
Foto: Dok. Persib Bandung
Liga 1 musim 2022/2023 telah kembali bergulir, geliat para pelaku sepakbola khususnya para suporter kembali terhibur dengan suguhan dan permainan dari tim kebanggaannya, tak terkecuali saya sendiri yang selalu menantikan Persib berlaga, harapan dan optimisme selalu saya tanamkan agar Persib bisa menampilkan permainan yang maksimal dan meraih kemenangan.
Namun, tiga pertandingan sudah dilalui Persib dengan hasil yang mengecewakan, hasil satu kali draw dan dua kali menderita kekalahan. Bhayangkara FC, Madura United, dan Borneo FC sejauh ini yang membuat Persib serasa tim medioker. Luapan dan amarah para bobotoh dengan hasil yang didapat terbilang sangatlah wajar, dari tiga pertandingan yang sudah dilalui Persib hanya bisa mencetak 4 gol dan kemasukan 9 gol, jika dirata-ratakan Persib kemasukan 3 gol per pertandingan, ini merupakan start terburuk Persib dalam tiga pertandingan awal selama di liga. Padahal di musim lalu Persib merupakan salah satu tim yang paling sedikit kemasukan.
Saya tidak pernah meragukan kualitas dan potensi para pemain yang sekarang berada di tim, pemain sekelas Teja Paku Alam, Nick Kuipers, Marc Klok, Ricky Kambuaya, Ciro Alves, David Da Silva, adalah sebagian pemain yang mempunyai nama besar dan kualitas yang mumpuni. Lalu, mengapa Persib saat ini bisa sampai terpuruk dan sementara berada di zona degradasi? Come on Sib, hudang!
Saya pribadi lebih menyoroti kinerja tim pelatih khususnya pelatih kepala Robert Albert, didatangkan Persib di musim 2019/2020 untuk menggantikan kursi pelatih yang ditinggalkan Miljan Radovic saat itu. Robert bukanlah pelatih yang baru dengan atmosfer sepakbola Indonesia, dia pernah membawa Arema (yang mana) juara liga di musim 2009/2010. Pencapaian itulah yang semua bobotoh harapkan bisa terulang kembali dengan tim yang saat ini ia nahkodai, Persib Bandung.
Sudah beberapa musim bersama Persib namun hingga saat ini belum ada pencapaian trophy yang ia persembahkan untuk Persib, mungkin pencapaian terbaiknya adalah membawa Persib runner-up di musim lalu dan Piala Menpora.
Jujur kalau boleh saya katakan Robert ini memang miskin taktik, tidak ada skema dan strategi istimewa yang ia punya, game plan dan organisasi permainan selalu terlihat monoton dan cenderung begitu-begitu saja.
Sebagai contoh di dua pertandingan terakhir ketika menghadapi Madura United dan Borneo FC, dua kali Persib leading dan dua kali juga Persib ter-comeback. Ketika dalam posisi tertinggal seharusnya pelatih melakukan kontra strategi dengan cepat mengganti pemain yang minim kontribusi atau merubah pola game plan, namun yang saya lihat kontra strategi itu tidak berjalan dengan baik bahkan cenderung tidak terjadi, dan sampai full time pun skor tidak berubah untuk kemenangan lawan. Saya memang tidak ahli dalam dunia pertaktikan dan strategi, namun ini hanya opini dan penilaian yang saya lihat ketika menonton Persib di tiga pertandingan awal.
Mungkin saya dan bobotoh sudah cukup untuk melihat apa yang ditampilkan Coach Robert, sampai kapan Persib bakal seperti ini? Teruntuk PT. PBB, ayolah lakukan evaluasi sedalam mungkin sebelum terlalu jauh, kalian jangan tutup mata dan telinga ketika mendapat kritik, kritik yang kalian dapatkan itu percayalah bentuk rasa sayang bobotoh terhadap tim kebanggaannya agar bisa lebih baik. Perlu diingat ini Persib bukan Persidafon, tim yang setiap musim selalu mempunyai target untuk juara. Enough, Coach!
Ditulis oleh Fadilah Rijal M, pemilik akun twitter @fadilahrijal
Terimakasih Bobotoh dan Simamaung

Komentar Bobotoh