Tentang Tiket Persib
Friday, 09 October 2015 | 08:43
Sebenarnya, gerakan masiv terkait kisruh tiket pertandingan yang terjadi belakangan ini akan lebih jelas arah dan jangkauannya manakala terjadi kala PERSIB masih didanai APBD, karena segala kegiatan PERSIB-termasuk penyelanggaraan pertandingan berkaitan langsung dengan keuangan negara dan segala hal terkait keuangan negara haruslah dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat (tidak harus bobotoh). Rakyat berhak mengetahui kemana, bagaimana dan untuk apa saja uang yang berasal dari pajak yang mereka bayarkan itu digunakan, terlebih setelah terbitnya UU Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik, padahal sejak era amatir dan semi-pro dahulu pengelolaan pertandingan PERSIB selalu bermasalah, dari mulai distribusi tiket yang tak transparan, munculnya calo-calo tiket hingga uang dari sponsor dan banner yang tak jelas juntrungannya. Padahal, seluruh kegiatan PERSIB, termasuk penyelenggaraan pertandingan sudah diback up oleh APBD. Namun tentu saja kini alasan dan ketentuan tersebut tak lagi relevan karena sekarang PERSIB tak lagi dibiayai oleh APBD.
Lalu bagaimana dengan sekarang? Ketika PERSIB telah bertransformasi sebagai klub profesional-swasta murni yang tak lagi dibiayai oleh APBD, sejauh mana pertanggungjawaban mereka terkait penyelenggaraan pertandingan khususnya aspek tiket? Tulisan bagian pertama ini akan mencoba membahasnya tanpa menyentuh sisi yuridis karena penulis menganggap fenomena ini hanya bentuk reaksioner bobotoh dan menganggap bobotoh takkan menempuh tuntutan-tuntutan dan aksi serius selama ada itikad baik dan penawaran solusi.
Bagi orang yang tak menyukai sepak bola mungkin akan terdengar gila ketika seorang tetap menyepakati tawaran calo dan mengeluarkan uang hingga satu juta rupiah “hanya” untuk menonton sepak bola lokal-walau di bangku VIP. Tapi ingat, kita sedang bicara tentang PERSIB, sebuah nama yang memang membuat banyak orang bersedia untuk menjadi “gila”. Karena banyak orang “gila” itu pula, maka praktik calo beserta jaringannya terus bertahan dan menjadikan pertandingan kandang PERSIB adalah pertandingan dengan harga tiket termahal jika dibanding dengan klub-klub sepak bola lain di Indonesia.
Para penggila PERSIB ini tak perlu berpikir rasional dan berhitung-hitung bahwa sesungguhnya turnamen kali ini hanyalah berstatus tarkam dimata FIFA karena sanksi yang masih berlaku untuk Indonesia dan sesungguhnya hasil akhir apapun tetap tak terintegrasi dengan sistem FIFA sehingga tak menjamin apapun untuk berlaga di jenjang berikutnya. Alasan: PERSIB maen, cukup untuk membuat puluhan ribu bobotoh antusias mendatangi stadion.
Kisruh tiket ini mau tak mau membuat bobotoh menuding pihak panpel sebagai penyebab utama, bahkan di sosial media marak pula yang mengatakan bahwa ada mafia tiket di balik semua ini.
Tiket dan Ranah Publik
Sebagai klub profesional, PERSIB dituntut untuk menghidupi dirinya sendiri melalui empat sumber pendapatan utama yaitu: Sponsorship, hak siar TV, penjualan merchandise, dan penjualan tiket pertandingan. Dengan animo bobotoh yang luar biasa dan selalu stabil setiap musimnya PT. PBB (PERSIB Bandung Bermartabat) tentu sangat diuntungkan dan tak perlu bersusah payah untuk mengoptimalkan sumber pendapatan dari tiket pertandingan kandang, terlebih banyak inovasi dan sistem non-konvensional yang sesungguhnya dapat digunakan untuk mengoptimalkan sektor ini.
Sebenarnya sah-sah saja PT.PBB sebagai swasta murni memperlakukan segala sumber daya untuk keuntungan mereka termasuk menentukan harga tiket dan mekanisme pendistribusiannya. Namun ketika persoalan tiket ini menimbulkan kisruh dan kegelisahan di masyarakat, tentunya PT.PBB harus menyadari pula bahwa “dagangan” mereka kali ini benar-benar bersinggungan dengan publik dan rentan menimbulkan persoalan jika tak ditangani secara serius.
Kepentingan perusahaan dengan provit orientednya tak dapat digunakan sebagai kacamata tunggal untuk melihat persoalan ini. Pendekatan sosiologis harus juga dilakukan mengingat karut marut tiket ini secara nyata berdampak pula secara sosial, karena ternyata bobotoh yang tidak mendapatkan tiket tetap nekad mendatangi stadion. Mereka berharap bisa mendapatkan tiket dari calo ataupun menyogok para petugas penjaga pintu, akibatnya stadion menjadi over capacity dan mengakibatkan konflik horisontal sesama bobotoh karena suasana tribun yang tak kondusif. Jangan lupakan pula beberapa tragedi di musim-musim sebelumnya ketika banyak bobotoh pingsan karena berdesakan dan tergencet. Masih beruntung insiden-insiden tersebut tak memakan korban jiwa. Kenyataan-kenyataan seperti tadi menunjukkan bahwa tiket pertandingan yang awalnya menjadi ranah perusahaan ternyata memiliki ekses serius terhadap ranah publik bahkan dapat mengakibatkan keresahan dan mengancam ketertiban di masyarakat.
Urgensi Tranparansi
Salah satu penyebab utama mengapa banyak bobotoh tetap nekad datang ke stadion walau tak memegang tiket adalah karena mereka penasaran dan yakin akan mendapatkan tiket di calo walau harus mengeluarkan uang lebih. Rasa penasaran ini seharusnya takkan terjadi jika saja mereka mendapat kepastian bahwa tiket memang telah habis dan dibeli secara fair melalui mekanisme yang benar oleh bobotoh lain. Namun selama ini bobotoh tak pernah tahu bagaimana status tiket yang mereka cari, ada dimana?berapa jumlahnya?berapa yang masih tersisa?
Andai pihak PT.PBB merilis tempat pendistribusian tiket beserta kuotanya dan memberi info berkala terkait penjualannya tentulah semua kecurigaan dan tudingan yang selama ini terjadi akan terbantahkan. Dengan teknologi seperti sekarang tentunya bukanlah hal yang sulit bagi PT.PBB untuk menerapkan penjualan semacam e-ticket, PT.PBB pun sebenarnya akan diuntungkan dengan adanya transparansi terkait pendistribusian tiket, mereka akan lebih mudah memantau pemasukan dan takkan lagi ada istilah tiket terjual habis tapi pemasukan minim. Juga berkaca dari birokrasi pemerintahan bahwa salah satu peluang terjadinya penyimpangan dan penyalahgunaan kekuasaan adalah karena terjadinya transaksi tunai, maka sistem berbasis pembayaran non tunai adalah suatu solusi tepat.
Hal penting lain dari transparansi ini adalah bobotoh sebagai konsumen merasa diperlakukan fair dan tak sekedar dieksploitasi daya belinya oleh PT.PBB. Namun tentunya semua upaya ini akan mendapat perlawanan dari pihak-pihak yang terbiasa diuntungkan dengan cara penjualan konvensional seperti saat ini, maka sesungguhnya ini hanyalah sebuah pilihan bagi PT.PBB, memilih berpihak kepada para bobotoh setianya?….atau kepada…….
Ditulis oleh @ekomaung

Sebenarnya, gerakan masiv terkait kisruh tiket pertandingan yang terjadi belakangan ini akan lebih jelas arah dan jangkauannya manakala terjadi kala PERSIB masih didanai APBD, karena segala kegiatan PERSIB-termasuk penyelanggaraan pertandingan berkaitan langsung dengan keuangan negara dan segala hal terkait keuangan negara haruslah dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat (tidak harus bobotoh). Rakyat berhak mengetahui kemana, bagaimana dan untuk apa saja uang yang berasal dari pajak yang mereka bayarkan itu digunakan, terlebih setelah terbitnya UU Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik, padahal sejak era amatir dan semi-pro dahulu pengelolaan pertandingan PERSIB selalu bermasalah, dari mulai distribusi tiket yang tak transparan, munculnya calo-calo tiket hingga uang dari sponsor dan banner yang tak jelas juntrungannya. Padahal, seluruh kegiatan PERSIB, termasuk penyelenggaraan pertandingan sudah diback up oleh APBD. Namun tentu saja kini alasan dan ketentuan tersebut tak lagi relevan karena sekarang PERSIB tak lagi dibiayai oleh APBD.
Lalu bagaimana dengan sekarang? Ketika PERSIB telah bertransformasi sebagai klub profesional-swasta murni yang tak lagi dibiayai oleh APBD, sejauh mana pertanggungjawaban mereka terkait penyelenggaraan pertandingan khususnya aspek tiket? Tulisan bagian pertama ini akan mencoba membahasnya tanpa menyentuh sisi yuridis karena penulis menganggap fenomena ini hanya bentuk reaksioner bobotoh dan menganggap bobotoh takkan menempuh tuntutan-tuntutan dan aksi serius selama ada itikad baik dan penawaran solusi.
Bagi orang yang tak menyukai sepak bola mungkin akan terdengar gila ketika seorang tetap menyepakati tawaran calo dan mengeluarkan uang hingga satu juta rupiah “hanya” untuk menonton sepak bola lokal-walau di bangku VIP. Tapi ingat, kita sedang bicara tentang PERSIB, sebuah nama yang memang membuat banyak orang bersedia untuk menjadi “gila”. Karena banyak orang “gila” itu pula, maka praktik calo beserta jaringannya terus bertahan dan menjadikan pertandingan kandang PERSIB adalah pertandingan dengan harga tiket termahal jika dibanding dengan klub-klub sepak bola lain di Indonesia.
Para penggila PERSIB ini tak perlu berpikir rasional dan berhitung-hitung bahwa sesungguhnya turnamen kali ini hanyalah berstatus tarkam dimata FIFA karena sanksi yang masih berlaku untuk Indonesia dan sesungguhnya hasil akhir apapun tetap tak terintegrasi dengan sistem FIFA sehingga tak menjamin apapun untuk berlaga di jenjang berikutnya. Alasan: PERSIB maen, cukup untuk membuat puluhan ribu bobotoh antusias mendatangi stadion.
Kisruh tiket ini mau tak mau membuat bobotoh menuding pihak panpel sebagai penyebab utama, bahkan di sosial media marak pula yang mengatakan bahwa ada mafia tiket di balik semua ini.
Tiket dan Ranah Publik
Sebagai klub profesional, PERSIB dituntut untuk menghidupi dirinya sendiri melalui empat sumber pendapatan utama yaitu: Sponsorship, hak siar TV, penjualan merchandise, dan penjualan tiket pertandingan. Dengan animo bobotoh yang luar biasa dan selalu stabil setiap musimnya PT. PBB (PERSIB Bandung Bermartabat) tentu sangat diuntungkan dan tak perlu bersusah payah untuk mengoptimalkan sumber pendapatan dari tiket pertandingan kandang, terlebih banyak inovasi dan sistem non-konvensional yang sesungguhnya dapat digunakan untuk mengoptimalkan sektor ini.
Sebenarnya sah-sah saja PT.PBB sebagai swasta murni memperlakukan segala sumber daya untuk keuntungan mereka termasuk menentukan harga tiket dan mekanisme pendistribusiannya. Namun ketika persoalan tiket ini menimbulkan kisruh dan kegelisahan di masyarakat, tentunya PT.PBB harus menyadari pula bahwa “dagangan” mereka kali ini benar-benar bersinggungan dengan publik dan rentan menimbulkan persoalan jika tak ditangani secara serius.
Kepentingan perusahaan dengan provit orientednya tak dapat digunakan sebagai kacamata tunggal untuk melihat persoalan ini. Pendekatan sosiologis harus juga dilakukan mengingat karut marut tiket ini secara nyata berdampak pula secara sosial, karena ternyata bobotoh yang tidak mendapatkan tiket tetap nekad mendatangi stadion. Mereka berharap bisa mendapatkan tiket dari calo ataupun menyogok para petugas penjaga pintu, akibatnya stadion menjadi over capacity dan mengakibatkan konflik horisontal sesama bobotoh karena suasana tribun yang tak kondusif. Jangan lupakan pula beberapa tragedi di musim-musim sebelumnya ketika banyak bobotoh pingsan karena berdesakan dan tergencet. Masih beruntung insiden-insiden tersebut tak memakan korban jiwa. Kenyataan-kenyataan seperti tadi menunjukkan bahwa tiket pertandingan yang awalnya menjadi ranah perusahaan ternyata memiliki ekses serius terhadap ranah publik bahkan dapat mengakibatkan keresahan dan mengancam ketertiban di masyarakat.
Urgensi Tranparansi
Salah satu penyebab utama mengapa banyak bobotoh tetap nekad datang ke stadion walau tak memegang tiket adalah karena mereka penasaran dan yakin akan mendapatkan tiket di calo walau harus mengeluarkan uang lebih. Rasa penasaran ini seharusnya takkan terjadi jika saja mereka mendapat kepastian bahwa tiket memang telah habis dan dibeli secara fair melalui mekanisme yang benar oleh bobotoh lain. Namun selama ini bobotoh tak pernah tahu bagaimana status tiket yang mereka cari, ada dimana?berapa jumlahnya?berapa yang masih tersisa?
Andai pihak PT.PBB merilis tempat pendistribusian tiket beserta kuotanya dan memberi info berkala terkait penjualannya tentulah semua kecurigaan dan tudingan yang selama ini terjadi akan terbantahkan. Dengan teknologi seperti sekarang tentunya bukanlah hal yang sulit bagi PT.PBB untuk menerapkan penjualan semacam e-ticket, PT.PBB pun sebenarnya akan diuntungkan dengan adanya transparansi terkait pendistribusian tiket, mereka akan lebih mudah memantau pemasukan dan takkan lagi ada istilah tiket terjual habis tapi pemasukan minim. Juga berkaca dari birokrasi pemerintahan bahwa salah satu peluang terjadinya penyimpangan dan penyalahgunaan kekuasaan adalah karena terjadinya transaksi tunai, maka sistem berbasis pembayaran non tunai adalah suatu solusi tepat.
Hal penting lain dari transparansi ini adalah bobotoh sebagai konsumen merasa diperlakukan fair dan tak sekedar dieksploitasi daya belinya oleh PT.PBB. Namun tentunya semua upaya ini akan mendapat perlawanan dari pihak-pihak yang terbiasa diuntungkan dengan cara penjualan konvensional seperti saat ini, maka sesungguhnya ini hanyalah sebuah pilihan bagi PT.PBB, memilih berpihak kepada para bobotoh setianya?….atau kepada…….
Ditulis oleh @ekomaung

mang eko maung masih godegan keneh he he…., geus lami yeuh teu ningali acara PERSIB AING, maklum di ibukota teu ka tewak sinyalna…..
Aya keneh kitu acara PERSIB AING
sangges stasiun tv na dibeuli ku nu sejen ?
duka tah jat kirang terang,,cobi taros we ka tv na
pertamax gan! #CaloGBLG
Mun bisa mah buat weh perwakilan bobotoh , fasilitasi ku VPC,BOMBER sareng kantung2 suporter laina nu aya di alam dunia.datang ka PT.PBB , buat suatu pertemuan lah intina mah jang ngabereskeun masalah tiket nu ti baheula tepi kiwari tetep henteu ka kelola ku sistem nu bener. E-TICKET boleh tah salah satu opsi jang protek hak bobotoh menangkeun tiket tina jaLur anu resmi,nya PT.PBB eta anu buat jalur na,dari ari bobotoh mah sebagai customer setia PERSIB anu hayang nyaman pas meuli tiket tur teu di peres ku oknum tiket, sakitu ti kolot mah #BALESDIBANDUNGSIB!
usul saya mah mending tiketna dijual online jiga tiket kereta api, trus ke lamun asup ka stadion dipariksa (boarding) identitas dina tiket jeung KTP sarua teu.
insya allah moal aya calo (kecuali panpelna…………………)
SUDAH MENJADI BUDAYA BANGSA INI MEMPERTAHANKAN SUATU HAL YANG BERSENTUHAN LANGSUNG DENGAN RAKYAT DAN DIDALAM NYA TERINDIKASI ADANYA ALIRAN DUIT DENGAN CARA MEMPERTAHANKAN KETIDAK BERESAN UNTUK KEPENTINGAN PRIBADI BRAYYY…..
GEs ue tipada meuli ka calo mending di pake donasi jang ngbantu korban asap..
Kabayang meren mun sajelma 5000x jelma anu aya sa stadion bakal jadi sbrha loba eta duitna. 😀
Panyakit ti baheula ieu mah ….aturan kudu baku/pasti ..mun jual via agen/perwakilan nya nu resmi…atwa sklian wae seluruh tiket jual na dadakan wae di stadion…!!!
Karek maca paragraf kahiji ge geus apal saha nu nulis…….
Beurat wae lah tulisan Mang EMO KAUNG mah…..ha ha..salut Bray…
EKO MAUNG meren jat ah,,gening ajat oge ngabodor kenging
PT.PBB orangnya yang itu2 juga kan? susah lah kalo membicarakan lingkaran setan, mereka bukan tidak tahu ya untuk urusan tiket ini, mereka juga tidak tutup mata ya, saya yakin aliran nya masih bermuara disitu – situ juga lah gak jauh, bicara tanpa fakta emang sulit, sesulit meruntuhkan dinasti nya, sama seperti halnya para capo atau pentolan2 supportermya yg dulu loyal dan militan berubah lmbek dan buncit hahaha…”dijamakin”
Tulisannya bagus, Semoga PT PBB mengerti akan keresahan Bobotoh, dan lebih dekat dengan Bobotoh lain sibuk ngiklan wae 🙂
Seharusnya disini lah ada peran gegedug organisasi bobotoh,mereka punya peran penting dalam mengorganisir massa, jika semua kompak berdemo tentang Transparansi distribusi tiket dan tuntutan misal E ticketing kaya tiket kereta maka PT PBB pun mau ga mau harus perbaiki sistem tiketingnya
Sya jg stju bhkn sdh smpt brkomentr brknaan dgb e-ticket.. jmn udh cnggih tnggln mtode konvensional gntu dgn yg lbh modern jdi bsa trkntrol.. stju tuh pmsnan tket sprti krta api jdi hrus ssuai dgn ktp msing” bygkn klau sja hrga tkt yg djual oleh calo yg mhal itu sja di beli oleh bbth itu msk kntng calo.. cba klau itu hrga resmi dr panpel sya brani jamin persib club trkaya di indonesia dri pemsukan tiket prtndingan home sja sdh brp… sya ykin mslh tkt ini pnpl sdh tau.. klau perlu sweeping dstadion tangkap calonya, ambil tiketnya, jual lgi di loket, mslhna wani teu panpel jeung aparat siga kitu sya ykin jmlh calo sdkt dbnding ribuan bbth yg blm kbgian tket..#Gerakananticalo
Cik atuh lur saran kenu ka PT PBB klo bisa tiketingnya uda bisa pake kartu electric kayak kartu Fl*sh dll, atw online kayak beli tiket pesawat ge bisa, di luar negri mah loba nu kitu siga atm deui, dj inggris oge bisa satauneun jadi member
moal d denge ku pt pbb mah da mnhna nu melihara calo
Ikhlas tur ridho, lamun harga tiket Persib 250rb oge, asal asup kana kas Persib, ari nu 170rb na ku calo mh angger seueul kana angen, ari teu meuli tiket piraku jauh2 teu jd ningali langsung persib gara2 tiketna fantastis,,kekedna oge can ikhlas harga tiket 78rb dibeli 250rb mh,,nyesekna teh tuh disini,,