(Arena Bobotoh) Bukan Pertandingan Klasik
Saturday, 05 November 2016 | 12:17
Acapkali kita mendengar istilah partai klasik di setiap pertandingan Sepak Bola, yang paling sering terdengar dan yang paling terkenal adalah pertadingan El Clasico di La Liga yang merujuk ke Rivalitas Barcelona dengan Real Madrid. Barcelona sebagai simbol dari Catalan yang dijajah oleh Jenderal Franco yang berafiliasi dengan Real Madrid. Adapula old firm derby yang mempertemukan Glasgow celtic dan Glasgow Rangers, pertandingan itu menjadi partai klasik di Liga Skotlandia. Jika di Spanyol El Clasico dibumbui soal politik, di Skotlandia agama menjadi bumbu dari partai klasik tersebut.
Lalu bagaimana dengan Persib, Klub mana yang bisa dijadikan sebagai rival klasiknya? . Tentu saja Persib sebagai sebuah klub besar mempunyai rival klasik, tapi itu bukan Persija. Sebagai klub yang besar di era perserikatan tentunya musuh utama Persib adalah klub – klub yang mempunyai prestasi mentereng sejak jaman perserikatan, salah duanya PSMS dan PSM. Kedua kesebelasan yang menjadi musuh bebuyutan Persib ini mempunyai basis suporter fanatik berbasis kesukuan yang sudah mengakar sejak lama.
Tengok saja pertandingan melawan PSMS saat final divisi utama 1985 di stadion Senayan yang masih menjadi jumlah penonton terbanyak di Asia, yaitu sekitar 150 ribu penonton ( meskipun harus di cek ulang total pasti jumlah penontonnya). Begitupula dengan PSM, tim yang berjuluk Juku Eja ini beberapa kali bertemu dengan Persib di sejumlah partai penting, tahun 1990 dan 1992 kedua tim bertemu dalam tajuk semifinal divisi utama perserikatan, juga pada saat pertandingan perserikatan terakhir digelar, saat itu Persib kembali bertemu dengan PSM di partai final, Djanur menjadi penentu kemenangan pada saat itu. Maka, pada saat minggu lalu bertemu PSM, Djanur terlihat sangat emosional.
Pertandingan dengan Persija dengan di putaran kedua TSC ini menurut penulis sesungguhnya hanya pertandingan biasa, apalagi sebagai tuan rumah Persija tidak bisa menggelar pertandingan di rumah sendiri, selalu berpindah – pindah mencari kota yang siap menampung tim Ibu Kota tersebut saat menggelar pertandingan. Begitupula Persib, yang sempat merasakan bermain tidak di Bandung. Tetapi tidak lama. Tensi pertandingan saat melawan Persija memang selalu tinggi, tiketpun selalu habis terjual, beruntung bobotoh yang bisa mendapatkan harga resmi atau yang sudah di koordinir kelompok suporter, karena jika melawan Persija para calo tiket selalu menyiapkan modal besar untuk memborong tiket.
Media selalu berperan dalam memunculkan jargon baru, seperti pertandingan Persib VS Persija yang selalu dilabeli El Clasico. Entah karena host tidak tahu sejarah pertemuan kedua tim sejak jaman perserikatan atau memang hanya untuk menaikan rating saja jargon itu dimunculkan. Tapi menurut penulis pertandingan nanti hanyalah pertandingan biasa bukan pertandingan klasik, apalagi Persib hanya melawan tim yang untuk saat inipun kandangnya tidak jelas. Apalagi soal prestasi, sudah jangan dibicarakan, toh jumlah piala Persib lebih banyak daripada tim Ibu Kota.Tapi jika kita membesar – besarkan pertandingan nanti, maka mereka sebagai tim biasa akan selalu merasa besar. Tidak ada yang salah memang, semua orang berhak melabeli dengan nama apa saja untuk setiap pertandingan ini, bebaskeun!.
Ditulis oleh Bobotoh Persib Bandung yang juga penggemar buah pisang. Bisa ditemui di akun @anggicau.

Acapkali kita mendengar istilah partai klasik di setiap pertandingan Sepak Bola, yang paling sering terdengar dan yang paling terkenal adalah pertadingan El Clasico di La Liga yang merujuk ke Rivalitas Barcelona dengan Real Madrid. Barcelona sebagai simbol dari Catalan yang dijajah oleh Jenderal Franco yang berafiliasi dengan Real Madrid. Adapula old firm derby yang mempertemukan Glasgow celtic dan Glasgow Rangers, pertandingan itu menjadi partai klasik di Liga Skotlandia. Jika di Spanyol El Clasico dibumbui soal politik, di Skotlandia agama menjadi bumbu dari partai klasik tersebut.
Lalu bagaimana dengan Persib, Klub mana yang bisa dijadikan sebagai rival klasiknya? . Tentu saja Persib sebagai sebuah klub besar mempunyai rival klasik, tapi itu bukan Persija. Sebagai klub yang besar di era perserikatan tentunya musuh utama Persib adalah klub – klub yang mempunyai prestasi mentereng sejak jaman perserikatan, salah duanya PSMS dan PSM. Kedua kesebelasan yang menjadi musuh bebuyutan Persib ini mempunyai basis suporter fanatik berbasis kesukuan yang sudah mengakar sejak lama.
Tengok saja pertandingan melawan PSMS saat final divisi utama 1985 di stadion Senayan yang masih menjadi jumlah penonton terbanyak di Asia, yaitu sekitar 150 ribu penonton ( meskipun harus di cek ulang total pasti jumlah penontonnya). Begitupula dengan PSM, tim yang berjuluk Juku Eja ini beberapa kali bertemu dengan Persib di sejumlah partai penting, tahun 1990 dan 1992 kedua tim bertemu dalam tajuk semifinal divisi utama perserikatan, juga pada saat pertandingan perserikatan terakhir digelar, saat itu Persib kembali bertemu dengan PSM di partai final, Djanur menjadi penentu kemenangan pada saat itu. Maka, pada saat minggu lalu bertemu PSM, Djanur terlihat sangat emosional.
Pertandingan dengan Persija dengan di putaran kedua TSC ini menurut penulis sesungguhnya hanya pertandingan biasa, apalagi sebagai tuan rumah Persija tidak bisa menggelar pertandingan di rumah sendiri, selalu berpindah – pindah mencari kota yang siap menampung tim Ibu Kota tersebut saat menggelar pertandingan. Begitupula Persib, yang sempat merasakan bermain tidak di Bandung. Tetapi tidak lama. Tensi pertandingan saat melawan Persija memang selalu tinggi, tiketpun selalu habis terjual, beruntung bobotoh yang bisa mendapatkan harga resmi atau yang sudah di koordinir kelompok suporter, karena jika melawan Persija para calo tiket selalu menyiapkan modal besar untuk memborong tiket.
Media selalu berperan dalam memunculkan jargon baru, seperti pertandingan Persib VS Persija yang selalu dilabeli El Clasico. Entah karena host tidak tahu sejarah pertemuan kedua tim sejak jaman perserikatan atau memang hanya untuk menaikan rating saja jargon itu dimunculkan. Tapi menurut penulis pertandingan nanti hanyalah pertandingan biasa bukan pertandingan klasik, apalagi Persib hanya melawan tim yang untuk saat inipun kandangnya tidak jelas. Apalagi soal prestasi, sudah jangan dibicarakan, toh jumlah piala Persib lebih banyak daripada tim Ibu Kota.Tapi jika kita membesar – besarkan pertandingan nanti, maka mereka sebagai tim biasa akan selalu merasa besar. Tidak ada yang salah memang, semua orang berhak melabeli dengan nama apa saja untuk setiap pertandingan ini, bebaskeun!.
Ditulis oleh Bobotoh Persib Bandung yang juga penggemar buah pisang. Bisa ditemui di akun @anggicau.
