibiarkan bobrok, maka jangan harap perubahan signifikan akan tercipta.
Harap dan asa tak pernah terhenti. Semoga jatuhnya korban jiwa di seluruh stadion sepak bola se-Indonesia tidak terulang kembali. Naudzubillah, jika pun kejadian korban jiwa kembali berjatuhan, maka yang paling berhak disalahkan adalah media-media mainstream yang selalu ikut campur masalah rivalitas organik. Padahal dewasa ini sudah mulai banyak dikendorkan tensinya.
Istirahatlah dengan tenang Sopiana Yusup, Ahmad Solihin, Haringga Sirla, dan Ricko Andrean. Maafkan kami yang buta akan fanatisme, silap hipnotis media, juga memaknai rivalitas secara kebablasan. Kami yakin, perpisahan ini hanya sesaat. Masih ada tanah abadi yang akan mempertemukan kita kembali. Kelak, tak seorang pun tahu itu kapan, kita pasti kembali ke pangkuan-Nya.
Rizki Sanjaya, seorang manusia yang mengagungkan Persib setelah Allah juga Muhammad. Bisa ditemui di semua akun bernama @rizkimasbox
Kades_Eling
19/06/2022 at 13:55
Bagus pisan tulisannya. Ieu murni nulis tina hate yang paling dalam.
Saepul
19/06/2022 at 14:32
Kang Rizki sanjaya,tulisan nya terlalu santun. Kita semua pasti tahu selalu saja ada oknum yg suka menawarkan jasa bagi calon penonton yg tdk memiliki tiket agar bisa masuk stadion, itu lah yg berkontribusi terhadap over kapasitas penonton yg seharusnya tdk lebih dari 15 rb tiket yg disediakan menjadi seperti itu/ melebihi kapasitas stadion
Resga6466
19/06/2022 at 14:35
Sy juga melihat banyaknya kasus suap yg melibatkan panpel sama bobotoh,malahan di kasih jalur lain…
Coba introspeksi dl manajemen dan panpel untuk hilangkan kasus suap menyuap dl dengan tegas tampa kecuali. Kl udh tahu bobotoh tampa tiket juga pikir2 lg datang k stadion.tp kl sekali bisa masuk jgn harap selanjutnya akn tertib..
Odas Sunjana
19/06/2022 at 16:13
PBB teu Anti Koreksi kan ?
Aya TULISAN SIGA KITU, KUDU NA “NGANUHUNKEUN PISAAAAN” !
Masih ata Waktu & Kasempetan keur MEMPERBAIKI KEBOBROKAN2 YG SKRG MSH ADA !.
Arif bayu Jati triyuda
19/06/2022 at 21:03
Beri hukuman yg keras KPD persib
1. Tidak diperkenankan menggunakan home base di Bandung dan kab.bandung.
2. Semua pertandingan Persib dilarang ada penonton (tanpa penonton)
Mang Dudung
20/06/2022 at 08:50
Nahhh ini baruu adil.. 👍👍👍
Ahmad Saripudin
19/06/2022 at 16:41
Menyedihkan
dokter
20/06/2022 at 04:45
Upami “akut” hartosna panyawat anu nembe ( biasana kirang ti 14 dinten, tergantung jenis panyawatna)…. Upami anu tos mangtaun taun namina panyawat “kronis” . Katinalna judulna lepat..tibalik… mangga digoogling hartosna akut sareng kronis naon….seueur masyarakar anu sok patukeur..termasuk wartawan/berita
PersibKu
20/06/2022 at 06:18
Salama masih aya oknum anu ngajalanken praktek suap, anu rek lalajo teu boga tiket akan berbondong-bondong datang ke stadion, walaupun sdh dihimbau nonton di rumah atawa sdh disediakan layar lebar bagi yg tdk punya tiket, da pasti bisa asup dg cara NYOGOK……
ambuing….. aya kukituna nya urang teh……..
EnCE Azis
27/06/2022 at 22:37
Hoyong terang eta omzet ti penonton gelap teh sabaraha ya per pertandingan. Kalo besar tdk mungkin PT PBB lepas tangan da Cari cuan. Kecuali membiarkan