Setiap perpisahan memang layak untuk dirayakan, disesali ataupun ditangisi. Ketika itu terjadi, pilu mungkin datang lebih cepat dari kenangan yang kita ingat. Hal ini terjadi karena kenangan yang telah terlewati bersama, sudah begitu banyak ataupun sangat sulit dilupa.
Ketika datang ke Bandung medio 2009, Hariono mungkin adalah pemain pelengkap biasa, dibawa oleh Jaya Hartono yang saat itu bertindak sebagai nahkoda. Bukan nama besar yang menghiasi timnas ataupun rising star yang mencuri perhatian di musim sebelumnya. Mungkin saat itu hanya Jaya Hartono yang percaya ia bisa jadi sesuatu di hari nanti.
Sekian laga berjalan, ia berkembang, menulis sejarahnya sendiri, hingga Jaya Hartono tak lagi mengisi posisi pelatih kepala, ia tetap melaju sebagai dirinya sendiri. Dipercaya banyak pelatih saat itu, hingga 2014 meraih gelar juara. Gelar yang didambakan siapapun yang berkarir dalam sepakbola.
Sekali lagi, Hariono datang ke Bandung tidak dengan label apapun layaknya Atep sebagai pemain muda langganan timnas ketika ia datang, ataupun Firman Utina sebagai nama besar yang meraih banyak gelar di tim sebelumnya. Tanpa mengesampingkan nama diatas, Hariono hanyalah seorang pemain yang dipercaya pelatihnya sendiri, hingga ia mampu membuktikan kepercayaan itu kepada siapapun yang tak pernah memandangnya.
Sejatinya dalam 11 Tahun Karirnya di persib, sejak awal ia hanya ingin bekerja keras membuktikan diri ketika berlatih untuk mendapatkan kepercayaan, ketika hal itu datang, hal selanjutnya yang lakukan adalah bekerja keras saat bermain untuk membuktikan dia layak dipercaya.
Hariono adalah pesepakbola yang bekerja keras, ia hanya ingin menjadi yang terbaik atas dirinya sendiri di hari kemarin. Teringat jelas sekian lama ia bekerja (hanya) sebagai pemutus serangan lawan, mulai dari begitu kasar, hingga bisa mengontrol diri agar tahu kapan harus melakukan pelanggaran.
Bahkan sekian lama pula kita tahu, bahwa ia tak begitu bagus untuk melakukan umpan ataupun tendangan jarak jauh. Hingga beberapa tahun terakhir, kita tahu ia mulai jago memberi umpan-umpan jauh, bahkan bisa memberikan assist untuk pemain lainnya agar bisa mencetak gol.
Hariono tak hanya bermain dengan keras, ia pun adalah pekerja keras. Ia selalu berkembang berdasarkan orbitnya sendiri.
Tak banyak mencicipi laga bersama timnas, (hanya) dikenal sebagai pemain keras, golnya selama 11 tahun berkarir di Persib pun sangat minim, umpan-umpannya pun tak sebagus pemain lain.
Lantas mengapa ia begitu dicinta?
Setidaknya bagi saya, kerja kerasnya untuk membuktikan kepada siapapun yang mempercayainya sejak 11 Tahun lalu telah berhasil ia tunaikan. Mungkin kita semua memiliki alasan berbeda mengapa sangat mencintai pemain ini. Yang kita tahu, kita sama-sama merasakan pilu akan perpisahan yang terjadi, hari ini.
Untuk sekian generasi kedepan, saya yakin Hariono akan selalu menjadi cerita, bahwa ia adalah salah satu yang bekerja keras sepenuh hati, untuk klub yang kita cintai.
Ditulis oleh Faizal Agung, Bobotoh dengan akun Twitter @FaizalAgung30
Komentar Bobotoh