
Perayaan ulang tahun Persib yang selalu identik dengan tanggal 14 Maret, kini sudah menginjak usianya yang ke-88 tahun. Meski situasi darurat pandemi belum hilang dan dicabut, ragam perayaan ala pendukung klub sepak bola, nyatanya tetap muncul kala menyambut hari khidmat nan penuh makna.
Di kala sebagian orang lebih memilih untuk bersantai di rumah saja, menonton pertandingan Liga Inggris dengan balutan selimut hangatnya. Lain cerita dengan yang dikerjakan oleh Bobs beserta awak kreatifnya hingga tengah malam kemarin. Tembok sepanjang 170 meter di bilangan Jalan Buah Batu, mereka sulap dengan mural bertemakan ulang tahun Persib.
Bergeser ke pusat kota, padahal masih dini hari, namun secepat itu pula tersebar video singkat berisi momen penyalaan suar di Jembatan Pasupati. Prosesi yang dilakukan oleh sekelompok orang ini, seakan menjadi jaminan bahwa semangat dan gairah mereka masih utuh, meski ancaman wabah selalu menggerayangi.
Teka-teki 14 Maret 1933
Pernahkah kita ragu, apakah benar Persib yang saat ini kita cintai memang berdiri pada 14 Maret 1933? Padahal satu-satunya catatan yang menjadi acuan Persib lahir pada tanggal dan tahun tersebut hanyalah keterangan dari R Ibrahim Iskandar dalam buku “Pasang Surut 40 Tahun Persib”.[1]
Hingga saat ini, masih belum ditemukan akta pendirian dalam bentuk apa pun yang dapat menjadi bukti kuat sejarah berdirinya Persib. Menurut penuturan Iskandar, Konon Persib lahir dari meleburnya PSIB dan National Voetbal Bond, yang mana menurut peristiwa pemanggilan bermain saat itu, sejak 14 Maret 1933 dinyatakan tidak ada lagi bond dari bangsa Indonesia selain Persib di Bandung.
Akan tetapi, hal tersebut belumlah final. Kita masih akan dibuat heran terkait kapan sebenarnya tanggal berdirinya Persib ini, karena dalam majalah Pandji Poestaka edisi Juni 1934, nyatanya nama PSIB lebih eksis dalam pemberitaan dibanding nama Persib [2]. Baru setelahnya, masih di tahun dan majalah yang sama, nama Persib mulai muncul dan bertahan hingga saat ini.
Klub Rakyat
Sejak 14 Maret 1933 hingga akhir tahun 2008, status Persib adalah klub rakyat. Tiap nafas perjuangannya, selalu kental dengan semangat kerakyatan dan kebangsaan. Lihat saja bagaimana pergolakan kelas sosial tersaji kala Persib sengaja disingkirkan aksesnya untuk bermain di pusat kota, oleh bond elit tandingan buatan orang-orang Belanda; Voetbal Bond Bandoeng en Omstreken (VBBO).
Saat itu Persib yang sengaja disingkirkan, mau tak mau harus terima untuk bermain di lapangan pinggiran Bandung. Takdir berkata lain, justru dengan disingkirkannya Persib, seakan menjadi jalan yang mendorong Persib semakin besar. Hal ini dibuktikan dengan meluasnya dukungan klub anggota Persib. Hingga pada akhirnya Persib berhasil meraih simpati masyarakat Bandung, membuat dominasi bond elit VBBO runtuh juga.[3]
Kisah-kisah bersejarah itu seakan terputus rantainya. Kini Persib sudah bukan lagi klub kepunyaan rakyat. Setelah 75 tahun lebih hubungan darah itu mengalir, sudah sebelas tahun lamanya Persib berada di bawah naungan PT. Persib Bandung Bermartabat –selanjutnya disingkat PT.PBB–.
Sebelum pengelolaan Persib dinaungi oleh PT. PBB, nafas dan bahan bakar Persib lahir dari uang pajak dan retribusi warga Kota Bandung dalam bentuk APBD. Bersamaan dengan peralihan pengelolaan dari Pemkot Bandung ke perusahaan berbadan hukum, bersama itu pula terputus hak menafkahi warga Kota Bandung terhadap Persib.
Oleh karenanya, suara dan saran dari warga Kota Bandung saat ini, sampai kapan pun sudah bukan kewajiban lagi untuk diikuti. Didengar saja sudah alhamdulillah.
Sebelas Tahun Lepas dari APBD
Sejak Rabu, 09 September 2009, hingga hari ini, sudah sebelas tahun usia Persib dinaungi oleh orang tua asuhnya yang baru. Dari waktu tersebut, Persib yang memiliki jumlah pengikut media sosial terbanyak di Indonesia, juga klub yang digadang-gadang oleh majalah bisnis asal Amerika Serikat, Forbes, sebagai klub terkaya di Indonesia,[4] nyatanya hanya satu kali saja menjadi kampiun di kompetisi resmi kasta tertinggi Indonesia. Mari kita bandingkan dengan kiprah Persipura Jayapura yang memilih tidak berpartisipasi di Piala Menpora 2021 bulan Maret ini.
Klub asal Pulau Papua berjuluk Mutiara Hitam ini, selama sebelas tahun ke belakang, meski jauh dari hingar-bingar keglamoran, namun berhasil menjadi kampiun dan runner up, masing-masing sebanyak tiga kali. Yakinlah bahwa fasilitas dan finansial mereka jauh panggang dari api dengan klub pujaan kita yang berkandang di Kota Bandung ini.
Melihat perbandingan tersebut, jelas ada yang tak beres di jajaran elit pengelola Persib saat ini. Di mana bentuk pencapaian tertinggi klub sepak bola adalah juara, sedangkan untuk menentukan target saja seringkali publik dibuat bingung dengan jawaban yang tidak satu pintu. Sebuah hal yang harusnya menjadikan sponsor berpikir dua kali terkait tingkat profesionalitas perusahaan yang menaungi Persib ini.
Persib adalah klub besar di Indonesia, kegemilangan prestasi di masa lalu, fanatisme pendukungnya yang royal, serta berbagai karya ilmiah dan penelitian yang telah dibukukan, sudah tentu menjadikan Persib satu langkah lebih dekat untuk menggapai apa yang sebenarnya klub lain juga sama inginkan.
Maksud hal yang sama-sama diinginkan adalah; sponsor, pendapatan tiket, hak siar pertandingan, dan penjualan merchandise [5]. Hal tersebut dipaparkan oleh Risha Adi Wijaya, direktur PT. PBB saat itu, kepada CNN Indonesia pada tahun 2015. Selain empat hal tersebut, Risha pun menambahkan jika Persib berpotensi mendapatkan keuntungan juga, salah satunya dari transfer fee; sebuah pemandangan yang tak asing di liga-liga Eropa.
Namun nyatanya kepopuleran Persib yang telah terbentuk puluhan tahun lamanya, malah dijadikan sarana pelebaran bisnis yang jauh dari nilai-nilai perjuangan. PT. PBB mengakuisisi secara prematur klub Blitar United dan merubah image mereka menjadi Bandung United.
Tak hanya mengakuisisi klub sepak bola, PT. PBB sejak 28 November 2018 lalu, berhasil mengakuisisi klub basket asal Bandung bernama Garuda Bandung. Kini Garuda Bandung telah rebranding menjadi Prawira Bandung, dengan tambahan logo maungnya.
Kedua contoh pengakuisisian tersebut, adalah bukti bahwa kini PT. PBB tidak berfokus kepada Persib saja. Melainkan akan terus melebarkan sayap usahanya, kepada hal-hal tak berkesesuaian dengan nilai-nilai dari lahirnya Persib terdahulu.
Keajaiban-keajaiban lainnya tinggal menunggu jarum jam bergerak. Mengingat semakin banyak pendukung Persib yang hanya pasrah menerima keadaan, mudah terbawa isu picisan, tanpa pondasi berpikir kritis yang kuat.
Transparansi
Ciri sebuah perusahaan maju dan terbuka adalah transparansi. Bentuk transparansi di sini, salah satunya adalah annual reports yang bisa diakses oleh publik setiap tahunnya. Memang untuk poin ini PT. PBB tidak memiliki kewajiban untuk membagikan annual reports-nya ke publik. Mengingat status PT. PBB sendiri yang belum menjadi perusahaan terbuka.
Khusus berbicara tentang perusahaan terbuka, PT. PBB telah dilampaui gerakannya oleh saudara mereka asal Bali, bersama PT. Bali Bintang Sejahtera, Tbk. Bali United FC. Untuk hal ini, Persib harus mengakui tidak bisa menjadi yang terdepan. Saat ini Bali United FC adalah sebuah klub sepak bola satu-satunya di Indonesia, yang telah eksis di bursa saham; Indonesia Stock Exchange.
Keuntungan menjadi perusahaan terbuka adalah selain akan menjadi perusahaan yang terpercaya, kemudian berpotensi mendapatkan tambahan modal karena bisa menggandeng investor publik, juga akan terciptanya kinerja dari atasan dan staf yang lebih baik lagi. Hal ini dapat terjadi karena akses seluruhnya dapat terpantau oleh publik, di mana perusahaan akan takut kehilangan kepercayaan jika bekerja asal-asalan.
Tak ada tendensi untuk mengarahkan Persib bergerak ke IPO, dan menjadi perusahaan terbuka. Jika pun boleh memilih, rasanya untuk mengembalikan marwah dari Persib itu sendiri, satu-satunya cara yang bisa diterapkan adalah socios-nya [6] dua klub paling sukses di La Liga.
Sebuah perencanaan panjang yang layak dicoba di Bandung. Akan tetapi, dalam perjalanannya, sudah pasti akan tercipta benturan yang keras. Karena akan ada pihak-pihak yang merasa dirugikan, di mana ternyata pengelolaan klubnya menjadi milik dari pendukungnya itu sendiri.
Karena konsep socios ini mengedepankan sistem voting dari anggota klub, bukan kepentingan beberapa orang saja.
***
Berterimakasihlah karena Persib hidup di lingkungan yang akan terus dikawal oleh orang-orang yang kritis. Karena tidak akan maju sebuah hubungan, jika memiliki sifat antikritik, tak mau bersifat kritis, juga diam dalam ketaksesuaian.
Padi tumbuh tak berisik. Namun di balik itu semua, banyak keringat dan perjuangan dari orang-orang yang mengupayakannya tumbuh. Hidup Persib! Teruslah tumbuh!
Rizki Sanjaya, seorang manusia yang mengagungkan Persib setelah Allah juga Muhammad. Bisa ditemui di semua akun bernama @rizkimasbox
Catatan Kaki
1. Suwarman, Anggalarang. 2020. Tjatatan Ketjil Persib Generasi Emas I. Bandung: History of Persib. Tersedia dalam History of Persib
2. Hanifan, Aqwam Fiazmi dan Novan Herfiyana. 2014. Persib Undercover Kisah-kisah yang Terlupakan. Bandung: Tiga Buku.
3. Tirto. (2018). PT Persib: Blunder Dada Rosada. Diakses pada 14 Maret 2021, dari http://tirto.id/pt-persib-blunder-dada-rosada-cF7j
4. Indosport. (2017). Termasuk Persib, Ini 5 Klub Terkaya Indonesia Versi Forbes. Diakses pada 14 Maret 2021, dari http://indosport.com/sepakbola/amp/20171111/termasuk-persib-ini-5-klub-terkaya-indonesia-versi-forbes
5. CNN Indonesia. (2015). Resep Persib Bandung Jadi Klub Berfinansial Sehat. Diakses pada 14 Maret 2021, dari https://m.cnnindonesia.com/olahraga/20150225150546-142-34778/resep-persib-bandung-jadi-klub-berfinansial-sehat
6. Kompas. (2013). Barca dan Madrid, Klub Milik Fans. Diakses pada 14 Maret 2021, dari https://bola.kompas.com/read/2013/02/14/19162438/barca.dan.madrid.klub.milik.fans.
Komentar Bobotoh