Connect with us

Arena Bobotoh

(Arena Bobotoh) Praktik Suap dan Kebobrokan Akut Manajemen Pelaksana

Published

on

Sebetulnya saya sempat ragu untuk merampungkan tulisan ini. Pertama saya bukanlah orang dengan kapasitas mumpuni, tatkala menyikapi kejadian #BobotohBerduka kali ini. Kedua saya malas berhadapan dengan UU ITE, yang dirasa, terlalu melindungi orang-orang di lingkup status quo. Dan ketiga, “Aing saha atuh?”. Daripada opini tak tersampaikan, mending bismillah aja dulu.

Gelanggang sepak bola kembali menelan korban jiwa. Kali ini, di sudut kota yang lebih padat dari biasanya, Sopiana Yusup dan Ahmad Solihin pergi meninggalkan kita untuk selamanya. Kemenangan Persib atas tamunya Persebaya tak layak dirayakan. Siapakah si raja tega yang sibuk menghitung poin di klasemen, ketika mayoritas bobotoh kembali dirundung duka?

Gelora Bandung Lautan Api kembali disorot. Kata kembali terlalu memuakkan. Selaras dengan terenggutnya empat nyawa saudara kita, di tiga kurun waktu yang cepat; 2017, 2018, dan 2022. Apa pun dalihnya, apa pun pembelaannya, ibu kota priangan kembali kalah. Kekalahan yang memalukan. Gelaran sepak bola berskala besar, tak pernah benar-benar nyaman di kota ini.

Situasi yang terdokumentasi secara amatir, sangat menolong siapa saja yang berhalangan hadir. Gambaran yang terjadi sebelum, saat, dan seusai pertandingan bisa kita amati. Ketika juru warta fokus mengamati pertandingan, jangan ragukan kecepatan informasi di lini masa. Setidaknya dari rekaman dan cuitan yang akhirnya sampai juga, muncul beberapa poin yang tak bisa diabaikan begitu saja.

Kebobrokan yang Ditolerir

Mari berefleksi sejenak, sekaligus napak tilas memori yang telah lama kita kenang. Coba ingat kembali, hal absurd apa yang sering terlihat, tatkala menyaksikan Persib secara langsung di kandangnya. Pertanyaan pertama, seberapa nyaman anda menghadiri pertandingan Persib secara langsung? Jika jawabannya selalu nyaman, bersyukurlah, anda adalah orang dengan koneksi yang begitu baik.

Bagi yang menjawab tak nyaman, mari lanjut ke pertanyaan kedua. Seberapa sering anda menyaksikan praktik suap-menyuap secara kasatmata di pintu masuk? Jika sering, selamat anda beruntung! Anda berhak mendapat predikat si gak pernah absen. Semakin sering anda menyaksikan Persib secara langsung, maka semakin sering juga anda melihat praktik busuk itu benar adanya.

Pertanyaan ketiga, pernahkah anda melayangkan protes melalui jalur resmi atau platform media sosial? Bagaimana respons yang didapat? Perbaikan, permintaan maaf, atau tekanan besar yang menyudutkan anda? Sungguh pemberani. Di tengah keamanan dan ancaman persekusi digital, anda tetap bersuara lantang terhadap apa yang semestinya disuarakan.

Dan terakhir, bagian ini yang berat. Seberapa sering anda menyaksikan aparat berseragam yang patroli keliling stadion, sambil mengobral nominal khusus pengganti tiket masuk? Oh tentu saja pada paragraf ini saya tak sedang membicarakan aparat di laga kandang Persib. Aparat di sini mah baik-baik. Mana pernah bobotoh menemukan aparat yang menawarkan diskon ekstra kepada rombongan?

Melipir ke area parkir, berapa banyak di antara kita yang pernah dirugikan atas kehilangan di area dalam parkiran GBLA? Sudah berapa banyak helm raup, onderdil digondol, dan motor hilang ketika Persib berlaga di sana? Meski demikian, hal ini tak pernah menjadi perhatian serius kepolisian setempat. Panpel lebih aneh, tak pernah sedikit pun mereka menyentuh keamanan di area parkir. Nasib.

PBB Mesti Bertanggung jawab

Hampir tiga belas tahun Persib resmi dikelola oleh PT. PBB. Sebagai pemangku kebijakan hal-hal yang beraroma Persib dan pertandingan, PT. PBB tentu sadar betul akan hak dan kewajibannya dalam menyukseskan laga. PT. PBB mempunyai hak untuk memilih petugas yang kompeten. Namun melihat jarang sekali ditemukan pembenahan, saya jadi skeptis atas evaluasi mereka selama ini.

Dua tahun Persib tidak ditonton langsung nyatanya tak cukup untuk PT. PBB mawas diri. Klub yang dianggap banyak pihak sebagai percontohan, nyatanya terlalu amatir untuk menyingsingkan borok yang menggerogoti setiap kali dirinya berlaga. Saya yakin orang-orang di lingkungan PT. PBB bukanlah orang sembarangan. Atau jangan-jangan, anggapan saya yang salah?

Jika benar PT. PBB diisi mereka yang kompeten di bidangnya, tradisi berkarat ini harus sedari dulu berakhir. Jangan biarkan bobotoh yang rela menitipkan pose ber-KTP secara cuma-cuma, lagi-lagi menjadi korban sistem yang tak kunjung diperbaiki. Jika sistem yang selama ini kalian pertahankan bobrok, akui saja. Lalu serahkan kewajiban penyelenggaraan pada pihak yang lebih cerdas.

Bobotoh berhak menuntut. Kehilangan empat nyawa tidaklah main-main. Jangan sampai kejadian yang menyesakkan ini mudah menguap begitu saja. Entah kejadian Jumat malam lalu berakhir dengan kekeluargaan atau tidak. Yang jelas PT. PBB selalu penanggung jawab pertandingan di Jumat malam lalu, tak bisa begitu saja lepas dari tanggung jawabnya.

Kepolisian Mesti Ikut Terlibat Lebih Baik

Ada baiknya saran-saran yang bobotoh sampaikan di linimasa, menjadi salah satu landasan keputusan. Apa yang banyak bobotoh ungkapkan, tentu bukan asal cuap. Tak mungkin mereka berbohong pada kesebelasan yang dicintainya. Ketika struktur kepolisian dan panpel silih berganti, gelar dan status mereka sebagai bobotoh tak akan pernah berubah.

Dalam hal ketertiban dan keamanan, sejatinya kepolisian memiliki wewenang lebih dalam mengontrol setiap kejadian yang muncul. Beberapa hal yang dirasa melenceng dari aturan, salah satunya pembiaran bobotoh tak bertiket di area pintu masuk tribun, harus sesegera mungkin ditumpas. Ayo Pak, bantu kita menghapus praktik suap-menyuap yang sering muncul di pintu tribun!

Selain itu, coba sesekali bapak-bapak sekalian bertukar prosedur mitigasi dengan kota besar lainnya. Meski secara demografi, sosial, dan adat istiadat pasti berbeda, tak ada salahnya ‘kan kalau referensi kita nambah? Seperti Surabaya contohnya, ketika saya terakhir ke Gelora Bung Tomo, kondisi yang dulu tak karuan, kini menjadi tertata setelah penerapan klaster berdasarkan ring.

Kritik tak hanya muncul dari kalangan bobotoh. Bahkan salah satu cuitan dari @bonekcasuals berujar, jika GBLA tidak sedikit pun menerapkan pemberlakukan klaster berdasarkan ring. Hal ini yang menyebabkan siapa saja bisa berlalu-lalang dengan bebas di area pintu masuk tribun. Mengakibatkan penumpukan bagi mereka yang bertiket, dan potensi praktik suap-menyuap terjadi.

Dengan kembali jatuhnya korban jiwa, ini menandakan kurangnya komunikasi dan tanggung jawab, antara aparat, dan panitia penyelenggara yang bertugas di lokasi. Belum lagi beragam keluhan yang menyatakan, ketika mendekati waktu sepak mula, pintu masuk tribun sudah banyak ditinggalkan oleh petugas keamanan. Kalau sudah kejadian begini, siapa yang bisa dijadikan kambing hitam?

Pembenahan Mental

Praktik suap adalah aktivitas busuk yang merusak mental dan akal sehat. Oleh karena itu, sebagai warisan buruk yang mesti dienyahkan, sudah selayaknya kelompok-kelompok bobotoh saling berkolektif membuat kampanye mengenai pencegahannya. Tak perlu melibatkan kepolisian dan pihak PT. PBB, karena diri kita sendirilah yang mesti memegang teguh komitmen dan tanggung jawab ini.

Akan menjadi sia-sia jika kampanye yang nanti digaungkan, tidak mendapat dukungan serius dari para pemangku kebijakan. Budaya saling menyalahkan antar sesama bobotoh tolong dipikirkan ulang. Perlu diketahui jika sebuah budaya akan selalu mengikuti sistem yang ada. Akan tetapi, ketika sistemnya dibiarkan bobrok, maka jangan harap perubahan signifikan akan tercipta.

Harap dan asa tak pernah terhenti. Semoga jatuhnya korban jiwa di seluruh stadion sepak bola se-Indonesia tidak terulang kembali. Naudzubillah, jika pun kejadian korban jiwa kembali berjatuhan, maka yang paling berhak disalahkan adalah media-media mainstream yang selalu ikut campur masalah rivalitas organik. Padahal dewasa ini sudah mulai banyak dikendorkan tensinya.

Istirahatlah dengan tenang Sopiana Yusup, Ahmad Solihin, Haringga Sirla, dan Ricko Andrean. Maafkan kami yang buta akan fanatisme, silap hipnotis media, juga memaknai rivalitas secara kebablasan. Kami yakin, perpisahan ini hanya sesaat. Masih ada tanah abadi yang akan mempertemukan kita kembali. Kelak, tak seorang pun tahu itu kapan, kita pasti kembali ke pangkuan-Nya.

Rizki Sanjaya, seorang manusia yang mengagungkan Persib setelah Allah juga Muhammad. Bisa ditemui di semua akun bernama @rizkimasbox

 

Advertisement
10 Comments

10 Comments

  1. Kades_Eling

    19/06/2022 at 13:55

    Bagus pisan tulisannya. Ieu murni nulis tina hate yang paling dalam.

  2. Saepul

    19/06/2022 at 14:32

    Kang Rizki sanjaya,tulisan nya terlalu santun. Kita semua pasti tahu selalu saja ada oknum yg suka menawarkan jasa bagi calon penonton yg tdk memiliki tiket agar bisa masuk stadion, itu lah yg berkontribusi terhadap over kapasitas penonton yg seharusnya tdk lebih dari 15 rb tiket yg disediakan menjadi seperti itu/ melebihi kapasitas stadion

  3. Resga6466

    19/06/2022 at 14:35

    Sy juga melihat banyaknya kasus suap yg melibatkan panpel sama bobotoh,malahan di kasih jalur lain…
    Coba introspeksi dl manajemen dan panpel untuk hilangkan kasus suap menyuap dl dengan tegas tampa kecuali. Kl udh tahu bobotoh tampa tiket juga pikir2 lg datang k stadion.tp kl sekali bisa masuk jgn harap selanjutnya akn tertib..

  4. Odas Sunjana

    19/06/2022 at 16:13

    PBB teu Anti Koreksi kan ?
    Aya TULISAN SIGA KITU, KUDU NA “NGANUHUNKEUN PISAAAAN” !
    Masih ata Waktu & Kasempetan keur MEMPERBAIKI KEBOBROKAN2 YG SKRG MSH ADA !.

    • Arif bayu Jati triyuda

      19/06/2022 at 21:03

      Beri hukuman yg keras KPD persib
      1. Tidak diperkenankan menggunakan home base di Bandung dan kab.bandung.
      2. Semua pertandingan Persib dilarang ada penonton (tanpa penonton)

  5. Ahmad Saripudin

    19/06/2022 at 16:41

    Menyedihkan

  6. dokter

    20/06/2022 at 04:45

    Upami “akut” hartosna panyawat anu nembe ( biasana kirang ti 14 dinten, tergantung jenis panyawatna)…. Upami anu tos mangtaun taun namina panyawat “kronis” . Katinalna judulna lepat..tibalik… mangga digoogling hartosna akut sareng kronis naon….seueur masyarakar anu sok patukeur..termasuk wartawan/berita

  7. PersibKu

    20/06/2022 at 06:18

    Salama masih aya oknum anu ngajalanken praktek suap, anu rek lalajo teu boga tiket akan berbondong-bondong datang ke stadion, walaupun sdh dihimbau nonton di rumah atawa sdh disediakan layar lebar bagi yg tdk punya tiket, da pasti bisa asup dg cara NYOGOK……
    ambuing….. aya kukituna nya urang teh……..

    • EnCE Azis

      27/06/2022 at 22:37

      Hoyong terang eta omzet ti penonton gelap teh sabaraha ya per pertandingan. Kalo besar tdk mungkin PT PBB lepas tangan da Cari cuan. Kecuali membiarkan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Arena Bobotoh

Persib Tim Spesialis Kampanye?

Published

on

Saat membaca ini, bobotoh di lini masa X pasti sedang banyak melihat seliweran poto dan info mengenai tim Persib Legend dengan menggunakan kaos bertuliskan salah satu calon presiden, Ganjar Pranowo. Dan pernyataan resmi klub tidak berafiliasi dengan mereka dan satu sosok calon presiden tertentu (atau dengan yang lain? #eh).

Jika kita bicarakan sedikit sejarah, sejauh yang saya baca, Persib dan suporternya termasuk salah satu entitas yang cukup aktif di sepakbola indonesia saat ada momentum politik. Kita mungkin masih ingat saat manager dan pemain Persib ikut kampanye politik pilbup Sumedang, juga saat sebagian suporter ikut kampanye calon legislatif, gubernur Jawa Barat pernah dijadikan duta tim, dan terakhir bagaimana munculnya komunitas bobotoh Jokowi pada tahun 2019 dan sekarang muncul fenomena Persib Legend ini.

Peneliti Halim dan Lalongan pernah menjelaskan bahwa sebuah partisipasi poliitk bisa dilakukan secara individual ataupun kolektif atau bersama-sama. Yang dilakukan secara individu biasanya tidak menimbulkan friksi di maksyarakat, namun jika dilakukan secara kolektif biasanya menimbulkan friksi, apalagi menyangkut suatu budaya populer yang sudah sangat menempel sebagai satu identitas kedaerahan, misalnya Persib.

Tapi kenapa pesona Persib begitu menawan untuk para elit dan kelompok politik? Teddy Tjahjono (dilansir bola.net) pernah mengkliam jika Persib memiliki 22 juta suporter, angka ini tentu sangat signifikan jika kita kaitkan pada sisi politik. Daftar pemilih tetap KPU untuk tahun 2024 sebanyak 204 juta penduduk. Bisakah terbayang berapa persen jika satu elit atau satu kelompok politik memiliki 2-30 persen dari 22 juta orang pendukung Persib Bandung saja. Dari angka itu sekilas kita tahu, Persib merupakan medium yang menarik untuk “terlibat” dalam politik. Kita pun seakan sudah tidak aneh lagi melihat gimmick politik dimana elit atau kelompok politik, menggunakan pernak-pernik Persib saat pemilihan umum, misal poto sambil membawa syal Persib saat musim kampanye, atau tiba-tiba menggunakan jaket Persib saat foto untuk baligo demi kepentingan elektoral, tapi apakah harus biasa dan mengerti? Negara kita mengatur akan hak ini dalam Pasal 43 Ayat (1 dan 2) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM) dinyatakan, “setiap warga negara berhak untuk dipilih dan memilih dalam pemilihan umum berdasarkan persamaan hak melalui pemungutan suara yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”, jadi bebaskeun.

TAPI, dalam setiap kampanye politik, dalam format apapun itu, sistem penyaringan ada pada diri individu, diartikan setiap bobotoh punya kuasa atas dirinya sendiri, apa dia mau menerima informasi dan melaksanakan akan pesan politik yang disebarkan lewat klub atau kelompok suporternya tersebut atau tidak?
Kita tarik sedikit ke masa lalu, federasi sepakbola (PSSI) di Indonesia memang terbentuk atas dasar politik, sebagai sarana pemersatu bangsa Indonesia untuk melawan penerintahan Belanda saat itu. Jadi jika sekarang masih berpolitik, apakah Persib dan sepakbola Indonesia pada umumnya memang sudah ditakdirkan untuk selalu dekat dengan perpolitikan?

Saya jadi teringat salah satu adegan di The Simpsons, dimana Burney Gumble seorang pemabuk, melihat kampanye Mr. Burns, dia bilang “pemilihan umum? Bukankah itu saat para politikus menutup pintu mereka (untuk mendengarkan suara rakyat) bukan?”, every man for themselves, wahai bobotoh!

Ditulis oleh Kiki Esa Perdana. Penulis adalah bobotoh biasa saja yang kebetulan suka politik.

Lanjut Membaca

Arena Bobotoh

Mau Sampai Kapan?

Published

on


Pertandingan sudah memasuki pekan ke-8, Persib Bandung mencatatkan 1 kemenangan, 5 imbang, dan 2 kali kalah. Faktanya Persib berada di jurang degradasi, jurang degradasi! Melihat fakta seperti ini jelas sangat menyedihkan bagi Bobotoh Persib. Sampai pekan terakhir liga sehingga Persib degradasi? Siapa yang akan bertanggung jawab bila seperti ini? Tak terbayangkan bila Persib harus berjuang di liga 2, sungguh tak terbayangkan. Mau sampai kapan?

Keruwetan klub Persib sudah terlihat dari banyaknya persoalan yang sedang dihadapi, dari mulai persiapan yang tidak optimal, rombongan pelatih yang keluar secara mendadak pada pekan ke-3, pemain asing yang cedera pada debutnya, hubungan dengan suporter yang merenggang, hukuman untuk beberapa pemain yang terprovokasi sehingga mendapatkan sanksi dari komdis, serta stadion yang terlihat tidak full. Mau sampai kapan?

Akar masalah dari persoalan ini tampak jelas. Segera lakukan pendekatan dari semua elemen dari mulai manajemen, pelatih, pemain, serta suporter sehingga bisa mengembalikan Persib kembali kepada jalurnya. Perbaikan hubungan dengan Bobotoh menjadi hal yang krusial mengingat Persib sedang membutuhkan dukungan yang nyata dari suporternya. Sebesar apapun sebuah klub, bila tanpa dukungan yang nyata akan sangat berpengaruh terhadap performa pemain di atas lapangan. Pemain di locker room pun sepertinya selain faktor teknis ganti pelatih ganti strategi, tahu betul bahwa faktor persoalan dari luar lapangan mempengaruhi mental para pemain. Mau sampai kapan?

Saya meyakini bahwa semua elemen menginginkan yang terbaik untuk Persib. Persoalan yang berlarut akan sangat merugikan untuk klub Persib. Sebelum semuanya terlambat alangkah baiknya lakukan pendekatan dengan duduk bersama, saling menghargai pendapat, lupakan ego sejenak. Karakter budaya urang Sunda mah sangat besar dan mudah memaafkan. Saya hanya ingin Persib kembali ke jalur juara, sungguh ini sangat menyedihkan. Mau sampai kapan?

Penulis Tyas Agung Pratama (@tyspra), sehari-hari mencerdaskan anak bangsa. Bobotoh yang ingin kembali Persib juara.

Lanjut Membaca

Arena Bobotoh

Melupakan Persib Bandung Saat Ini Sebagai Warisan Budaya

Published

on

Pada Podcast Simamaung Episode 24 (ditayangkan 6 September 2020) terdapat pernyataan dari narasumber episode tersebut (Hevi Fauzan). Disebutkan bahwa setelah kemerdekaan Republik Indonesia, aset-aset KNIL sekitaran jalan yang saat ini nama pulau (Jalan Manado, Jalan Ambon, Jalan Bali, Jalan Lombok dan seterusnya) diakuisisi oleh Angkatan Darat saat itu dengan mendirikan Divisi Siliwangi. Termasuk diantaranya lapangan sepak bola yang kemudian akhirnya dibangun menjadi sebuah stadion pada 1954 sebagai bagian dari persiapan ulang tahun Divisi Siliwangi ke-10, yang diberi nama Stadion Siliwangi.

Penamaan Siliwangi erat dengan budaya Sunda karena salah satu nama yang dibanggakan oleh orang Sunda terkait dengan sejarah Prabu Siliwangi. Walaupun nantinya perbedaan cerita Prabu Siliwangi namun benang merah sejarah terkait penggunaan logo Maung yang sejatinya binatang asli Jawa Barat dengan nama ilmiah (subspecies) Panthera Tigris Sondaica yang pada akhirnya patut kita hormati sebagai bagian sejarah Persib Bandung yang mengakar dan menjadi cerita karena Stadion Siliwangi sendiri menjadi bagian dari estafet perkembangan Persib Bandung.

Diceritakan juga bagaimana pernah ada saksi sejarah pertandingan Persib Bandung melawan PSV Eindhoven seorang bapak tua dari Cianjur dan teman-temannya saat itu menggunakan angkutan umum untuk datang ke Stadion Siliwangi dan memiliki kebanggaan untuk menceritakan pertandingan tersebut kepada orang lain ataupun anak dan atau cucunya kelak. Persib Bandung menjadi sangat melekat dengan Stadion Siliwangi karena pada saat itu dianggap representatif dan termegah pada zamannya hingga akhirnya bertahap Persib Bandung pindah ke Stadion Si Jalak Harupat.

Kembali pada waktu lampau, saat Persib Bandung masih dikelola pemerintah kota Bandung dimana Persib Bandung sebagai karakter dan budaya yang mengakar karena dianggap mewakili identitas, semangat dan bagian hidup orang Sunda umumnya Jawa Barat. Level fanatisme yang terjadi sudah tidak terlihat dengan penggunaan identitas Persib Bandung namun terlihat dari antusiasme dan cara ekspresi Bobotoh yang menceritakan Persib Bandung dari masa ke masa sehingga jumlah Bobotoh berkembang dan membentuk kelompok-kelompok pendukung Persib Bandung.

Sehingga menimbulkan transisi sejarah cerita Persib Bandung dari Stadion Siliwangi ke Stadion Si Jalak Harupat hingga ke Stadion Gelora Bandung Lautan Api, namun transisi sejarah ini juga tetap melekat dan meninggalkan banyak cerita dukungan Bobotoh mendukung Persib Bandung. Banyak juga kita temukan fakta bahwa tidak semua Bobotoh yang datang ke Stadion dapat masuk menonton langsung. Namun saat ini kita hanya dapat mengenang romantisme bagaimana mendengarkan siaran tandang Persib Bandung melalui Radio RRI, memanjat pohon atau tiang lampu di Stadion Siliwangi untuk melihat pertandingan langsung dan hal lain yang menjadi kenangan dalam cerita mendukung Persib Bandung.

Memasuki era industri saat ini, kita belum melihat langkah PT Persib Bandung Bermartabat menjadikan Persib Bandung sebagai Intengible Heritage (Warisan budaya tak benda dalam konteks Persib Bandung sebagai nilai hidup dan turun temurun). Entah itu didaftarkan pada UNESCO ataupun sebagai bagian dari konsep PT Persib Bandung Bermartabat dalam mengelola fanatisme Bobotoh di tengah perpaduan pengelolaan era industri dari era budaya yang menjadikan jarak yang terlalu jauh saat ini.

Pengelolaan tiket, pengelolaan hubungan dengan kelompok Bobotoh dan cara interaksi dalam media sosial menjadi hal yang saat ini disorot oleh kelompok Bobotoh. Belum lagi konflik internal pelatih dan pemain yang menjadi bulan-bulanan bagi Bobotoh. Tentu hal ini sangat mengganggu dan membuat kharisma Persib Bandung sebagai budaya menjadi sangat rumit karena tuntutan industri dan rasa memiliki dari kelompok Bobotoh.

Salah satu yang dibutuhkan saat ini bagi pemain dan bagi pelatih baru Persib Bandung adalah memahami dan menunjukkan di lapangan semangat Persib Bandung dengan karakter dalam bermain sehingga identitas Persib Bandung muncul kembali sehingga dapat mengangkat moral elemen Persib Bandung, sebagai contoh kita sebagai Bobotoh akan selalu yakin Persib Bandung dapat menunjukkan semangat berjuang dalam bermain walaupun tertinggal gol. Kita dapat melihat pertandingan Persib Bandung melawan Arema Malang di Stadion Si Jalak Harupat pada 2014 yang berkesudahan 3-2, dimana saat babak pertama tertinggal 0-2, semangat dan karakter Tantan saat itu menjadi titik balik kemenangan, apakah pada saat itu Tantan menerima strategi khusus dari Djadjang Nurjaman? Dalam cerita yang kita tahu tidak ada, semangat moral dan karakter yang akhirnya menjadi pembeda.

Semoga masalah karakter dan semangat moral ini dapat diperbaiki setelah kekalahan melawan PSM Makassar kemarin dan dijawab oleh pelatih baru, mengembalikan karakter ini penting sebelum aplikasi strategi dalam konteks Persib Bandung. Saat ini melupakan pertandingan Persib Bandung menjadi hal yang mudah karena akses mendapatkan tiket menjadi panjang, menyaksikan pada televisi juga menjadi hal yang mudah ditinggalkan cukup dengan mengetahui hasil akhir. Semua terjadi karena jauhnya pengelolaan Persib Bandung dari fase budaya, konflik dengan kelompok Bobotoh adalah hal yang seharusnya tidak terjadi.

Kita juga berharap PT Persib Bandung Bermartarbat dapat mengubah pola pengelolaan untuk dapat lebih merangkul kelompok Bobotoh sehingga tidak menghilangkan landasan budaya sebelum akhirnya berbicara pengelolaan yang jauh lebih teknis dan lebih industrial.

Ditulis Yosha Rory, dengan akun Twitter @roryosha

Lanjut Membaca
Bir kaç senedir çalıştığım iş yerinde patronla aram çok iyi porno izle Patron ara sıra beni evine gönderiyor ve oradaki işleri yapmamı istiyor porno gif Karısına yardım ediyorum türk porno evde bozulan şeyleri tamir ediyorum porno bahçe işlerini hallediyorum porno izle Yeri geliyor çamaşırları bile yıkıyorum bedava porno Tabi evlerine gittiğim zaman karısıyla yalnız oluyoruz sex patronum tüm gün şirkette oluyor porno izle Herifin karısı 44 yaşında olmasına rağmen çok çekici seksi birisi porno resimler İlgimi çekiyor fakat işimi kaybetmek istemediğim için kadına bakmamaya çalışıyorum porno İşim bittikten sonra salonda televizyon bakıyordum porno indir bu sırada patronun karısı iç çamaşırlarıyla yanıma gelip karşımda durdu porno sikimi açıp yalamaya başladı porno ve ağzına boşaldım.
Advertisement

Komentar Bobotoh

Arsip

Trending