(Arena Bobotoh) Kemenangan Hambar dan Kelabu
Tuesday, 25 September 2018 | 18:32
Bandung, 25 September 2018
Saya menjadi satu diantara ribuan Bobotoh Persib lainnya yang berksemapatan menyaksikan laga “panas” Persib vs Persija secara langsung di stadion pada 23 September 2018 kemarin. Gol di menit akhir pertandingan yang menjadi penentu kemenangan, tak mungkin disembunyikan sebagai suatu kebahagiaan yang sangat bernilai. Sama bahagianya ketika menyaksikan langsung kemenangan Persib melawan Ps Tira di Bantul beberapa waktu lalu, yang sama-sama ditentukan di menit-menit akhir pertandingan. Namun kebahagiaan dari kemenangan Persib atas Persija kemarin tidak bertahan lama. Kebahagiaan tersebut sirna sekita dan malah mebuat kegamangan dalam hati setidak-tidaknya hingga tulisan ini dibuat, setelah mendengar kabar adanya korban jiwa sebelum pertandingan disekitaran stadion hari itu, kabar tersebut saya dengar dari Bobotoh lain didalam kereta api saat perjalanan menuju ke rumah.
Tak perlu diperdebatkan, tak pernah ada justifikasi atas sebuah kebiadaban dengan kemasan apapun, saya yakin semua Bobotoh dengan akal sehat pasti akan mengutuk peristiwa kelam yang terjadi di GBLA hari minggu kemarin. Sama biadabnya dengan pengeroyokan Alm. Ranga Cipta Nugraha di GBK 27 Mei 2012 lalu, terlebih mendengar selentingan kabar pelaku-pelaku dalam kasus tersebut merasa tak berdosa, hal tersebut setidaknya tercitra dari nyanyian dan jingkrakan para pelaku saat menjelang persidangan. Memang saya tak lihat langsung, kabar tersebut saya tahu kabar tersebut dari sebuah tulisan media elektronik yang tentunya terverifikasi bukan kabar dari media-media sampah atau akun-akun anonim di sosial media yang tak bertanggung jawab. Kabar tersebut sungguh membuat hati saya meringis kesakitan. Mungkin sama halnya dengan rekan-rekan supporter Jakarta saat melihat rekaman pengeroyokan korban Alm.Haringga Sirla di GBLA kemarin.
Tulisan ini hanya bermaksud membuat kita sama-sama membuka mata bahwa rivalitas yang telah terjadi sudah sangat-sangat kelewat batas. Alm. Rovi (Bobotoh) yang tewas di Cikarang, Alm. Gunawan als. Kadut (Bobotoh) yang tewas di Cikampek, Alm. Rangga Cipta Nugraha (Bobotoh), Alm. Lazuardi (Jakmania), Alm. Dani Maulana (Jakmania) ketiganya tewas di GBK, Alm. Harun Alrasyid als. Ambon (Jakmania) yang tewas di Palimanan, Alm.Haringga Sirla (Jakmania) semoga yang terakhir dan korban-korban lainnya yang luput dicatat penulis, seperti korban yang dikeroyok dan dilempar dari atas tribun atas Stadion Manahan Solo oleh sekelompok orang beratribur oranye, sudah cukup menjadi tamparan yang sangat keras untuk kita menghentikan rivalitas yang serba kebablasan ini.
Hal sederhana nan konkrit dapat dimulai dari menghentikan provokasi-provokasi nirfaedah yang mengandung ujaran kebencian terlebih di sosial media, Provokasi-provokasi di sosial media dan dikehidupan nyata sangatlah berbahaya, mengingat supporter sepakbola mempunyai segmen yang sangat heterogen dari mulai profesor, pelajar, pegawai swasta hingga bandit sekalipun dapat membalut dirinya sebagai supporter. Sehingga satu provokasi sederhana yang dianggap sepele akan bermakna jamak bagi tiap pihak yang menyerap informasi tersebut. Diperlukan juga konsistensi aparat penegak hukum untuk menjerat pelaku-pelaku provokasi mengandung ujaran kebencian tersebut, meningat di Indonesia telah terdapat Undang-Undang Informasi dan Transaksi yang telah mengakomodir tegaknya norma terkait. Hilangkan juga persepsi bahwa menggadaikan nyawa demi mendukung klub kebangaan adalah hal yang keren. Yang terakhir dan mungkin membutuhkan waktu yang sangat lama adalah mengedukasi sesama supporter bola di Indonesia untuk mencintai klub dengan rasionalitas dan akal sehat.
Tulisan ini bukan sebuah retorika dalam berpledoi, sungguh tidak, sekali lagi mungkin saya perlu tegaskan pelaku pengeroyokan di GBLA tetap harus diproses menurut hukum yang berlaku, sama halnya dengan kasus-kasus dalam dunia supporter yang berimplikasi hukum lainnya, tentunya tanpa mengeyampingkan hak-hak korban dan pelaku sekalipun. Pasal 1 ayat 3 UUD 1945 menyatakan Negara kita adalah Negara hukum, konsekuensi logis dari hal tersebut segala hal dalam rangka kehidupan bernegara harus diatur dan diselesaikan menurut hukum yang berlaku. Mari kita bersama padamkan bara-bara api kebencian yang berserekan, keindahan sepakbola terlalu mahal untuk hilangnya nyawa.
Catatan: Persetan untuk kalian yang meraup keuntungan dari sebuah konflik!
Ditulis oleh Dio Muhamad Iqbal, Bobotoh dengan akun Twitter @diosykess

Bandung, 25 September 2018
Saya menjadi satu diantara ribuan Bobotoh Persib lainnya yang berksemapatan menyaksikan laga “panas” Persib vs Persija secara langsung di stadion pada 23 September 2018 kemarin. Gol di menit akhir pertandingan yang menjadi penentu kemenangan, tak mungkin disembunyikan sebagai suatu kebahagiaan yang sangat bernilai. Sama bahagianya ketika menyaksikan langsung kemenangan Persib melawan Ps Tira di Bantul beberapa waktu lalu, yang sama-sama ditentukan di menit-menit akhir pertandingan. Namun kebahagiaan dari kemenangan Persib atas Persija kemarin tidak bertahan lama. Kebahagiaan tersebut sirna sekita dan malah mebuat kegamangan dalam hati setidak-tidaknya hingga tulisan ini dibuat, setelah mendengar kabar adanya korban jiwa sebelum pertandingan disekitaran stadion hari itu, kabar tersebut saya dengar dari Bobotoh lain didalam kereta api saat perjalanan menuju ke rumah.
Tak perlu diperdebatkan, tak pernah ada justifikasi atas sebuah kebiadaban dengan kemasan apapun, saya yakin semua Bobotoh dengan akal sehat pasti akan mengutuk peristiwa kelam yang terjadi di GBLA hari minggu kemarin. Sama biadabnya dengan pengeroyokan Alm. Ranga Cipta Nugraha di GBK 27 Mei 2012 lalu, terlebih mendengar selentingan kabar pelaku-pelaku dalam kasus tersebut merasa tak berdosa, hal tersebut setidaknya tercitra dari nyanyian dan jingkrakan para pelaku saat menjelang persidangan. Memang saya tak lihat langsung, kabar tersebut saya tahu kabar tersebut dari sebuah tulisan media elektronik yang tentunya terverifikasi bukan kabar dari media-media sampah atau akun-akun anonim di sosial media yang tak bertanggung jawab. Kabar tersebut sungguh membuat hati saya meringis kesakitan. Mungkin sama halnya dengan rekan-rekan supporter Jakarta saat melihat rekaman pengeroyokan korban Alm.Haringga Sirla di GBLA kemarin.
Tulisan ini hanya bermaksud membuat kita sama-sama membuka mata bahwa rivalitas yang telah terjadi sudah sangat-sangat kelewat batas. Alm. Rovi (Bobotoh) yang tewas di Cikarang, Alm. Gunawan als. Kadut (Bobotoh) yang tewas di Cikampek, Alm. Rangga Cipta Nugraha (Bobotoh), Alm. Lazuardi (Jakmania), Alm. Dani Maulana (Jakmania) ketiganya tewas di GBK, Alm. Harun Alrasyid als. Ambon (Jakmania) yang tewas di Palimanan, Alm.Haringga Sirla (Jakmania) semoga yang terakhir dan korban-korban lainnya yang luput dicatat penulis, seperti korban yang dikeroyok dan dilempar dari atas tribun atas Stadion Manahan Solo oleh sekelompok orang beratribur oranye, sudah cukup menjadi tamparan yang sangat keras untuk kita menghentikan rivalitas yang serba kebablasan ini.
Hal sederhana nan konkrit dapat dimulai dari menghentikan provokasi-provokasi nirfaedah yang mengandung ujaran kebencian terlebih di sosial media, Provokasi-provokasi di sosial media dan dikehidupan nyata sangatlah berbahaya, mengingat supporter sepakbola mempunyai segmen yang sangat heterogen dari mulai profesor, pelajar, pegawai swasta hingga bandit sekalipun dapat membalut dirinya sebagai supporter. Sehingga satu provokasi sederhana yang dianggap sepele akan bermakna jamak bagi tiap pihak yang menyerap informasi tersebut. Diperlukan juga konsistensi aparat penegak hukum untuk menjerat pelaku-pelaku provokasi mengandung ujaran kebencian tersebut, meningat di Indonesia telah terdapat Undang-Undang Informasi dan Transaksi yang telah mengakomodir tegaknya norma terkait. Hilangkan juga persepsi bahwa menggadaikan nyawa demi mendukung klub kebangaan adalah hal yang keren. Yang terakhir dan mungkin membutuhkan waktu yang sangat lama adalah mengedukasi sesama supporter bola di Indonesia untuk mencintai klub dengan rasionalitas dan akal sehat.
Tulisan ini bukan sebuah retorika dalam berpledoi, sungguh tidak, sekali lagi mungkin saya perlu tegaskan pelaku pengeroyokan di GBLA tetap harus diproses menurut hukum yang berlaku, sama halnya dengan kasus-kasus dalam dunia supporter yang berimplikasi hukum lainnya, tentunya tanpa mengeyampingkan hak-hak korban dan pelaku sekalipun. Pasal 1 ayat 3 UUD 1945 menyatakan Negara kita adalah Negara hukum, konsekuensi logis dari hal tersebut segala hal dalam rangka kehidupan bernegara harus diatur dan diselesaikan menurut hukum yang berlaku. Mari kita bersama padamkan bara-bara api kebencian yang berserekan, keindahan sepakbola terlalu mahal untuk hilangnya nyawa.
Catatan: Persetan untuk kalian yang meraup keuntungan dari sebuah konflik!
Ditulis oleh Dio Muhamad Iqbal, Bobotoh dengan akun Twitter @diosykess

Setuju kuringmah yeuh.. yang mau meraup untung pasti gak punya hati nurani
Haneueul pisan asli, ti mimiti atoh karena menang di detik akhir tp tungtung na Aya kajadian jiga kieu. Imbas Oge jiga na ka Bobotoh lain. Kabuktian kolom komentar sepi wae.