Apakah Persib dan Bobotoh Istimewa?
Monday, 11 April 2016 | 10:55
Dunia sepakbola, apalagi menyangkut tim besar pasti lekat dengan supporter yang jumlahnya sangat besar pula. Hubungan antara tim sepakbola dengan supporternya tentu saja menjadi hal paling utama, apalagi di era sepakbola industri, dimana jumlah supporter atau fans sebuah klub sepakbola tertentu akan sangat mempengaruhi grafik finansial klub tersebut.
Di eropa sana tim sekelas Manchester United, Barcelona, dan Real Madrid adalah beberapa klub yang sering bergantian menjadi klub dengan grafik finansial terbaik di dunia. Pendapatan dari sponsor, penjualan merchandise resmi, dan hak siar televisi menjadi ujung tombak pendapatan klub tersebut. Dan tentu saja itu sangat dipengaruhi oleh jumlah supporter dan fans klub tersebut, yang mampu menarik minat perusahaan dan stasiun televisi untuk memberikan dana besar guna mendapatkan hak siar, atau sekedar menempel merek dagang mereka di jersey dan atau stadion klub tersebut.
Hal paling fundamental sebuah klub sepakbola untuk mengembangkan jumlah supporter atau fans nya adalah dengan meraih prestasi yang melimpah, pastinya dengan waktu yang cukup lama guna membangun sebuah sejarah klub. Ketika hal tersebut telah tercapai, maka di era sepakbola industri di eropa sana, ada tim marketing di setiap klub untuk memperluas basis supporter dan fans mereka hingga ke mancanegara, entah dengan sekedar jumpa fans, sampai uji coba dengan timnas atau klub yang ada di negara tujuan. Mengingat tingginya minat penggemar sepakbola di seluruh belahan dunia untuk menyaksikan sepakbola eropa, maka hal ini menjadi rasional untuk dilakukan oleh sebuah klub sepakbola.
Ada sebuah retorika unik yang saya pikir ini adalah sebuah kampanye untuk mempertahankan basis supporter dan fans sebuah klub sepakbola di Eropa sana. Ketika basis supporter telah terbentuk kuat dan luas, dan lalu prestasi klub sepakbola menurun drastis, maka tercetuslah kalimat “If you can’t support us when we lose, don’t support us when we won”, yang artinya “jika kamu tidak bisa mendukung kami ketika kalah, jangan dukung kami ketika kami menang”. Siapapun yang pertama kali mengeluarkan kalimat ini, entah itu pihak klub sepakbola, pemain, maupun kalangan supporter, kalimat tersebut akan menjadi yang pertama kali didengungkan dan diperdebatkan oleh dua pihak. Pihak pertama adalah mereka para supporter kritis, dan pihak kedua tentu saja supporter non kritis yang menjadikan kalimat tersebut tameng ketika klub sepakbola mereka sedang surut prestasi atau mengalami kekalahan yang memalukan. Yang pasti kalimat tersebut telah sukses untuk mempertahankan loyalitas, serta jumlah supporter atau fans suatu klub sepakbola itu sendiri.
Jauh ribuan kilometer dari Eropa, ada sebuah negara bernama Indonesia. Lain di Eropa, lain pula di Indonesia. Di Negara ini, sepakbola industri masih setengah modern dan penuh intrik. Pun dengan cara pembentukan basis supporter atau fans suatu klub sepakbola tertentu. Ada yang supporternya besar karena prestasi suatu klub, ada juga yang membentuk supporter dengan ‘memaksa’ orang untuk menjadi supporter dengan iming iming uang, materi, bahkan nasi bungkus sekalipun. Dan yang paling ekstrim adalah membentuk klub sepakbola baru di suatu daerah yang berpotensi, dengan cara membeli lisensi klub lain, yang kemudian dirubah nama dan homebase nya klub tersebut, tanpa memikirkan jaringan supporter yang sudah terbentuk dari klub tersebut sebelumnya. Ironis memang, tapi inilah ajaibnya regulasi sepakbola di Negeri ini.
Lebih spesifik lagi namun masih di Indonesia, ada satu klub dan basis supporter nya yang sangat luar biasa uniknya. Ya, siapa lagi kalau bukan Persib Bandung dan suporternya yang disebut Bobotoh. Dibentuk sebagai alat perjuangan melawan kolonialisme, Persib tidak perlu waktu lama dan cara khusus untuk membentuk basis supporter. Karena kuatnya kecintaan masyarakat Bandung dan Jawa Barat terhadap budaya sunda, maka Bobotoh sudah tentu otomatis menjadi supporter Persib pada saat itu. Yang unik, istilah Bobotoh mungkin lahir bersamaan ketika Persib Dilahirkan. Bobotoh berasal dari bahasa sunda yang artinya (mendukung/pendukung/menyemangati), jadi ketika para pendukung Persib pada masa itu menonton Persib bertanding, mereka menamakan diri Bobotoh karena dasar kecintaannya terhadap budaya sunda. Jadi ketika supporter kesebelasan lain belum memiliki sebutan khusus, supporter Persib sudah memiliki basis supporter yang bernama Bobotoh. Pendukung Persebaya Surabaya saja yang dikenal sama militan dan besarnya dengan Bobotoh, baru mendapatkan nama atau istilah bonek pada tahun 1989 oleh Jawa Pos, dan mungkin sebelum istilah Bonek lahir, mereka masih disebut pendukung atau supporter Persebaya. (Tolong Koreksi atau lengkapi di kolom komentar apabila ada kesalahan).
Di era sepakbola Indonesia saat ini, Bobotoh menjelma menjadi basis supporter terbesar di Indonesia. Faktanya, Persib adalah klub yang tidak hanya mewakili kota Bandung, namun mewakili provinsi Jawa Barat dan Banten yang notabene adalah Provinsi dengan penduduk terbanyak di Indonesia, dan mayoritas bersuku Sunda. Luar Biasanya, saat ini Bobotoh tidak hanya berasal dari Jawa Barat dan suku Sunda saja. Seiring perjalanan Persib dan raihan prestasinya, saat ini Bobotoh terdiri dari Multi Etnis dan tersebar di seluruh nusantara, bahkan sampai Warga Negara Asing.
Menarik benang merah dari cerita klub sepakbola Eropa di paragraf awal, Persib pun tidak selalu bergelimang prestasi. Beberapa kali Persib terjerembab dalam fase minim prestasi, bahkan hingga belasan dan puluhan tahun. Lalu mengapa Bobotoh tetap terpelihara sedemikian besar dan loyalnya? Apakah ada kampanye semacam kalimat “If you can’t support us when we lose, don’t support us when we won” layaknya yang digelorakan supporter klub di eropa?
Tidak, Bobotoh berbeda dengan supporter di belahan dunia manapun. Bobotoh memiliki pemahaman tersendiri tentang apa itu mendukung Persib. Bobotoh memiliki pemahaman bahwa Persib bukan hanya klub sepak bola kebanggannya. Bagi bobotoh, Persib mewakili harga diri, bahkan lebih dari itu. Jadi apapun kondisi prestasi yang dialami Persib, totalits dan loyalitas mereka tidak akan pernah luntur tanpa kampanye apapun. Jadi jangan heran mengapa Bobotoh mempunyai rasa memiliki yang begitu tinggi terhadap Persib, dan mereka akan selalu kritis terhadap Persib. Karena begitulah Bobotoh, sekali lagi, pergi mendukung persib, atau membudayakan Persib di kehidupan sehari hari, sama dengan memperjuangkan budaya, identitas, dan harga diri mereka.
Pernah satu waktu Persib sedang bermain buruk dan sering kalah. Lalu, seperti biasa Bobotoh mencaci para pemain yang bermain buruk. Pada saat itu para pemain Persib yang akan bertanding di stadion Siliwangi mencoba membalas kritikan dan cacian bobotoh dengan mengenakan kaos bertuliskan “Where are you when we lose” yang berarti dimana kalian saat kami kalah, pada saat sebelum pertandingan dimulai. Hal yang saya rasa sangat menggelikan.
Para pemain saat itu mempertanyakan kemana dukungan Bobotoh saat mereka kalah. Mengapa mereka mendapat cacian dan bukan dukungan sekalipun mereka bermain buruk. Apa mereka bercanda?, Apa mereka tidak tahu bahwa sejak jaman dahulu, bobotoh selalu kritis bahkan hingga mencaci mencaci pemain yang bermain buruk. Jangankan kalah, pada saat menang dan tim bermain buruk saja, bobotoh tetap mengkritisi penampilan para pemain, terlebih saat itu mereka mendapatkan bayaran dari APBD, uang rakyat. Saat itu saya merasa seharusnya para pemainlah yang malu dan tahu diri untuk memberikan penampilan yang lebih baik lagi. Karena sekali lagi, bagi Bobotoh, Persib lebih dari sekedar klub sepak bola, dan tidak ada alasan untuk membiarkan para pemain untuk tidak sepenuh hati memperjuangkan Persib diatas lapangan.
Konon Itulah mengapa pemain pemain Persib pada jaman dahulu merasa malu untuk keluar rumah ketika kalah, mengapa mereka mampu menjadi legenda dan memberikan prestasi. Mereka sadar bahwa Persib bagi Bobotoh adalaah segalanya, mereka paham betul apa itu Persib, dan mereka menjadikan cacian sebagai cambuk dan pengingat bahwa mereka bermain untuk Persib. Sebuah nama yang mewakili identitas, budaya, dan Harga diri jutaan orang, sehingga mereka bermain dengan hati ketika membela Persib.
Sepakbola indonesia kini sudah berubah. Tidak ada lagi penggunaan APBD untuk membiayai klub sepakbola. Ketika klub lain setengah mati mencari pendanaan, beberapa ‘memaksa’ perusahaan BUMD menjadi sponsor, dan beberapa menunggak gaji pemain, namun Persib karena Bobotohnya, dan disokong kelihaian manajemennya mampu menarik minat sponsor dengan mudah, dan selalu diidolakan pihak stasiun televisi manakala bertanding.
Dan akhirnya, saat ini dimana Persib sedang kembali membangun kembali kekompakan tim dibawah pelatih dan banyaknya pemain baru, saya yakin bahwa Bobotoh menyimpan harapan besar agar para pemain dan pelatih baru mampu membawa Persib kembali merengkuh prestasi. Saya yakin Bobotoh akan selalu mendukung Persib secara total, mereka akan memberikan segalanya demi satu nama, Persib.
Namun saya berharap bahwa para pemain dan pelatih baru ini tahu apa arti Persib bagi kami para Bobotoh. Saya harap tidak ada sikap manja dan berlebihan dalam menanggapi kritikan dan cacian Bobotoh, karena sampai kapanpun itulah Bobotoh dengan sikap kritisnya. Karena dibalik cacian tersebut, tersimpan cinta dan dukungan yang luar biasa untuk mereka, yang terbukti mampu membesarkan Persib.
Meskipun pada era ini Persib tidak diisi sepenuhnya oleh putra daerah, saya yakin siapapun itu akan bermain dengan hati apabila paham apa arti Persib sesungguhnya. Meskipun kali ini Persib tidak lagi menggunakan APBD, Bobotoh pasti berharap para pemain paham tentang arti profesionalisme dan tetap bermain dengan hati untuk Persib. Karena dibalik kepopuleran mereka, dibalik besaran jumlah dan lancarnya pembayaran gaji mereka, ada kami para Bobotoh sebagai pihak yang paling berpengaruh atas seluruh fasilitas mereka.
Apakah Persib dan Bobotoh Istimewa?, menurut saya tidak, karena Persib dan Bobotoh lebih dari Istimewa, sehingga tak ada kata yang mampu mewakili betapa luar biasanya Persib dan Bobotoh. Bagaimana menurut anda?, Maka silahkan berbangga diri menjadi Bobotoh Persib.
Ditu;is oleh Gery H Saputra, dengan akun Twitter @Storyofgery

Dunia sepakbola, apalagi menyangkut tim besar pasti lekat dengan supporter yang jumlahnya sangat besar pula. Hubungan antara tim sepakbola dengan supporternya tentu saja menjadi hal paling utama, apalagi di era sepakbola industri, dimana jumlah supporter atau fans sebuah klub sepakbola tertentu akan sangat mempengaruhi grafik finansial klub tersebut.
Di eropa sana tim sekelas Manchester United, Barcelona, dan Real Madrid adalah beberapa klub yang sering bergantian menjadi klub dengan grafik finansial terbaik di dunia. Pendapatan dari sponsor, penjualan merchandise resmi, dan hak siar televisi menjadi ujung tombak pendapatan klub tersebut. Dan tentu saja itu sangat dipengaruhi oleh jumlah supporter dan fans klub tersebut, yang mampu menarik minat perusahaan dan stasiun televisi untuk memberikan dana besar guna mendapatkan hak siar, atau sekedar menempel merek dagang mereka di jersey dan atau stadion klub tersebut.
Hal paling fundamental sebuah klub sepakbola untuk mengembangkan jumlah supporter atau fans nya adalah dengan meraih prestasi yang melimpah, pastinya dengan waktu yang cukup lama guna membangun sebuah sejarah klub. Ketika hal tersebut telah tercapai, maka di era sepakbola industri di eropa sana, ada tim marketing di setiap klub untuk memperluas basis supporter dan fans mereka hingga ke mancanegara, entah dengan sekedar jumpa fans, sampai uji coba dengan timnas atau klub yang ada di negara tujuan. Mengingat tingginya minat penggemar sepakbola di seluruh belahan dunia untuk menyaksikan sepakbola eropa, maka hal ini menjadi rasional untuk dilakukan oleh sebuah klub sepakbola.
Ada sebuah retorika unik yang saya pikir ini adalah sebuah kampanye untuk mempertahankan basis supporter dan fans sebuah klub sepakbola di Eropa sana. Ketika basis supporter telah terbentuk kuat dan luas, dan lalu prestasi klub sepakbola menurun drastis, maka tercetuslah kalimat “If you can’t support us when we lose, don’t support us when we won”, yang artinya “jika kamu tidak bisa mendukung kami ketika kalah, jangan dukung kami ketika kami menang”. Siapapun yang pertama kali mengeluarkan kalimat ini, entah itu pihak klub sepakbola, pemain, maupun kalangan supporter, kalimat tersebut akan menjadi yang pertama kali didengungkan dan diperdebatkan oleh dua pihak. Pihak pertama adalah mereka para supporter kritis, dan pihak kedua tentu saja supporter non kritis yang menjadikan kalimat tersebut tameng ketika klub sepakbola mereka sedang surut prestasi atau mengalami kekalahan yang memalukan. Yang pasti kalimat tersebut telah sukses untuk mempertahankan loyalitas, serta jumlah supporter atau fans suatu klub sepakbola itu sendiri.
Jauh ribuan kilometer dari Eropa, ada sebuah negara bernama Indonesia. Lain di Eropa, lain pula di Indonesia. Di Negara ini, sepakbola industri masih setengah modern dan penuh intrik. Pun dengan cara pembentukan basis supporter atau fans suatu klub sepakbola tertentu. Ada yang supporternya besar karena prestasi suatu klub, ada juga yang membentuk supporter dengan ‘memaksa’ orang untuk menjadi supporter dengan iming iming uang, materi, bahkan nasi bungkus sekalipun. Dan yang paling ekstrim adalah membentuk klub sepakbola baru di suatu daerah yang berpotensi, dengan cara membeli lisensi klub lain, yang kemudian dirubah nama dan homebase nya klub tersebut, tanpa memikirkan jaringan supporter yang sudah terbentuk dari klub tersebut sebelumnya. Ironis memang, tapi inilah ajaibnya regulasi sepakbola di Negeri ini.
Lebih spesifik lagi namun masih di Indonesia, ada satu klub dan basis supporter nya yang sangat luar biasa uniknya. Ya, siapa lagi kalau bukan Persib Bandung dan suporternya yang disebut Bobotoh. Dibentuk sebagai alat perjuangan melawan kolonialisme, Persib tidak perlu waktu lama dan cara khusus untuk membentuk basis supporter. Karena kuatnya kecintaan masyarakat Bandung dan Jawa Barat terhadap budaya sunda, maka Bobotoh sudah tentu otomatis menjadi supporter Persib pada saat itu. Yang unik, istilah Bobotoh mungkin lahir bersamaan ketika Persib Dilahirkan. Bobotoh berasal dari bahasa sunda yang artinya (mendukung/pendukung/menyemangati), jadi ketika para pendukung Persib pada masa itu menonton Persib bertanding, mereka menamakan diri Bobotoh karena dasar kecintaannya terhadap budaya sunda. Jadi ketika supporter kesebelasan lain belum memiliki sebutan khusus, supporter Persib sudah memiliki basis supporter yang bernama Bobotoh. Pendukung Persebaya Surabaya saja yang dikenal sama militan dan besarnya dengan Bobotoh, baru mendapatkan nama atau istilah bonek pada tahun 1989 oleh Jawa Pos, dan mungkin sebelum istilah Bonek lahir, mereka masih disebut pendukung atau supporter Persebaya. (Tolong Koreksi atau lengkapi di kolom komentar apabila ada kesalahan).
Di era sepakbola Indonesia saat ini, Bobotoh menjelma menjadi basis supporter terbesar di Indonesia. Faktanya, Persib adalah klub yang tidak hanya mewakili kota Bandung, namun mewakili provinsi Jawa Barat dan Banten yang notabene adalah Provinsi dengan penduduk terbanyak di Indonesia, dan mayoritas bersuku Sunda. Luar Biasanya, saat ini Bobotoh tidak hanya berasal dari Jawa Barat dan suku Sunda saja. Seiring perjalanan Persib dan raihan prestasinya, saat ini Bobotoh terdiri dari Multi Etnis dan tersebar di seluruh nusantara, bahkan sampai Warga Negara Asing.
Menarik benang merah dari cerita klub sepakbola Eropa di paragraf awal, Persib pun tidak selalu bergelimang prestasi. Beberapa kali Persib terjerembab dalam fase minim prestasi, bahkan hingga belasan dan puluhan tahun. Lalu mengapa Bobotoh tetap terpelihara sedemikian besar dan loyalnya? Apakah ada kampanye semacam kalimat “If you can’t support us when we lose, don’t support us when we won” layaknya yang digelorakan supporter klub di eropa?
Tidak, Bobotoh berbeda dengan supporter di belahan dunia manapun. Bobotoh memiliki pemahaman tersendiri tentang apa itu mendukung Persib. Bobotoh memiliki pemahaman bahwa Persib bukan hanya klub sepak bola kebanggannya. Bagi bobotoh, Persib mewakili harga diri, bahkan lebih dari itu. Jadi apapun kondisi prestasi yang dialami Persib, totalits dan loyalitas mereka tidak akan pernah luntur tanpa kampanye apapun. Jadi jangan heran mengapa Bobotoh mempunyai rasa memiliki yang begitu tinggi terhadap Persib, dan mereka akan selalu kritis terhadap Persib. Karena begitulah Bobotoh, sekali lagi, pergi mendukung persib, atau membudayakan Persib di kehidupan sehari hari, sama dengan memperjuangkan budaya, identitas, dan harga diri mereka.
Pernah satu waktu Persib sedang bermain buruk dan sering kalah. Lalu, seperti biasa Bobotoh mencaci para pemain yang bermain buruk. Pada saat itu para pemain Persib yang akan bertanding di stadion Siliwangi mencoba membalas kritikan dan cacian bobotoh dengan mengenakan kaos bertuliskan “Where are you when we lose” yang berarti dimana kalian saat kami kalah, pada saat sebelum pertandingan dimulai. Hal yang saya rasa sangat menggelikan.
Para pemain saat itu mempertanyakan kemana dukungan Bobotoh saat mereka kalah. Mengapa mereka mendapat cacian dan bukan dukungan sekalipun mereka bermain buruk. Apa mereka bercanda?, Apa mereka tidak tahu bahwa sejak jaman dahulu, bobotoh selalu kritis bahkan hingga mencaci mencaci pemain yang bermain buruk. Jangankan kalah, pada saat menang dan tim bermain buruk saja, bobotoh tetap mengkritisi penampilan para pemain, terlebih saat itu mereka mendapatkan bayaran dari APBD, uang rakyat. Saat itu saya merasa seharusnya para pemainlah yang malu dan tahu diri untuk memberikan penampilan yang lebih baik lagi. Karena sekali lagi, bagi Bobotoh, Persib lebih dari sekedar klub sepak bola, dan tidak ada alasan untuk membiarkan para pemain untuk tidak sepenuh hati memperjuangkan Persib diatas lapangan.
Konon Itulah mengapa pemain pemain Persib pada jaman dahulu merasa malu untuk keluar rumah ketika kalah, mengapa mereka mampu menjadi legenda dan memberikan prestasi. Mereka sadar bahwa Persib bagi Bobotoh adalaah segalanya, mereka paham betul apa itu Persib, dan mereka menjadikan cacian sebagai cambuk dan pengingat bahwa mereka bermain untuk Persib. Sebuah nama yang mewakili identitas, budaya, dan Harga diri jutaan orang, sehingga mereka bermain dengan hati ketika membela Persib.
Sepakbola indonesia kini sudah berubah. Tidak ada lagi penggunaan APBD untuk membiayai klub sepakbola. Ketika klub lain setengah mati mencari pendanaan, beberapa ‘memaksa’ perusahaan BUMD menjadi sponsor, dan beberapa menunggak gaji pemain, namun Persib karena Bobotohnya, dan disokong kelihaian manajemennya mampu menarik minat sponsor dengan mudah, dan selalu diidolakan pihak stasiun televisi manakala bertanding.
Dan akhirnya, saat ini dimana Persib sedang kembali membangun kembali kekompakan tim dibawah pelatih dan banyaknya pemain baru, saya yakin bahwa Bobotoh menyimpan harapan besar agar para pemain dan pelatih baru mampu membawa Persib kembali merengkuh prestasi. Saya yakin Bobotoh akan selalu mendukung Persib secara total, mereka akan memberikan segalanya demi satu nama, Persib.
Namun saya berharap bahwa para pemain dan pelatih baru ini tahu apa arti Persib bagi kami para Bobotoh. Saya harap tidak ada sikap manja dan berlebihan dalam menanggapi kritikan dan cacian Bobotoh, karena sampai kapanpun itulah Bobotoh dengan sikap kritisnya. Karena dibalik cacian tersebut, tersimpan cinta dan dukungan yang luar biasa untuk mereka, yang terbukti mampu membesarkan Persib.
Meskipun pada era ini Persib tidak diisi sepenuhnya oleh putra daerah, saya yakin siapapun itu akan bermain dengan hati apabila paham apa arti Persib sesungguhnya. Meskipun kali ini Persib tidak lagi menggunakan APBD, Bobotoh pasti berharap para pemain paham tentang arti profesionalisme dan tetap bermain dengan hati untuk Persib. Karena dibalik kepopuleran mereka, dibalik besaran jumlah dan lancarnya pembayaran gaji mereka, ada kami para Bobotoh sebagai pihak yang paling berpengaruh atas seluruh fasilitas mereka.
Apakah Persib dan Bobotoh Istimewa?, menurut saya tidak, karena Persib dan Bobotoh lebih dari Istimewa, sehingga tak ada kata yang mampu mewakili betapa luar biasanya Persib dan Bobotoh. Bagaimana menurut anda?, Maka silahkan berbangga diri menjadi Bobotoh Persib.
Ditu;is oleh Gery H Saputra, dengan akun Twitter @Storyofgery

aya abi di pengkerna tapi di blurr, hhaa mang uken mentahan foto na lah.
Pemain ayeuna kudu apal arti “Persib besar karna cacian, pujian adalah racun” komo si kim kurniawan nu menolak keras di kritik. Tempo we ig jeung twitter manehna.
Jeung bobotoh nu sok ngomong karbitan ka bobotoh nu kritis ka pemaen, maneh kudu diajar deui sejarah bobotoh jeung persib.
Hidup persib, kadedeuh urang sunda.
mantep pisan mang tulisana…
opat jempol lahhh….
Bagi kami (bobotoh) PERSIB mewakili harga diri,bahkan lebih dari itu… Kereennnnnn
AsikAsik dalem pisan mewakili pisan isi arti bobotoh…
Mantap mang tulisanna…. hade …
Yg paling mengena sih kalimat “sebuah nama yang mewakili identitas,budaya, dan harga diri jutaan orang,
Top pisan lah mang kalimat na
Lempar botol dlu ah… #s II porter besar wkwkwkwkwk
Persib bukan hanya klub sepak bola kebanggaan. Bagi bobotoh, Persib mewakili harga diri, bahkan lebih dari itu. Jadi apapun kondisi prestasi yang dialami Persib, totalits dan loyalitas mereka tidak akan pernah luntur tanpa kampanye apapun.
Kalimat ieu yeuh anu di jadikeun bukti dukungan Bobotoh jang Persib
Alus euy tulisan..rek eleh rek menang pokok namah persib
Ngerriiii lurd postinganna. Asli saya BANGGA jadi BOBOTOH. Persib adalah harga diri kehormatan dan identitas kami. Mendukung Persib tidak dari paksaan dan godaan materi. Melainkan datang dari hati dan budaya yang turun temurun
BANGGA JADI BOBOTOH. ASLI MERINDING BACA NYA
SALAM DARI BOBOTOH RUSBER CIKARANG BARU
eusina naon sih…saya mah kalah fokus kana potona…
eta foto na mantap euy mun di colok nga gerung jiga na …bobotoh no wahid
Ngagerung emang motor yi
mantap pisan artkel na penuh makna ker para bobotoh sejati panuju pisan bener pisan persib keur aing salaku bobotoh tetep aya dina hate….asli demi udin aingmah uy….